4. Shock
Akhirnya, upacara bendera hari senin telah selesai dilaksanakan. Waktunya seluruh siswa-siswi kembali ke kelasnya masing-masing. Kecuali bagi kami yang berada di barisan depan. Lebih tepatnya barisan para orang kurang disiplin. Termasuk, aku.
Guru BK menghampiri kami. Dia datang sambil membawa catatan. Sepertinya kami akan didata, kemudian dilaporkan kepada wali kelas lantas nilai kami dikurangi. Mampus! Nilai raportku terus berkurang.
Setelah di data, akupun melenggang pergi menuju kantin. Syukurlah aku hanya didata tanpa dihukum. Berbeda dengan ketua kelas kita, dia dihukum menghormat tiang bendera sampai jam pelajaran pertama selesai. Kasihan. Dan lagi cuacanyapun sangat mendukung untuk pingsan. Semoga kau dikuatkan ketua kelasku. Hahahahaha.
Setelah membeli minuman aku langsung pergi menuju kelasku. Kelas yang berada di lantai 2 itu harus melewati tangga yang berada di sebelah kelas legend alias kelas X IPS 1. Gudangnya cowok-cowok ganteng namun sedikit nakal. Yang berada dibarisan depanpun tadi dominan kelas legend itu lho.
Aku menundukan kepala saat melewati kelas itu. Karena di sana ada Takuya dan juga Shin -teman Takuya- yang kebetulan mereka sedang nongkrong. Aku malu untuk melihat ke arahnya apalagi tersenyum. Malu karena tadi aku kesiangan. Aku melangkahkan kaki semakin cepat, agar Takuya tak menyadari keberadaanku.
Ketika kelas itu sudah aku lewati, ada seseorang yang berlari di belakangku. Aku mencoba menghiraukan namun tepukan sesorang dibahuku membuatku terhenti.
Aku mencari orang yang menepuk bahuku barusan. Dan dibelakangku, aku hanya mendapati Takuya yang sedang menunjukan senyum gusinya sampai matanya tenggelam.
"Ada apa?"
"Lo kok tumben tadi kesiangan?" tanya Takuya.
"Gara-gara tadi pagi gue ngimpi nyium lo," ucapku polos tanpa melirik ke arahnya.
"Hah?" Takuya terkaget.
Ups.
Aku menelan saliva.
Kenapa mulut ini susah untuk berkompromi sih? Ini tuh aib, lalu mengapa kejujuran harus terlontar disaat seperti ini. Sial! Aku takut nanti Takuya mengira jika aku memiliki otak mesum. Padahal aku tak seperti itu.
"Kenapa cuma mimpi sih?," tanyanya dengan ekspresi seperti anak kecil yang gagal diajak jalan-jalan oleh orangtuanya.
Dan kenapa ekspresi wajah yang seperti itu yang Takuya tampilkan? Apakah dia menyesal kalau adegan itu hanya terjadi di dalam mimpiku saja? Jadi intinya Takuya pengin Real gitu?
Aku berpikir keras. Ah aku kira Takuya akan merasa jijik padaku lalu marah. Ternyata tak seperti yang kubayangkan.
Dan setelah sekian lama aku berpikir, kini aku mengerti akan otak mesumnya.
"Eh gila lo!" Ucapku dengan nada agak tinggi. Kemudian aku berlari menaiki tangga menuju ke kelas.
Aku tahu Takuya pasti sedang tertawa ngakak. Aku pura-pura tak mendengarnya padahal ketawa dia itu lumayan keras. Aku mencoba menulikan pendengaranku.
***
Sesampainya aku dikelas. Aku duduk disebelah temen sebangku yang bernama Suzy. Dan aku mulai mengingat-ngingat kejadian barusan saat aku bertemu Takuya. Tak lama kemudian aku tertawa ngakak sengakak-ngakaknya.
Aku kira tadi Takuya akan bilang yang aneh-aneh tapi ternyata tidak seperti yang kubayangkan.
Suzy yang berada di sebelahku menatapku dengan bingung. Aku mengabaikan wajah penasarannya, dan hanya melanjutkan tawaku. Jika dipikir-pikir aku seperti orang gila saja, tertawa sendirian saat kelas hening.
***
Akupun menghentikan aksi tawaku ketika ada seorang yang memanggil namaku dari belakang.
"Rista!" orang itupun menghampiriku yang sedang duduk berdua dibangku dekat jendela kelas.
Orang itupun menampakan dirinya.
Ternyata yang memanggilku adalah si Iching. Iya Iching. Alias Ikhsan Candra Kirana. Aku memanggil dia Iching karena nama dia ribet menurutku. Seperti pemeran ftv naga-naga-an.
"Ada apa?" tanyaku penasaran. Tak biasanya makhluk ini memanggilku.
"Gue minta nomor hape lo dong," pintanya.
"Hah? tumben. Mau apa? modus lo ya?"
"Anjir GR banget lo. Gue itu Ikhsan Candra Kirana. Anti modus-modus club," jelasnya.
"Iyalah percaya gue. Tapi buat apa emang?" Aku butuh kepastian. Jika dia meminta nomorku tanpa tujuan aku takkan memberinya.
"Denger ya. Kita itu satu kelompok Biologi. Gue sebagai leader wajib punya kontak-kontak member gue. Biar gampang ngehubunginya,"jelas dia panjang kali lebar.
Aku hanya menganggukkan kepala pertanda mengerti.
Lalu aku menyambar handphone yang dia pegang. Dan aku mulai mengetik satu persatu nomor handphone-ku. Dan aku secara sukarela menamai kontakku dengan nama 'Rista Kyot'.
Setelah nomorku selesai disimpan akupun mengembalikan handphone itu kepada pemiliknya.
"Makasih," ucapnya sambil tersenyum dan berlalu keluar kelas.
Karena gurunya tak masuk, akhirnya kami bergulat dengan tugas-tugas individu. Hanya beberapa orang yang mengerjakan sebenarnya. Yang lainnya hanya menyalin. Tapi ada juga yang memanfaatkan jam kosong dengan pergi ke kantin atau nonkrong-nonkrong tak jelas. Seperti Iching misalnya.
***
Setiap malam, aku selalu chating-an dengan Takuya. Aku tak tahu mengapa chat dengannya selalu membuatku nyaman. Apapun pembahasannya selalu saja membuatku senang. Dan percayalah, selalu ada topik pembahasan unik yang tak pernah ada habisnya. Aku tak pernah kehilangan kata-kata untuk membalas pesannya. Ya walaupun pembahasannya itu tak penting, tapi sungguh aku selalu menikmatinya.
Tapi berbeda dengan malam ini, aku tak hanya chating dengan Takuya saja. Ikhsan Candra Kirana alias Iching mengirimiku pesan.
'save yah, ini nomor leader kelompok 5'
Setelah selesaiku baca, aku tak membalas pesannya. Toh, dia hanya menyuruhku untuk save bukan bales kan? Jadi tak musti dibales kan?
Lalu aku menyimpan nomornya.
Tak lama kemudian dia ngechat lagi.
Iching : jangan lupa besok bawa kacang ijo
Rista : Y
Jujur saja, aku sangat malas membalas chat dari Iching. Pasalnya aku sedang fokus berkirim pesan dengan Takuya. Intinya aku hanya ingin chat dengan Takuya seorang.
Sebenarnya Iching itu ganteng. Ganteng banget malah. Dengan wajah mulus, kulit putih badan tinggi dan jangan lupakan lesung pipinya yang teramat manis. Namun sayang, dia itu sangat menyebalkan dan juga otak mesum. Di kelas saja kalau ada guru yang masuk cantik dan seksi. Dia antusias sekali. Dia tak pernah tertidur di kelas. Seperti pas pelajaran Geografi. Uh. Dia melek terus. Tapi berbanding terbalik sama pelajaran Fisika. Dia tak pernah melek. Padahal ini pelajaran peminatan. Dia harusnya bangun dan memperhatikan. Masa pelajaran jurusan sendiri diabaikan? Gimana nanti pas UN? - kok jadi nyeritain iching yah?-
***
Iching : lo udah punya pacar?
Seminggu berlalu Iching mengirimiku pesan seperti itu. Ini pertanyaan atau ngeledek ya?
Rista : kenapa emang?
Iching : gpp sih, nanya doang. Gaboleh gitu nanya?
Rista : ya boleh sih
Iching : jadi?
Rista : gue single
Iching : oh
Oh? Dia Cuma bales oh doang?
Ngeselin, kan?
***
Dia terus memberiku info setiap hari mengenai tugas kelompok Biologi. Hingga seminggu berlalu. Dan seminggu itu juga aku tak pernah mau lagi ngebales pesan WhatsApp dari dia. Masih kuingat balasannya minggu lalu. Balasanku dibalas dengan oh saja? Menyebalkan. Itu membuatku tak pernah ingin membalas pesannya lagi.
Hingga suatu ketika...
Iching : kenapa sih lo ga pernah bales chat gue?
Rista : emang harus?
Kali ini aku terpaksa membalasnya, sungguh.
Iching : nggak harus juga sih. Tapi hargai gue dong sebagai leader.
Rista : iya iya maaf. Makasih yah selama ini lo selalu ngasih gue info kelompok.
Iching : iya sama-sama
read
Iching : lah di read doang
Rista : mau lo apa sih ching? Udah untung gue bales juga
Iching : bukan gitu. Gue tuh pengen banget chatingan sama lo. Lo tau ga? Setiap kali ada tugas Biologi gue tuh antusias banget. Gue pengen cepet-cepet ngontekin lo. Kerja kelompok Biologi adalah kesempatan gue buat deketin lo. Gue seneng kalau ngontekin lo.
Read
Iching : nying just read, da aing teh lain koran
Rista : kirain lo operator
Iching : lo tau ga?
Rista : apa?
Iching : gue suka sama lo, lo mau ga jadi pacar gue?
Deg!
Jantungku rasanya berhenti berdetak ketika membaca pesannya. Aku terlampau terkejut hingga pandanganku menjadi agak kabur terhalang oleh bulir bening yang mendesak ingin keluar.
Mataku berkaca-kaca. Bulir-bulir itu semakin banyak hingga aku tak mampu lagi menampungnya. Dan akhirnya aku menangis.
Iching adalah pria pertama yang menembakku. Bukan karena aku tak laku. Tapi aku emang takut pada cowok. Dan lebih banyak menghindar dari yang namanya cowok.
Juga, aku inginnya yang pertama menembakku adalah Takuya. Bukannya Iching. Aku tak pernah mengira semua ini akan terjadi. Iching melakukan semua ini tanpa pernah aku duga.
Kini aku bingung, balasan apa yang harus aku ketik pada Iching. Terima atau jangan?
Aku tak mencintainya. Berpikir Iching akan menembakku juga tak pernah terlintas di alam khayalku.
Tapi jika aku menolaknya. Aku tak tega. Aku takut. Takut dia jadi tak semangat sekolah lagi. Pasalnya dia memang agak ogah-ogahan buat sekolah. Tapi akhir-akhir ini dia jadi semangat sekolah dan tak pernah bolos.
Aku kini membaringkan tubuhku yang lemah ini. Air mata terus bercucuran membasahi guling yang kini sedang kupeluk.
Aku lemas, hingga tak sanggup untuk mengetik pesan lagi. Hingga akhirnya aku terlelap dalam tidur.
***
"Gue mau bolos sekolah aja hari ini. Atau ngirim surat sakit ke wali kelas. Gue takut ketemu Iching. Gue takut dia nanyain jawabannya di kelas. Gue takut," aku duduk sambil memeluk lutut dikamar seperti enggan untuk meninggalkan kasur tercinta. Aku belum siap untuk memulai hari. Bagaimana ini?
.
.
.
.
.
TBC
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top