25. Fight

Pagi hari yang tenang dikediaman keluarga Prasetya. Hanya ada cicit burung dan deru mesin cuci yang mengalun indah di telinga.

Ketenangan itu terhenti ketika tangisan bayi menggelegar memecahkan keheningan. Hanya ada satu jiwa yang masih bayi di rumah itu. Deeka prasetya. Cucu dari Mr. Prasetya.

Bayi itu menangis di kamar pasangan KaYu. Tepatnya dalam gendongan Raka. Ia bingung, bagaimana cara menenangkan bayi. Hey ingat! Dia baru pertama kali menjadi ayah. Dan ia masih awam tentang hal beginian.

"Cup-cup-cup. Jangan menangis, Daddy di sini. Mom lagi di kamar mandi. Sabar sedikit ya," Raka meracau walaupun ia tahu, anaknya tidak akan mengerti.

Bukannya menjadi tenang. Bayi itu semakin kencang menangis. Dan Raka semakin bingung.

Ceklek

Pintu kamar terbuka dan menampilkan sosok Yuki. Cepat-cepat ia menghampiri sang suami dan mengambil alih Deeka.

Bagai sihir. Bayi itu kini tidak menangis lagi dalam gendongan sang ibu. Raka mengerutkan dahi. Heran.

"Lapar, ya, Nak? Bentar ya." Yuki melihat tingkah laku bayinya yang mengesek-gesekkan wajahnya pada dada Yuki. Ia mengerti. Pasti anaknya kelaparan.

Ia melirik Raka yang masih bergeming diposisinya. "Daddy keluar dulu, ya!" Ucapan Yuki membuatnya tersentak. Lantas ia menatap Yuki. Dan disambut oleh kedipan mata yang lucu yang membuatnya gemas.

Ia menghela napas dan melenggang pergi dari kamar itu. Tetapi sebelum pintu kamar benar-benar tertutup, suara Yuki menginterupsi. "Beliin dot bayi ukuran mini S, ya!"

Raka mengangguk. Walaupun sebenarnya ia tidak tahu buat apa dot bayi itu. Mungkin untuk berjaga-jaga. Pikirnya.

***

Raka berjalan menuju ruang tamu. Dan kebetulan rutenya melewati kamar Rista. Ia tidak sengaja melihat Rista yang sedang berguling-guling di kasurnya.

Dia tidak sekolah karena gurunya rapat. Entah apa yang dirapatkan hingga murid-murid diliburkan. Dan Raka tahu pasti, jika libur begini Rista pasti belum mandi. Itu terlihat dari busana yang ia kenakan. Piyama pink kotak-kotak.

Juga kata-katanya pada postingan terbaru miliknya yang mengatakan 'Hanya sekolah yang menjadi penyebab aku mandi pagi'. Jorok kan?

Iapun menghampiri Rista yang masih guling-guling di kasurnya. "Mau ikut, ga?"

Rista menghentikan aksinya. Lantas duduk bersila menghadap Raka. "Kemana?"

"Jalan-jalan." Mata Rista berbinar. Dan dengan cepat mengangguk.

"Yaudah gue mandi dulu, ya, Bang."

Rista menyambar handuk dan berlari dengan ceria menuju kamar mandi yang berada di dekat dapur. Sedangkan Raka keluar dari kamar sang adik menuju ruang keluarga. Menunggu sambil menonton spongebob bukan hal yang buruk --pikirnya.

Setengah jam berlalu, akhirnya Rista datang dari dalam kamarnya. Kini Rista memakai kaos putih polos yang dibalut jaket pink baby, celana jeans dan juga rambut yang dikucir kuda.

Raka beranjak dari duduknya dan meminta izin kepada sang ibu yang kebetulan melintas dihadapannya. "Bu, kami keluar dulu, ya."

"Hati-hati ya!"

"Iya, bu." Rista menjawab dengan ceria.

Raka berjalan ke halaman rumah. Dan Rista mengekor di belakang.

"Mau naik apa?"

"Sepeda," jawab Risa sekenanya.

"Anjir, pegel bego!" Rista cemberut.

"Serah lu aja, Bang!"

Akhirnya merekapun berangkat menunggangi motor.

***

Setelah mampir ke apotek, mereka kini telah berada di Taman Kota. Mencari tempat duduk yang kosong dan teduh.

Akhirnya mereka mendapatkan tempat duduk di dekat pohon rindang yang daunnya rapat. Sehingga terik mentari terfilter dan tidak sampai ke kulit mereka.

Kakak beradik itu duduk bersebelahan di bangku semen buatan. Melihat ke sekeliling sambil berbincang. Sesekali mereka tertawa.

Hingga tawa Raka terhenti ketika ia melihat siluet seseorang di seberang sana. Rista yang duduk disampingnya ikut menghentikan tawanya. Lantas mengernyit melihat sang kakak bergeming tanpa suara.

"Kenapa, Bang?" Raka menoleh dan mendapati Rista dengan wajah kebingungan.

"Pinjem hape lo," ucapnya datar dan kembali memalingkan wajahnya ke titik semula. Rista yang tidak mengerti, langsung memberikan ponsel pintarnya kepada sang kakak.

Telapak tangan Raka kini telah menggenggam benda persegi milik Rista. Ia lantas membuka lockscreen dan mencari kontak seseorang di sana. Rista hanya diam memperhatikan tingkah sang kakak yang semakin membuatnya bingung.

Tut

Tutt

Tuttttt

Raka mendial nomor seseorang itu. Dan yang terlihat oleh penglihatan Rista adalah nama My Beloved. Kenapa dia menelpon Takuya?

"Ngapain nelpon Takuya, Bang?"

"Cuma mau mastiin." Dia menepuk paha Rista lantas menunjuk sesuatu yang sedari tadi menjadi pusat perhatiannya. Rista mengikuti arah tunjuk sang kakak dan mendapati seorang pria jangkung sedang berduaan dengan wanita. Siapa mereka ?  Kenapa sang kakak repot-repot memerhatikan orang yang bahkan tidak dikenalinya. Pikirnya.

Tidak lama kemudian panggilan diangkat. Cepat-cepat Raka mengantinya dengan mode speaker. Agar terdengar oleh Rista juga.

Dan bersamaan dengan diangkatnya panggilan pada Takuya, pria yang sedang mereka perhatikanpun merogoh ponselnya dan merrkatkannya pada telinganya. Layaknya seorang yang mengangkat telpon.

"Halo assalamu'alaikum. Aku lagi di Taman kota nih. Ada apa sayang? Kangen yah?  Ak..."

Tut

Belum sempat Takuya menyelesaikan kata-katanya, Raka sudah mematikan sambungan teleponnya. Napas Rista tercekat tatkala pria yang sedang mereka perhatikan menjauhkan ponselnya dari telinganya.

Hening.

Tidak ada percakapan diantara dua bersaudara itu.

Sebenarnya Rista ingin menyanggah apa yang ia lihat. Tetapi fakta di depan mata memperkuat dugaan terburuknya.

Jadi, yang ada di depan sana adalah Takuya ? Dan bersama wanita ?

Rista mengalihkan penglihatannya pada objek lain. Tidak ingin memerhatikan orang yang sedang berduaan di seberang sana. Raka yang peka akan perubahan sikap Rista, menggenggam tangannya dan menyeretnya pergi dari tempat itu.

Mereka kini telah sampai diparkiran Taman Kota. Raka menatap iba pada adiknya yang sekarang berwajah datar. Seingatnya, Rista sebelum datang ke sini sangat ceria. Ia jadi menyesal telah membawanya ke Taman Kota.

Seraya memakai helm, Raka bertanya "Mau kemana sekarang atau mau langsung pulang aja?"

"Pengen seblak," jawab Rista datar.

"Yaudah, Hayu." Raka menaiki motor dan Rista duduk diboncengan belakang. Lantas motorpun meninggalkan area parkir dan melaju dengan kecepatan sedang.

Sebelum keluar dari gerbang Taman Kota, Raka berpapasan dengan Yoga. Yoga yang pernah bertamu ke rumahnya, membuatnya hapal jika itu teman Rista. Mereka melempar senyum. Sedangkan Rista tidak menyadari karena wajahnya tenggelam di punggung sang kakak.

***

Dalam perjalanan Rista memeluk sang kakak erat. Seolah tidak ingin melepaskan. Perlahan mata Rista memanas, mengingat apa yang baru saja ia lihat.

Tes

Air mata itupun turun dan mengalir melewati pipinya. Dan berakhir merembes dipunggung Raka yang ia jadikan sandaran.

"E-eh. Hujan, ya? Kok punggung gue basah, sih. Padahal cuaca cerah begini. Lu nangis, Ta?"

Akibat suara Raka barusan, Rista menjadi semakin kencang menangis.

Hiks

Hiks

Huahhhhhh

"Heh, berisik anjir. Jangan nangis di jalan. Ntar orang ngiranya gue apa-apain elu."

Rista bangkit dan menampar punggung sang kakak. Akhirnya ia berhenti menangis.

"Masih jauh, Bang?"

Raka diam. Dan tidak lama kemudian motor berhenti.

"Udah nyampe." Raka bangkit dari motornya dan turun.

***

Setelah pesanan sampai, Rista langsung menyambar seblak bening yang ia pesan.

"Awww, panas." Ia melempar sendok itu ke dalam mangkok semula. Ia lupa seblaknya baru sampai dan pastinya masih panas.

"Makanya tiupin." Raka bersuara. Dan Rista yang mendengarnya hanya nyengir seperti kuda.

Akhirnya ia menyendok seblak itu lagi dan tiup-tiup agar tidak panas. Kemudian menyantapnya dengan lahap. Sejenak ia melupakan kejadian barusan.

Mereka makan dengan khidmat. Tidak ada pembicaraan diantara keduanya. Hingga suara Raka menginterupsi.

"Pacar lu kok berengsek, sih. Berani-beraninya maen-maen sama adek gue. Ngajak gelut si Kuya." Raka menggerutu. Kesal dengan kekasih sang adik.

Rista yang akan memasukan seblaknya ke dalam mulut, terhenti diudara karena mendengar ucapan sang kakak.

"Bang, lu jangan coba-coba gelut sama dia. Dia lebih tinggi dari lu. Lu pasti kalah telak." Rista terkekeh setelah menyelesaikan ucapannya. Lantas menyuapkan seblak yang barusan terjeda.

Raka menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Bener juga, sih. Ya intinya gue ga suka adek gue dipermainkan kayak gini."

Hati Rista menghangat. Raka memang kakak idaman. Selalu saja ada cara untuk mengutarakan kasih sayangnya. Dan ini salah satunya. Menghiburnya di kala ia sedang terpuruk.

"Makasih ya, Bang." Rista memeluk tubuh kurus Raka dari samping. Ia benar-benar merasa terhibur dengan ucapan sang kakak.

"Makasih? Untuk?" Rista menggeleng. Malas untuk menjelaskan. Takut Sang Kakak malah kepedean juga.

***

Rista POV~

Keesokan harinya. Tepatnya hari jumat. Aku sedang dikantin dengan Suzy. Kami sedang berbincang sambil menyantap makanan. Tanpa diduga, Takuya menghampiriku. Dan menyeretku keluar dari kantin.

"Kemarin kenapa hape kamu ga aktif?" Tanyanya setelah kami berada di luar kantin. Aku ingat, kemarin aku sengaja mematikan handphone-ku agar Takuya tidak menghubungiku. Aku malas chat ataupun bertelpon dengannya. Setelah kejadian itu, aku hanya ingin menjauhinya sejenak.

"Aku takut ganggu kamu. Kamunya kan lagi kencan sama cewek. Yaudah aku menghindar dulu," jawabku. Aku merutuki mulutku yang kelewat jujur sekaligus polos. 

"Apaan sih. Itu adik kelas sayang masa kamu gakenal sih. Eh kok kamu tau aku ketemu dia?"

'Ya taulah nyet, lu berduaan di depan umum. Itu tempat umum bukan kamar lo. Semua orang berhak tau. Kok guvluk sih pacar gua. Untung ganteng. Tapi sayangnya gatel.'

Oke. Itu hanya terucap dalam hatiku saja. Takkan tega aku untuk mengucapkan kata-kata mutiara itu pada kekasihku.

"Oh kamu ngegebet adik kelas yah sekarang. Yaudah good luck yah," aku menepuk pundaknya pertanda memberi dukungan. Pacar mau selingkuh kok didukung. Aku tertawa miris dalam hati. Dan akupun berlalu pergi meninggalkannya untuk kembali berkumpul bersama Suzy.

Dia mengejarku. "Kamu cemburu?"

"Minggir lu, gua laper!" Aku mendorong badan kurusnya. Diapun berhenti mengejarku. Dan pergi meninggalkan Kantin. Mungkin dia menyadari panggilanku yang sekadang berubah menjadi kasar kembali. Itu tandanya aku benar-benar marah. Dan ia cukup peka akan itu.

Akupun kembali duduk disamping Suzy yang sudah hampir menghabiskan pesanannya. "Kenapa, Ta?"

Aku menggeleng dan memakan makanan yang mulai dingin.

Setelah makananku habis, tiba-tiba terdengar suara ribut dari penghuni kantin. Mereka berlarian keluar dari kantin. Aku mengernyit. Ada apa ya?

Aku bangkit dan menghadang orang yang akan keluar dari kantin. Sepertinya gadis itu terburu-buru dan ingin segera keluar dari kantin. Menyusul teman-temannya.

"Eh, kemana?"

"Barusan katanya ada anak XI Ips berkelahi dengan anak kelas Ipa," jawab gadis itu. Kemudian ia berlari untuk melanjutkan perjalanannya.

"Suz, ada yang gelut katanya."

"Liat, kuy." Suzy menyeretku untuk pergi mengikuti orang-orang yang berlarian.

Diujung lorong. Ada kerumunan orang yang sedang menonton sesuatu. Dan sudah dipastikan mereka sedang menonton orang berkelahi. Perasaanku mulai tidak enak.

Kami menerobos orang-orang yang sedang berdesakan itu. Aku sangat penasaran siapa anak ips yang berkelahi itu. Kelas sebelas kok tidak memberikan contoh yang baik untuk adik kelasnya.

Deg

Napasku tercekat saat melihat dua orang yang berkelahi itu. Yang satu menaiki pihak yang sudah babak belur. Dan yang berada dibawah sudah tidak kuat untuk melawan, hanya pasrah menerima pukulan yang menghujamnya bertubi-tubi.

"YOGAAAAA!!!"

Tbc

Mianhae pendek. Mianhae baru update. Bukan lupa. Saya sebenarnya ingat. Hanya pura-pura amnesia aja. Huwehh. Mianhae mianhae.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top