21. My Luph;*

Deg.

Rista bergeming. Berfikir dan mencerna setiap kata yang dikirimkan oleh Takuya.

Sungguh ia tidak menyangka, Takuya akan mengatakan itu padanya. Tidak pernah sedikitpun terbersit dalam ingatannya, jika Takuya akan melontarkan kata itu. Ia benci itu. Ia tidak ingin kisah ini berakhir sampai disini. Ia masih mencintainya. Masih menyayanginya. Dan masih ingin memilikinya. Ia berharap, ia belum terlambat untuk membalas pesannya.

Ia memukul-mukul dada kirinya yang terasa sesak kembali. Perlahan liquid bening meluncur dari mata indahnya. Ia menangis diantara keheningan malam. Menutup mulut, berusaha agar isakannya tidak keluar dan mengganggu penghuni rumah yang pastinya sudah terlelap.

Hari semakin larut dan mendekati tengah malam. Ia yakin, pesannya tidak akan mendapat balasan. Tapi setidaknya ia telah berusaha.

Ia menghapus air matanya dengan puggung tangan, lantas mengetikkan balasan untuk pesan Takuya.

To : My Beloved
Maaf sayang, aku ketiduran tadi. Maaf banget. Tadi aku kecapean. Maaf baru dibales lho. Jangan marah ya :( jangan putus :"((

Setelah selesai, ia mengirimkannya pada Takuya. Sebenarnya ia tidak yakin, waktu sudah menunjukkan tengah malam. Dan sudah dipastikan, manusia normal seperti Takuya sudah tertidur. Itupun jika Takuya normal atas siklus tidurnya.

Ia masih menunggu. Menunggu balasan yang akan di terimanya dari sang kekasih. Walau kadang kantuk menyergap, ia tidak peduli. Menguap berulang kali. Lantas ia membulatkan mata agar sang kelopak tidak menutupinya. Sesekali ia menepuk-nepuk pipinya pelan. Mencoba mengusir rasa kantuk.

Nihil, seberapa kerasnyapun ia menahan rasa kantuknya, kini akhirnya ia tertidur juga dengan ponsel yang masih ia genggam di tangan kirinya.

Setelah beberapa jam berlalu, ponselnya bergetar. Itu pasti alarm --pikirnya. Lantas ia membuka lockscreen dan mendapati sebuah pesan balasan dari Takuya.

Ah, ia mengerjapkan mata berkali-kali. Berharap ini bukan mimpi. Nyatanya ini bukan ilusi, itu adalah pesan dari Takuya.

[My Beloved
Iya ga jadi putus kok sayang. Ga marah kok. Maaf telat bales. Pasti km sudah tidur ya. Selamat tidur:*]

Akhirnya Takuya membalas pesannya. Senyumnya merekah. Ia lega. Hubungannya tidak jadi kandas.

Ia duduk dan mulai mengetikan sesuatu.

To : My Beloved
Syukurlah kamu membalasnya. Kamu belum tidur? Kok bales chat aku? Atau jangan-jangan kamu kebangun gara-gara hapemu bergetar? Ah maaf;(

Setelah pesan terkirim, tidak lama kemudian ponselnya bergetar kembali.

[My beloved :
Biasa malam minggu. Ngeronda, yang. Hehe. Lho, kamu kok bales chat aku? Ini udah malem. Kamu ga tidur?]

Ah bahkan ia lupa, kekasihnya memang mempunyai jadwal ronda malam minggu. Pantas saja Takuya bisa membalas pesannya. Sekarang waktu menunjukan pukul tiga pagi. Waktu ronda malam sudah habis. Maka dari itu, Takuya kini masih terjaga. Mungkin sebentar lagi Takuya akan tertidur.

Rista mengetikan pesan kembali.

To : My beloved
Aku tadi tidur. Cuma, aku terbangun hehehe. Jadi deh balesin pesan kamu.

Ia berkata jujur, tapi ada sedikit kebohongan. Ia terbangun bukan karena ketidaksengajaan. Daritadi sebenarnya ia menunggu. Menunggu balasan Takuya. Hingga ia ketiduran. Dan saat mendengar ponselnya bergetar, ia langsung terbangun. Jadi ia tidak sepenuhnya jujur saat membalas pesan Takuya.

[Takuya :
Oh gitu. Besok jogging yuk. Sekalian kita latihan buat test atletik 2 minggu lagi]

Besok adalah hari minggu. Sepertinya enak untuk kencan bermodus jogging. Tapi ia merasa badannya agak kurang sehat. Bahkan kini ia memakai selimut tebal sampai menutupi dadanya. Dingin. Mungkin ini akibat dari hujan-hujanan tadi. Sepertinya ia demam.

To : My beloved
Maaf aku ga bisa. Setelah hujan tadi, aku ngerasa agak demam. Maaf ya;( minggu depan aja gimana?

Sebenarnya ia tidak ingin menolak. Tapi apa daya, kakinya yang belum pulih dan badannya yang terasa kurang fit membuatnya tidak bisa mengiyakan ajakan Takuya.

[My beloved :
Iya gapapa. Maaf aku bahkan lupa kakimu masih sakit. Maaf. Maaf juga atas kejadian tadi]

[To My Beloved :
Sudahlah ,lupain kejadian tadi]

[My Beloved :
Yaudah km tidur gih. Istirahat. Cepet sembuh ya sayang:* Udah, gausah dibales. Langsung tidur aja. Luph you;*]

Hatinya menghangat membaca balasan dari Takuya. Kata-katanya biasa tetapi mampu membuatnya terenyuh.

Pesan Takuya bagaikan mantra. Setelah membacanya, ia merasa matanya menjadi berat. Perlahan tertutup. Dan mulai berkelana ke alam mimpinya.

***

Mentari pagi menyapa penghuni bumi. Sinarnya memberikan semangat kepada setiap insan. Begitupula penghuni rumah besar keluarga Prasetya. Mereka tengah sibuk dengan aktivitas masing-masing. Walaupun dihari minggu, mereka tetap melakukan berbagai kegiatan dimulai dari pagi hari. Kecuali Rista, pagi itu dia belum menampakan diri. Mungkin masih bermesraan dengan selimut hangatnya.

Mereka sudah duduk di depan meja maka untuk memulai aktivitas utama di pagi hari --sarapan. Sang ibu datang membawa nasi goreng yang ia buat dari dapur dan meletakannya di tengah-tengah meja persegi panjang itu. Melirik ke sekitar, lantas mengabsen peserta yang hadir untuk sarapan kali ini. Ia mengerjit. Merasa ada yang tidak lengkap.

"Rista mana?" tanyanya pada semua orang yang ada disitu.

"Mungkin masih di kamar, bu." Raka menjawab. Ibunya mengangguk. "Panggilkan dia. Suruh sarapan bersama!"

Raka beranjak, "baik, bu."

Ia berjalan menuju kamar Rista yang tidak jauh dari ruang makan. Dibukanya pintu yang tidak dikunci itu dengan perlahan. Saat pintu terbuka, ia bisa melihat dengan jelas, si bungsu masih memejamkan matanya. Selepas salat subuh tadi pagi, pasti ia tertidur lagi -dugaannya. Ia melangkahkan kaki menuju ranjang kecil di tengah ruangan itu.

Menepuk pipinya dua kali. Bermaksud mengusik tidur sang adik. Yang diganggu masih bergeming. Tetapi ia kaget saat menyentuh pipi Rista. Kulitnya hangat. Hangat yang tidak wajar. Lantas ia menyentuh kening Rista dengan punggung tangannya.

Ia menghela nafas. Pantas saja sang adik masih tertidur. Ternyata suhu tubuhnya panas. Ia demam. Merasa tidak tega membangunnya si bungsu, ia mundur dan berbalik hendak pergi menuju ruang makan lagi.

"Bu, Rista demam." Adunya.

"Pasti ini akibat kejadian kemarin." Yuki mengangguk mengangguk menyetujui pendapat sang ibu mertua.

"Yaudah kamu makan aja, Raka. Nanti ibu yang bangunkan Rista." Ibunya menyodorkan piring berisi nasi goreng kepada Raka. Dan ia pun menerimanya dengan senang hati.

***

"Rista, bangun sudah siang. Waktunya makan." Ia mengoyangkan badan sang anak agar terbangun. Sebelumnya ia telah meletakan bubur untuk anaknya di nakas hitam disamping tempat tidurnya.

"Eunghh," ia melenguh merasa terusik oleh kehadiran ibunya. Membuka matanya, dan melirik wanita paruh yang berada disamping kanannya. "Ita masih antuk, bu."

Ucapan anaknya yang terdengar manja, membuatnya terkekeh. Bagaimana bisa diusianya yang sudah remaja membuat suara manja bak anak kecil seperti itu?

"Makan dulu sedikit aja. Ntar minum obat. Terus ita bobo lagi, deh." Rista mengerucutkan bibirnya tidak suka. Ia masih ngantuk. Tapi terpaksa ia bangun karena tidak ingin ibunya kecewa.

Rista duduk dengan bersandar pada kepala ranjang. Lantas sang ibu menyodorkan mangkuk berisi bubur ke pangkuan Rista. "Makan sendiri ya, Ibu mau cuci piring dulu sebentar." Dan ia mengangguk.

Kini ia sedang menatap bubur dalam mangkuk itu. Terlihat enak. Tapi ia tidak nafsu untuk memakannya. Ia memaksakan diri untuk memasukannya kedalam mulut.

Hanya dua sendok yang bisa ia telan. Selanjutnya ia tidak ingin melanjutkannya. Ia meletakan mangkuk itu ke tempat asalnya. Dan mengambil satu butir obat juga air putih. Menenggak obatnya dan meminum airnya. Setelahnya, ia berbaring lagi.

Hampir seharian ia berbaring untuk memulihkan kondisi tubuhnya. Agar esok ia bisa kembali bersekolah.

***

Seperti hari sabtu kamarin, rumah Rista kembali ricuh oleh perdebatan kakak-beradik itu. Hanya mempermasalahkan alas kaki untuk Rista. Bedanya, kini Rista yang menang. Dan ia memakai sepatu hari ini.

Hari senin kali ini berbeda dari biasanya. Karena ia diantar ke sekolah oleh ayahnya menggunakan mobil. Jarang-jarang ia berangkat bersama sang ayah. Biasanya ia lebih memilih naik angkot. Atau diantar oleh sang kakak dengan motor. Sebenarnya ia orang berada. Masih ingat kan dengan pekerjaan Ayahnya? Yaps, seorang CEO. Tetapi ia lebih memilih hidup sederhana.

Ayahnya khawatir jika Rista naik motor, karena kondisi Rista yang baru pulih, kasian katanya takut kedinginan. Padahal didalam mobil juga ada AC, sama-sama dingin.

***

Waktu istirahat tiba, ia dan Suzy datang ke kantin untuk mengisi energi. Rista berjalan sedikit lancar, kakinya sudah agak bisa digunakan untuk berjalan, walau masih sama -terpincang-pincang-. Tapi ia merasa ada perkembangan. Karena ia mulai terbiasa menggunakan kakinya.

Namun saat tadi upacara, ia membolos. Memilih untuk duduk diam di kelas. Jika ada orang yang kontrol, ia akan berkata jika dirinya baru sembuh dari sakit. Ia tidak ingin upacara, karena ia takut tumbang. Juga ia ingat betul, penyampai amanat kali ini adalah kepala sekolah. Biasanya amanat yang disampaikan tidak pernah sebentar.

Ia duduk dengan lesu di salah satu meja yang berada disudut kantin. Menghela nafas. Lalu menekuk wajahnya. Ia benar-benar kesal hari ini. Hingga batagor yang ia pesan diabaikannya begitu saja. Es teh di sebelahnya perlahan kehilangan es batunya karena mencair. Rista benar-benar kesal hingga tak berniat menyentuh pesananannya.

Suzy menepuk pundaknya, menatapnya sambil tersenyum. Rista menoleh. "Udahlah, Ta. Mingdep kan masih ada remidi. Masih bisa diperbaiki kan? Udah jangan dibete-bete-in gitu mukanya."

"Kalau aja kamaren gue ga tidur terus, mungkin tadi gue bisa ngisi soal-soal matematika itu." Rista mempout bibirnya sebal. Sungguh moodnya buruk.

Tadi saat jam pertama, ia langsung ujian. Ia bahkan lupa jika hari ini ada ujian. Akhirnya ia mengarang untuk mengisinya. Sebenarnya soal itu tidak sulit. Hanya saja ia lupa cara menjalankannya. Fatal memang. Dan hasil ujian dibagikan pada hari itu juga. Ia langsung membuangnya. Karena ia mendapatkan nilai empat puluh. Sungguh ia tidak sudi lagi melihat nilai itu.

"Gimana kalau kita taruhan?"

Suara itu. Suara yang sangat famiiliar ditelinganya. Suara Sexy yang sangat ia rindukan setiap hari.

Ia mendongkak. Menatap sosok yang masih berdiri itu. Lantas ia mengerjit. Seolah meminta penjelasan atas apa yang dikatakan oleh cowok inggi bersurai coklat di depannya itu.

Si cowok itu tersenyum lantas duduk dihadapan Rista.

***

To be continue

Maaf telat update. Mwehehehe. Kemaren saya stuck. Bingung mau lanjut gimana. Akhirnya mengulur waktu. Dan hari ini baru selesai wkwkwk. Ngaret. Harusnya hari jumat update. Duhhh. Jeongmal mianhae readers-nim.

Semoga tidak mengecewakan. Aduh ga kerasa udah part 21 wkwkwk. Alhamdulillah. Cepet ending nih keknya. Semoga. Wkwk

Kritik dan saran sangat diperlukan untuk keberlangsungan ff ini.

Eh btw, Saya sampe lupa belum pernah ngepost visual tokoh Suzy disini. Wkwkwk. Noh Suzy. Alias Bae Suzy. Alias sohibnya Rista. Wkkwk

Yaudah segitu aja bacotan saya di part ini. Semoga saya cepet update lagii. See you di chap selanjutnya. Luph you 😚

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top