20. Hampir
Ayahnya meletakkan Rista di ranjang miliknya dengan hati-hati. Setelahnya ia berjalan keluar dan berpapasan dengan Yuki yang sedang khawatir. "Obati dia! Lukanya kembali berdarah."
Yuki menutup mulutnya kaget. Mengangguk dan berlari ke dapur untuk mengambil perban dan obat merah. Setelah mendapatkannya, ia menerobos masuk ke dalam kamar Rista untuk mengobati lukanya.
Sedangkan Ayah Rista kembali ke ruang tamu. Dan alangkah kagetnya ia saat melihat seorang cowok sedang berdiri diambang pintu dengan seragam basah kuyup. Yoga.
Ia kira pemuda itu sudah menghilang. Nyatanya masih berdiri di sana. Pemuda itu menunduk. Tangannya memeluk lengan. Ia terkekeh saat melihat cowok itu bersin akibat udara dingin. Pasti cowok itu kedinginan.
Tn. Prasetya mendekatinya, "kamu belum pulang?" tanyanya kepada pemuda itu yang perlahan menaikkan kepalanya.
"Iya Om, ini juga mau izin dulu sama om. Hehe." Pemuda itu cengengesan. Mencoba mencairkan suasana yang agak canggung itu.
"Masuk dulu aja, kebetulan cemilan di rumah saya sudah habis. Jadi saya ga akan nyuguhin apa-apa sama kamu." Ia tertawa. Sedangkan Yoga terbelalak. Apa-apaan Ayahnya Rista ini? Mencoba becanda dengannya? Itu justru terdengar menyebalkan. "Mari duduk!"
Mau tak mau ia menuruti perintah Ayahnya Rista yang telah duduk mendahuluinya. Kini ia duduk berdua dengan sang tuan rumah di kursi panjang yang berada di ruang tamu. Sang tuan rumah menaikkan sebelah kakinya dan menumpuknya pada kaki yang lain. Sedangnya Yoga dia duduk dengan kaku. Belum terbiasa berdekatan dengan manusia seperti Ayahnya Rista.
Sang tuan rumah melirik ke arahnya dan bertanya, "Jadi kamu pacarnya Rista?" Yoga menoleh dan menatapnya kaget. Bagaimana bisa ia disangka pacarnya Rista? Ia memang menyukai Rista dan sempat menembaknya. Dan Rista menolaknya. Tetapi ini juga bukan saatnya mengiyakan apa yang ditanyakan Ayah Rista. Ini bukan saatnya mengambil kesempatan dalam kesempitan.
Yoga menggeleng," bukan om. Pacar Rista itu Takuya bukan saya."
"Kirain kamu."
"Saya keduluan om. Coba kalau sama gercep. Mungkin saya akan jadi pacar Rista." Ayah Rista menggut-manggut pertanda paham.
"Pas sakit Rista bilang, pacarnya akan kemari. Tapi sejauh ini yang sering ke sini cuma Suzy. Masa mereka pacaran. Ih amit-amit deh." Ayahnya bergidik ngeri dengan perkataannya sendiri.
"Masa Takuya belum pernah ke sini om?" tanya Yoga penasaran. Pasalnya, ia yang bukan pacarnya saja, sudah beberapa kali datang ke rumahnya --walaupun sempat nyasar. Lalu Takuya yang mengaku pacarnya, masa belum pernah datang ke rumahnya. Miris sekali.
"Kalau nganterin sih pernah. Tapi masuk ke rumah belum sekalipun." Ia mencoba memastikan isi curahan hati sang anak beberapa hari lalu. "Kenapa ya? Padahal rumah om ga malu-maluin. Ga berantakan. Kenapa dia gamau ke sini? Om juga ga galak , ya'kan?"
Ia melirik Yoga menunggu Yoga membenarkan apa yang ia katakan.
'Galak sih nggak. Tapi agak nyebelin'
Sebenarnya Yoga ingin mengungkapkan kata tersebut. Tapi sayang, ia sungkan. Ia hanha mengangguk mengiyakan.
"Sudah sore pulang gih. Nunggu hujan reda juga percuma. Seragam kamu udah basah. Lanjutin aja hujan-hujanannya." Ayah Rista mengusirnya. Itu bukan sekedar usiran. Apa yang dikatakannya benar adanya. Walaupun terdengar menyebalkan.
"Baik, om. Saya pulang dulu." Ia beranjak. Berpamitan dengan sang tuan rumah. Melangkah keluar rumah untuk pulang. Setelahnya hanya deru mesin motor yang terdengar dan perlahan menjauh.
Tak berselang lama, Raka duduk di kursi yang berada di sebelah sang Ayah. Ia baru pulang dari kantor setelah Rista tiba di rumah. Ia langsung menganti pakaiannya yang basah dan memakai pakaian rumahan yang layak.
"Siapa, yah barusan?" tanyanya.
"Temennya Rista," jawabnya seadanya. Raka mengangguk.
Kemudian ia teringat sesuatu. "Yah, tadi pas Raka mau ke rumah. Raka liat cowok pake motor di gerbang. Dia pake baju seragam kayak cowok barusan. Sepertinya mereka satu sekolahan. Pas Raka udah mau deket ke gerbang, dia udah menjalankan motornya. Pergi. Siapa ya dia , Yah?"
Sang Ayah beranjak dari duduknya. "Apa peduliku," ucapnya santai sambil berjalan meninggalkan Raka sendirian di ruang tengah.
Ia menghela nafas. Sifat ayahnya yang menyebalkan sekarang sedang kambuh. Dan ia harus maklum akan itu.
***
Takuya pulang dengan seragam yang basah kuyup. Ia segera mandi dan berganti pakaian setelah sampai di rumah.
Sebenarnya tadi, ia mengikuti Rista dari halte. Saat akan mendekatinya, ia menghentikan langkahnya. Karena ada seseorang yang lebih dulu merangkul Rista. Memberi kehangatan padanya. Dan membawanya pergi. Jujur ia cemburu pada cowok itu. Tapi apa daya, ia yang kurang cepat hingga memberi celah bagi orang lain untuk menyentuh miliknya. Lagi-lagi ia merutuki kebodohannya.
Ia berjalan kembali menuju motornya. Menyalakannya dan mengikuti motor yang ditumpangi Rista.
Jujur, ia ingin sekali memeluk tubuh mungil yang sedang tak berdaya itu. Ia terlihat lemah. Dan bodohnya orang itu meletakkan Rista dibelakang. Bagaimana jika Rista tiba-tiba jatuh? Oh tidak! Siapapun orang itu, Takuya membencinya.
Ketika motor itu terparkir di depan rumah Rista, ia hanya menghentikan motornya di gerbang itu. Matanya memanas saat ia melihat Rista digendong lagi oleh cowok itu. Harusnya ia yang berada di poisisi itu. Harusnya ia yang menggendong Rista. Oh shit! Takuya benar-benar membenci pria itu. Brengsek!
Ia menunggu tuan rumah, siapapun itu dari dalam sana keluar dan mengambil alih Rista dari cowok brengsek itu. Ia tidak suka. Dan ketika pintu rumah terbuka, tidak lama kemudian Rista dibawa masuk oleh seorang pria tinggi berkulit putih. Ia menghela nafas lega. Setidaknya orang yang ia cintai pulang dengan selamat.
Sang surya perlahan turun untuk kembali ke peraduannya. Digantikan oleh Bulan pertanda malam telah menyapa.
Takuya menghela nafas. Kemudian membaringkan badannya. Mengistirahatkan tubuh serta pikirannya. Menutup mata sejenak. Kemudian membukanya kembali. Menatap langit-langit kamarnya. Ia teringat pada Rista.
Perlahan ia meraih ponsel yang berada disampingnya. Membuka lockscreen nya dan melihat notifikasinya. Dilihatnya, tak ada pemberitahuan masuk ke ponselnya. Ia mengernyitkan dahi. Kenapa kekasihnya tak menghubunginya? Kemudian ia menepuk jidatnya. Wajar saja tidak ada notifikasi di ponselnya, karena ia mematikan data selulernya.
Ia lalu menghidupkan internetnya. Hanya notifikasi dari orang-orang yang tidak penting dan tidak ia harapkan yang datang. Lantas ia mencari applikasi yang biasa ia gunakan untuk chatting dengan Rista.
Dilihatnya, tidak ada satupun pesan masuk dari yang ditunggu-tunggu. Ia menghela nafas. Berfikir. Kata apa yang akan ia kirimkan kepada kekasihnya itu.
Jari-jarinya yang lentik menari-nari diatas layar ponselnya. Mengetikkan sesuatu. Setelahnya ia mengirimnya kepada Rista.
Kini ia menunggu balasan. Tapi hingga lima menit berlalu, yang ia tunggu tak kunjung datang.
Menghela nafas, dan mengetikan pesan lagi. Ia tidak akan menyerah. Jika perlu, ia akan spam chat padanya. Tapi ia sadar, itu akan percuma, saat melihat aktivitas terakhirnya sekitar dua jam lalu. Ia yakin, Rista terakhir online pas tadi di sekolah.
Akhirnya ia menyerah, dan mengetikan pesan terakhirnya untuk malam ini. Atau mungkin untuk selamanya jika Rista tidak mau memaafkannya.
Setelah selesai. Ia mematikan ponselnya. Dan mengisi dayanya yang sudah lemah itu. Lantas ia memejamkan matanya dan mulai berkelana di alam mimpi.
***
Rista membuka matanya perlahan dan menampilkan manik mata yang biasanya cerah kini terlihat sayu. Mengerjapkannya berkali-kali untuk menyesuaikan cahaya yang masuk ke retinanya.
Ia merasakan badannya lemas. Dan hawa terasa dingin. Lantas ia menaikan selimut tebalnya untuk menutupi seluruh tubuhnya. Dingin. Dan ia mengigil. Mungkin karena hari sudah malam dan jendela kamarnya belum ditutup.
Perlahan ia bangkit dari tidurnya. Berjalan perlahan menuju jendela. Dan menutupnya rapat. Agar udara tidak masuk lagi ke dalam dan membuatnya lebih kedinginan. Ia menatap kaki kirinya. Sial! Kaki itu kembali diperban. Pantas saja, jalannya terasa tidak nyaman.
Setelah selesai ia akan kembali ke ranjangnya dan duduk dipinggirnya. Dingin terasa kembali. Seingatnya ia telah menutup rapat jendela. Dan kenapa masih terasa dingin? Oh apakah suhu tubuhnya sedang tidak normal sekarang? Kemudian ia masuk kembali ke dalam selimut.
Tidak terasa hari sudah malam, dan hujanpun sudah reda. Bahkan ia tidak ingat sejak kapan ia tertidur. Ia melupakan banyak hal. Mandi sore yang terlewat. Makan malam bersama keluarga. Bahkan acara favorite-nya.
Ia mengedarkan pandangan ke sekeliling kamarnya yang terasa sepi. Mencari keberadaan sesuatu. Dan berhasil. Yang ia cari sedang menggantung pada paku yang berada di kamarnya --sebuah tas sekolah miliknya.
Benda hitam itu, ia raih. Dan membuka isinya. Mencari keberadaan benda persegi yang seingatnya dimasukan kedalam situ. Dan iapun memekik senang, tatkala ia mendapatkan benda itu.
Ia membawanya ke ranjang. Mengaktifkan data selulernya. Dan menunggu notifikasi datang.
Dan wahh, alangkah terkejutnya ia saat ponselnya bergetar ribuan bahkan ratusan kali. Itu pasti dari grup kelas. Dan grup-grup aneh lainnya. Sejenak ia meletakkan ponselnya di sampingnya. Ia merasa tangannya kesemutan jika memegang benda yang terus bergetar itu.
Setelah cukup tenang, ia meraihnya lagi. Dan membaca satu per satu pengirim pesan. Dan matanya fokus pada satu nama kontak.
Yaitu, My Belobed.
Ia membuka pesannya. Membacanya satu persatu. Menelaah isinya.
Yang
Sayang
Online dong sayang
Sayang, kuharap kamu sedang tidak dalam keadaan salah faham
Kamu tahu? Aku memang menyesal
Aku benar-benar menyesal
Menyesal karena tidak mencintaimu sejak dulu
Menyesal karena tidak mengenalmu sejak dulu
Ternyata Kamu istimewa
Sangat
Kumohon maafkan aku jika kamu salah faham
Maaf
Tapi jika kamu tidak ingin memafkanku
Aku tak mengapa jika kisah ini harus berakhir sampai di sini
Deg.
Rista bergeming. Berfikir dan mencerna setiap kata yang dikirimkan oleh Takuya.
Sungguh ia tidak menyangka, Takuya akan mengatakan itu padanya. Tidak pernah sedikitpun terbersit dalam ingatannya, jika Takuya akan melontarkan kata itu. Ia benci itu. Ia tidak ingin kisah ini berakhir sampai disini. Ia masih mencintainya. Masih menyayanginya. Dan masih ingin memilikinya. Ia berharap, ia belum terlambat untuk membalas pesannya.
Ia memukul-mukul dada kirinya yang terasa sesak kembali. Perlahan liquid bening meluncur dari mata indahnya. Ia menangis diantara keheningan malam. Menutup mulut, berusaha agar isakannya tidak keluar dan mengganggu penghuni rumah yang pastinya sudah terlelap.
Hari semakin larut dan mendekati tengah malam. Ia yakin, pesannya tidak akan mendapat balasan. Tapi setidaknya ia telah berusaha.
***
To be continue
Mohon dikoreksi atas segala kesalahan. Kritik dan saran sangat diperlukan untuk kemajuan saya. Dan keberlangsungan ff ini.
Sebenarnya saya tidak yakin dengan adanya silent readers/siders. Tapi melihat view part yang kemarin yang mudah sekali naiknya. Saya jadi agak sedikit yakin.
Dear, siders (jika ada)
Jujur saya tidak marah kok sama siders, justru saya berterimakasih karena sudah menyempatkan diri untuk mampir di karya saya. Siders, Muncullah di komentar, kapanpun itu agar saya dapat mengetahui keberadaanmu. Jika memang karya saya tidak pantas mendapatkan vote dari anda, tidak apa-apa saya ikhlas. Mungkin karya saya masih belum layak. Saya akan meningkatkan kemampuan saya. Maka dari itu, koreksi sangat diperlukan. Muncullah, agar saya tahu kesalahan saya dimana. Terimakasih.
A/N : Em jika ada pendeskripsian yang salah, mengenai cast. Saya mohon maaf.
Mungkin ada yang nanya, mata Takuya emang coklat? Gatau sih. Tapi kalau bukan coklat bodo amat. Ini Takuya ala Author. Saya pengennya Takuyanya mata coklat wew. Suka-suka Authorlah pokoknya. Ini lapak saya kok. Jangan ribet jangan riweuh! Apalagi sampe koar-koar ga jelas! 😂
Btw, HAPPY BIRTHDAY OM HEECHUL ALIAS BAPAKNYA RISTA ALIAS TN. PRASETYA.
SEMOGA MAKIN CANTIK. MAKIN EVIL. MAKIN DEWASA. CEPETAN NIKAH YE WKWKWKWK🎁🎉🎊🎀🐈🐺🐱
Lagi karaoke-an dia
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top