18. Menunggu

"Rista, hari ini tepat semimggu lo jadian sama Takuya, kan?" Suzy bertanya. Suzy kini sedang duduk dipinggiran ranjang milik Rista. Sepulang sekolah ia langsung ke sini untuk menjenguk sahabatnya yang tadi tidak masuk sekolah.

Rista mengangguk. Tetapi matanya hanya fokus pada permainan yang ada di psp milik kakaknya. Raka kasian pada adiknya yang pasti akan merasa bosan dan kesepian berada di kamar pribadinya.

"Dia ga jenguk lo?"

Rista menggeleng. "Bahkan sejak kamaren dia ga ngechat gue." Suzy menganga tak percaya akan apa yang dilontarkan Rista. Pacar macam apa Takuya itu? Kekasihnya sakit bukannya dijenguk, eh ini malah enggak nanya kabar sama sekali. Jika Takuya ada di depan matanya, mungkin ia sudah mengampar cowok itu.

"Dia juga ga nanyain lo tadi di sekolah."

"Yah, kalah lagi!" Pekik Rista tiba-tiba yang membikin Suzy kaget.

Pletak

"Aw Appo!" Ucap Rista seraya mengusap-ngusap kepalanya akibat jitakan Suzy.

"Makanya kalau ada orang yang ngajak ngomong itu didengerin!" Bentak Suzy.

"Iya-iya gue denger, kok." Suzy tak merespon. Ia menunggu kelanjutan dari ucapan Rista. "Gue jadi pengen udahan sama dia."

Suzy mendengus. "Baru aja seminggu udah nyerah lo, ta?"

Rista menghela nafas.

"Heh ini masih awal, jangan nyerah gitu dong. Lewat pacaran lo akan mengalami hal-hal yang belum pernah lo alami. Masih banyak lika-liku cinta yang akan lo hadapi. Selow, lo pasti bisa bertahan. Lo pasti bisa melewati semuanya. Yakin deh! Figthing!" Suzy menyemangati Rista bagaikan berorasi.

Rista mengangguk dan Suzy tersenyum puas.

"Eh, iyaa.  Ini ada tugas buat lo." Suzy menyodorkan sebuah catatan kecil pada Rista.

"Anjir, lo. Gabisa apa liat gue tenang sehari aja tanpa tugas?" Suzy cengengesan setelah mendengar ucapan Rista. "Bilang makasih kek ke gue udah bawain lo tugas dengan kerelaan hati."

Rista memutar bola matanya malas. "Makasih!" Semburnya didepan wajah Suzy.

Dan suzy tersenyum tanpa dosa.

"Yaudah gue balik dulu ya. Lo cepet sehat biar bisa ketemu Takuya di sekolah. Biar gua ga ngirimin lo tugas lagi." Rista menatapnya tanpa ekspresi.

"Gue ga minta lo bawain gue tugas."

"Hehe bener juga sih."

"Yaudah sonoh balik." Usir Rista. Suzy melenggang pergi dari kamarnya. Dan kamar itupun kembali sunyi.

***

Sudah empat hari Takuya tidak menghubunginya. Sabar. Hanya itu yang bisa ia lakukan. Ia juga tak terlalu memikirkan Takuya sebenarnya. Dan juga tak banyak memegang Hp karena ada tugas-tugas yang Suzy kirimi setiap hari. Membuat pikirannya teralihkan. Ia menjadi sibuk mendadak. Suzy memang teman yang baik, bukan? Datang setiap hari ke rumahnya dengan membawa 'bingkisan istimewa'. Sungguh teman 'idaman'.

Kini kakinya sudah membaik. Lukanya sudah mulai mengering. Walau masih diperban. Tapi ini masib agak mending dibanding saat insiden itu terjadi.

Drrt drtt

Handphone yang berada dimeja belajarnya bergetar. Ia bangkit dari ranjangnya dan berjalan mendekati sumber suara itu dengan sedikit terpincang-pincang. Bukan karena sakit dia berjalan seperti itu. Dia hanya tak terbiasa dengan perban yang melempel di telapak kakinya. Itu menyulitkannya dalam berjalan.

Ia menatap layar ponselnya yang menampilkan sebuah panggilan suara. Lalu ia menggeser tombol hijau untuk mengangkatnya. Dan menempelkannya ke telinga kiri.

"Yeoboseo."

"..."

"Hehehe. Maaf, maksudnya Hallo."

"..."

"Oh pantesan."

"..."

"Iya gapapa."

"..."

"Okey."

Dia menutup panggilan dari Takuya itu. Iya, yang barusan yang menelpon adalah kekasihnya yang baru menghubunginya setelah empat hari tanpa kabar.

Barusan Takuya bilang, ia sedang di luar kota. Dan susah sinyal. Makanya ia tak menghubungi Rista. Tadinya Rista akan marah padanya. Tetapi mendengar penjelasan darinya, hati Rista luluh.

Pantas saja, ia seperti hilang ditelan bumi. Ia juga tidak bilang akan ke luar kota. Wajar saja kan jika ia berprasangka buruk?

Merasa kakinya sudah agak mendingan, Ristapun berniat akan bersekolah pada hari sabtu besok.

***

"Bang, kenapa gue harus pake sendal sih, ah? Gue masih punya sepatu!" Teriak Rista saat sang kakak tak mengizinkannya mengenakan sepatu.

"Kaki lo masih diperban. Masa pake sepatu sih. Ntar kalau lecet gimana? Kalau lembab gimana?"

"Kan pake perban. Ga bakal lecet bang," ucap rista lirih.

"Ahh, pokoknya lo ga boleh pake sepatu!" Itu adalah perintah mutlak  Raka. Tak ada celah untuk menolak.

"Serah bang serah!" Teriak Rista Frustasi.

"Lagian gue yang sekolah kok abang gue yang ribet," gumam Rista yang tak di dengar oleh Raka karena ia telah melanggang pergi ke halaman rumah.

Begitulah pagi pertama Rista bersiap ke sekolah setelah dia izin sakit beberapa hari lalu. Kakaknya yang possesif dan Rista yang perfeksionis menjadi awal keributan di rumah itu.

Raka kasihan pada adiknya. Takut adiknya tak nyaman jika harus mengenakan sepatu. Tetapi Rista lain. Dia beranggapan jika sekolah tak mengenakan sepatu itu terlihat tidak serius. Tidak sedap dipandang. Maka dari itu, ia daritadi menolak permintaan Raka.

Tapi Raka yang lebih tua jelas akan menang dalam perdebatan itu.

***

Rista sedang duduk sendiri di kelasnya. Tak ada siapapun selain dirinya. Teman sekelasnya masing-masing pergi ke tempat pelarian saat jam istirahat. Seperti: kantin, atau perpustakaan. Apa daya Rista yang memakai sendal ke sekolah itu tak mampu kemana-mana. Untuk ke kantin saja dia tidak diperbolehkan oleh Suzy. Hingga akhirnya dia menitip jajanan pada sahabatnya itu. Sebenarnya bukan itu alasannya tidak keluar kelas. Dia malu. Sudah kubilang, Rista itu orang yang perfeksionis. Dia malu memakai sendal. Juga takut bertemu guru BK. Pasti dia akan di tegur karena tentu saja karena dia memakai sendal.

Rista menghela nafas. Lebih baik bersembunyi di dalam kelas. Sepertinya lebih aman --pikirnya.

Tap tap tap

Suara langkah kaki terdengar mendekat saat ia sedang sibuk dengan ponselnya. Ia menengadah, berharap sahabatnya yang datang membawa serta makanan yang ia pesan. Tetapi saat manik matanya bertemu dengan orang yang mendekatinya, dia terbeliak. Dihadapannya kini, bukan seorang yang sedang ia tunggu-tunggu.

"Hai. Aku rindu kamu." Sapa orang itu. Sudut bibirnya melengkung ke atas membentuk sebuah senyuman manis. Tak lupa tahi lalatnya ikut bergerak. Menambah kesan tampan yang memang melekat pada dirinya.

Perlahan Rista ikut tersenyum. Jujur ia juga merindukannya. Merindukan suaranya. Merindukan senyuman mautnya. Merindukan tatapannya yang tajam namun penuh cinta. Sungguh Rista merindukan sosok yang berada dihadapannya ini.

Hingga ia lupa. Kemarin Takuya tak memberi kabar padanya. Kemarin Takuya tak menjenguknya. Mungkin juga Takuya tak mengetahui ia sakit.

Sungguh ia lupa. Tadinya ia akan membenci Takuya. Tetapi setelah melihat tatapannya yang menyejukan, Rista luluh. Ia lupa niatnya. Ia amnesia karenanya.

"Aku juga."

Takuya duduk di kursi yang berada di depan meja Rista. Kaki kanan dan kirinya berada di sisi kursi yang berbeda. Wajahnya ia letakkan di telapak tangan kanannya yang ia tumpukan ke meja. Ia memandangi wajah Rista.

"Apaan sih liatnya gitu amat." Rista tersipu. Lalu menundukan kepalanya. Pipinya memerah menahan malu karena kini ia tengah diperhatikan oleh kekasihnya.

"Aku rindu kamu tau," ucap Takuya masih dalam posisinya.

"Iya aku tahu." Sungguh Rista kini tak berani menatap Takuya. Memang, ia merindukan Takuya. Tapi ia tak sanggup menatap matanya dalam jarak yang limit ini. Ia malu.

Beberapa menit berlalu, hanya keheningan yang mendera diantara keduanya. Hingga derap langkah kaki terdengar membuat mereka tersadar. Takuya menegakkan tubuhnya kembali dan melihat jam tangan hitam yang bertengger di pergelangan tangan kanannya.

"Aku ke kelas dulu, ya. Aku ada tugas. Lagian kamu udah ga sendirian sekarang. Temen-temen kamu udah balik ke kelas." Takuya beranjak berdiri hendak pergi. Rista mengangkat kepalanya.

Baru dua langkah, ia berbalik menatap Rista. "Em, nanti kita pulang bareng, ya. Kamu jangan pulang duluan. Tunggu aku. Aku akan ke sini." Rista mengangguk.

Takuya tersenyum lagi hingga matanya tenggelam. Ristapun membalas senyumannya. Dan Takuyapun pergi dari kelasnya.

***

Baru beberapa menit yang lalu kelas Rista berakhir. Ia kini sedang membereskan barang-barangnya. Beberapa temannya sudah meninggalkan kelas. Suzypun kini bersiap akan pulang.

"Ayok!" Ajaknya.

"Duluan aja." Suzy sudah beranjak dari duduknya. Sedangkan Rista masih tetap dalam posisinya.

"Mau dijemput, ya?" Rista mengangguk.

Iya, maksudnya dijemput Takuya.

"Yaudah duluan, ya." Suzy melambaikan tangan ke Rista.

Ia kini sedang menunggu sang pangeran. Menunggu, menunggu, dan menunggu. Kenapa akhir-akhir ini dia hobby menunggu? Entahlah. Mungkin sudah takdirnya untuk menunggu.

Tok tok tok

Rista tersentak kaget saat ia mendengar seseorang mengetuk jendela yang berada di sisi kanannya. Ia menoleh dan mendapati Takuya sedang mengintipnya. Lantas ia terkekeh melihat kelakuan sang kekasih.

Takuya membuka jendela dan menyembulkan kepala ke dalam. Agar ia bisa leluasa melihat Rista.

"Maaf, ya. Akunya ada rapat OSIS mendadak. Kamu gapapa kan nunggu. Sebentar, kok," ujar Takuya. Wajahnya murung karena ia takut mengecewakan sang kekasih.

"Aku nunggu kamu kok." Rista tersenyum. Mata Takuya melebar tak percaya akan jawaban yang dilontarkan Rista. Tak menyangka bahwa kekasihnya tidak keberatan.

"Okey tunggu, ya. Jangan bosen. Kalau bosen baca buku aja. Atau baca status orang. Nanti aku ke sini lagi okey!" Ia menutup jendela itu perlahan. Dan berlari menaiki anak tangga. Mungkin rapat kali ini akan dilaksanakan di lantai tiga.

Setelah Takuya menghilang dari pandangan. Ia mulai menuruti apa yang disarankan oleh Takuya. Membuka buku pelajaran hingga membaca status orang. Aneh. Kenapa seperti ia patuh kepada apa yang diperintahkan Takuya? Ia bagaikan istri yang taat kepada suaminya.

Rista terlarut dalam aktivitas menunggunya. Bahkan ia tak sadar, Takuya belum kembali sejak satu jam yang lalu.

"Hosh hosh hosh." Nafas seseorang terdengar memburu. Ia menghentikan aktivitasnya dan menemukan Takuya sedang tertunduk dengan kedua tangannya yang bertumpu pada lutut.

"Kenapa lari-lari?" Tanya Rista khawatir.

Takuya menegakkan kembali posisinya. Menatap Rista dan menampilkan cengengesan. "Aku takut kamu pulang duluan."

"Ada-ada aja." Takuya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Sebenarnya ia lega karena Rista masih menunggunya. Tetapi ia bingung kenapa ia harus berlari seperti tadi?

"Tadi aku di kasih permen sama temen. Disuruh dikasihin ke kamu." Takuya merogoh kantung celananya. Dan mengeluarkan sebutir permen yang dibelakangnya ada kata-kata. "Nih." Ia meletakkannya di meja Rista.

Rista mengambilnya. Dan membacanya. Jujur ia buta bahasa inggris. Maka dari itu, tanpa tahu artinya wajahnya kini memerah. Ia pikir ini sebuah kata yang romantis.

"Artinya apa?" Tanya Rista masih memandang permen itu.

Takuya mengedikan bahu. "Gatau."

"Eh, aku ke ruangan dulu ya. Takut dicariin. Tunggu aku okey. Takkan lama kok." Rista mengangguk. Dan sedetik kemudian, Takuya sudah menghilang dari hadapannya.

Rista memang tak mengerti bahasa Inggris. Tapi ia tak cukup bodoh untuk tidak mencari tahu arti sebenarnya dari kamus online.

Ia membuka ponselnya. Mengetikkan kata yang tertulis dibalik permen itu. Lalu ia translate.

Loading.

Ia masih setia menunggu.

Tak lama kemudian layar ponselnya menampilkan arti kata tersebut.

Senyuman yang daritadi bertengger diwajah manisnya, kini lenyap. Berubah menjadi wajah penuh ketidakpercayaan.

Ia tidak percaya. Ia kecewa. Apa-apaan ini TAKUYA?

To Be Continue

Hayo tulisannya apa hayo?, penasaran kan?? Saia juga penasaran banget. Ahahahah. /ketawa evil

*

Jangan terlalu dipikirin, ntar stres lagi. Mending liat Takuya maen Tiktok

Tetew ✌✌

Rista yang selalu setia menunggu. Menunggu apdetan author. Wkwkwkwk.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top