14. DOUBLE DATE
Rista : Takuy dating kuy
My Beloved : kuy
Rista : ditunggu di caffe depan taman kota jam satu siang hari minggu no ngaret ngaret club.
My Beloved : anjayy, siapp ibu negara.
Rista : anjir lu
My Beloved : wkwkwk bahasanya jangan elu gue dong.
Rista : maunya apa?
My Beloved : aku kamu aja biar lebih intim
Rista : cih emang ngaruh?
My Beloved : ya nggak sih, tapi biar enak aja gitu dengernya.
Rista : yaudah terserah kamu aja.
My Beloved : oke.
Dan akhirnya, kami mengakhiri chating singkat itu. Ehm ngomong-ngomong, siapakah My beloved itu? Menurut kamus bahasa inggris, beloved artinya adalah kekasih. Dan jika ditambah my, artinya jadi kekasihku. Dan tentu saja kekasihku adalah Takuya.
Iya, baru saja aku chating dengan Takuya. Kenapa lontak Takuya diganti jadi my beloved? Karena apa ya? Aku tak tahu pasti, tapi aku suka nama itu.
Tiga hari lagi, acara dating yang ditunggu-tunggu akan terselenggarakan. Akhirnya aku bisa dating dengannya. Ini adalah dating pertama kami. Aku sudah tidak sabar menunggu saat itu tiba. Semoga tidak mengecewakan.
***
Hari minggu tiba, aku kini sedang berdiri di depan kaca, memantaskan diri dengan penampilanku kini. Hari ini aku akan kencan dengan Takuya. Kencan pertamaku. Aku tersenyum tanpa henti dalam setiap aktivitasku hari ini. Bahkan sebelum hari ini, aku gelisah. Aku benar-benar tak sabar. Aku sangat menanti moment ini.
Setelah dirasa sudah rapi, aku keluar dari kamar dan meminta izin pada ibu. Di ruang tamu, Suzy sudah menungguku.
Setelah meminta izin pada ibu, kamipun beranjak dan keluar menuju halaman rumah. Kulihat, di sana tak ada motor Suzy. Temanku ini memang benar-benar menepati ucapannya.
Setelah berdiskusi panjang, kami memuntuskan untuk berjalan kaki. Karena kurasa, dari rumah ke taman kota tidak terlalu jauh. Takkan membuat kaki bengkak. Jalan kaki kan sehat, apalagi siang-siang jam setengah satu begini. Sehat di badan, juga sehat di kantong. Karena aku tidak perlu mengeluarkan uang untuk ongkos.
Aku sebenarnya tak masalah jalan kaki. Tapi berbeda dengan Suzy, di sepanjang perjalanan, dia tak hentinya menggeruti. Melontarkan berbagai kata umpatan yang indah. Sesekali marah-marah. Menendang tanpa arah. Fyuhh, aku gerah hati melihat tingkahnya. Apalagi saat melihat penampilannya. Dia hari ini memakai hoodie hijau yang cukup tebal. Mungkin itu salah satu penyebab dia menggeruti tak karuan.
"Lu kenapa pake jaket, Suz?" Aku penasaran, di siang bolong begini dia rela kepanasan memakai jaket. Ditambah rambutnya yang panjang, kini digerai indah. Ah sekarang sudah tak indah sebenarnya, karena rambut dipinggir wajahnya lepek akibat keringat. Uhh keindahan yang kini ternodai.
"Ini jaket kapel tau," jawabnya seperti anak kecil sambil memanyunkan bibirnya.
"jelek," cibirku. Aku jujur, jaketnya sangat jelek. Dan aku berani bersumpah, jika aku diberipun, aku tak sudi menerimanya.
Suzy menatapku dengan sinis. Dan aku hanya acuh.
Hingga sampailah kami di cafe yang kami maksud. Cafe dengan nuansa khas anak muda yang instagram-able ini cukup ramai. Dikarenakan tempatnya yang asik dan pas untuk foto-foto. Orang yang doyan selfie pasti kepincut buat datang ke sini.
Saat sampai di pintu kaca cafe itu, Suzy mendahului langkahku. Mengakibatkan aku tertinggal beberapa langkah darinya. Dan aku mengikuti.
Suzy melambaikan tangan kepada seseorang yang berada di pojok ruangan. Kulihat, di sana ada seorang pria yang duduk sendirian sambil tersenyum ke arah Suzy. Suzypun melangkahkan kaki menuju pria itu.
Setelah sampai pada pria itu, Suzy tersenyum penuh cinta pada pria itu. Dia duduk berhadapan dengan pria itu. Suzy menoleh ke arahku, dan melambaikan tangannya, mengajakku untuk turut bergabung bersama mereka. Akupun mengangguk dan berjalan ke arah mereka.
Setelah sampai didekat Suzy, aku melihat seseorang yang tadi dihampiri oleh Suzy. Ah ternyata itu kak Dio. Dari kejauhan dia nampak seperti orang dewasa, penampilannya berbeda dengan saat dia berstatus murid di sekolah. Lebih berkharisma.
Dan aku mengambil posisi duduk di sebelah Suzy. Kami bertiga sama-sama menghadap meja kotak, sedangkan di sebelah kak Dio, ada satu kursi kosong yang belum berpenghuni. Kursi kosong itu untuk Takuya, dia belum datang.
Kami memesan makanan dan minuman terlebih dahulu sambil menunggu Takuya. Suzy dan Dio memesan makanan, sedangkan aku hanya memesan jus jeruk. Aku sebenernya lapar, tapi aku tahan. Karena aku mau menunggu Takuya. Biar kita bisa pesan bersama.
Kami bertiga berbincang-bincang. Walau sedikit canggung karena seperti yang telah kita ketahui Kak Dio adalah kakak kelasku. Dan aku tak bisa becanda berlebihan padanya. Padahal hobiku ketika sedang bosan adalah becanda sambil ngehina-hina orang atau melesetin suatu kata. Tapi kali ini kutak bisa. Aku seperti berada dalam meeting formal. Aku merasa mereka itu client-cleint perusaaahanku. Sangking kakunya aku.
Setelah 15 menit berlalu, Takuya akhirnya datang dengan memakai jas dan celana hitam. Kok pake jas sih? Mau dating atau mau lamaran nih ceritanya? Ah aku tak mengerti dengan jalan pikirannya. Dia terlampau unik untuk diamati.
Takuya dan Kak Dio bersalaman, Takuya menatapku dan tersenyum tulus. "Maaf ya telat," gumamnya. Dia merasa bersalah karena aku lima belas menit tanpanya bagaikan obat nyamuk bagi Suzy dan Kak Dio.
Dan kamipun berbincang-bincang. Hanya lima menit sampai akhirnya takuya mengajakku undur diri. Kenapa harus ngajak pulang sih? Padahal baru lima menit kita ngumpul, bahkan takuya belum memesan apa-apa.
Takuya menarik tanganku keluar dari cafe itu. Sedangkan aku hanya pasrah mendapatkan perlakuan seperti itu dari Takuya. Aku memanyunkan bibir tanda kecewa. Aku benar-benar kecewa.
Hingga sampailah kita di sebrang cafe yang tak lain adalah taman kota dan aku masih memanyunkan bibir.
"kenapa?" tanya Takuya menatapku. Aku menunduk tak ingin melihat wajahnya.
Takuya menangkupkan tangannya di pipiku, dan menengadahkan wajahku agar dapat dilihat olehnya. Tangannya hangat, dan jari-jarinya yang panjang sanggup menutupi pipiku yang agak lebar. Aku dengan terpaksa menatap wajahnya yang agak jauh dari wajahku, lama-lama aku pegal melihat wajahnya. Badannya tinggi dan wajahnya jauh di atas mukaku. Dan aku masih manyun ketika kami saling menatap. Apa wajahku memerah ya? Kok wajahku terasa hangat.
"heii!!" ucapnya merasa diacuhkan.
Aku masih tak menjawab.
"kenapa?" tanyanya lagi.
Aku menggeleng.
Dia melepaskan tangannya dari pipiku, kehangatan tangannya mulai menghilang dari pipiku. Aku ingin di sentuh Takuya lagi, sentuhannya menenangkan.
Lalu dia menunjuk salah satu kursi taman tang berada di bawah pohon besar, teduh. Pasti nyaman berada di situ. "Kita duduk di sana ya?" ucapnya. Aku mengangguk.
Aku kini mengerti kenapa dia mengajakku keluar dari cafe. Dia tak suka acara kencannya dilihat dan dipantau orang lain. Terlebih kak dio kan kakak kelas kami. Mungkin dia merasa terganggu.
Dan bodohnya aku tak mengatakan pada Takuya bahwa kencan hari ini adalah Double date. Ahh Rista! Kau benar-benar bodoh!
Kami berjalan ke arah kursi taman yang Takuya tunjuk tadi. Kami duduk berdua di sana, ahh teduhnya. Cuaca hari minggu siang ini memang agak membakar kulit.
Dia menatapku lagi, ah sejuk sekali tatapannya. Suasana hatiku berbanding terbalik dengan suhu di taman kota ini. Mereka yang lalu lalang merasa kegerahan, mengipas-ngipasin diri dengan tangan. Sedangkan aku hanya butuh Takuya disampingku, aku tak butuh lagi pendingin udara.
"kau lapar?" tanyanya menyadari aku yang dari tadi terdiam menatapnya.
Melihat dirimu saja aku sudah kenyang Takuy. Tidak makan juga tidak mengapa. Tapi kata kenyang itu hanya berlaku di hatiku. Sedangkan perutku meronta ronta minta diisi.
Krubuk
Malu-maluin nih perut.
Takuya terkekeh melihat wajahku yang memerah menahan malu, sungguh situasi ini membuatku bete. Aku mengelus perutku yang tadi bersuara.
"Mau makan apa?" tanya Takuya lembut dan aku tak menjawab. Aku hanya memandang dia dengan wajah bloon.
"Tunggu sebentar ya." Dia mengambil keputusan sendiri karena aku yang tak kunjung memberi jawaban, dia beranjak dari tempat duduknya. Meninggalkanku sendiri. Entahlah dia mau pergi kemana.
Tak berselang lama, dia kembali dengan membawa dua mangkok mie ayam. Dan ditangan kirinya juga bertengger plastik berisi dua botol minuman.
"Makanlah." Ia menyodorkan mangkok mie ayam padaku. Dan akupun menerimanya dengan senang hati.
Acara makan di taman kota ini berjalan dengan khidmat, kami makan dalam keheningan. Karena Ibu bilang 'kalau makan itu jangan ngobrol'. Makanya kami lebih memilih membisu. Kami hanya saling pandang dalam diam. Walaupun kadang ada kekehan kecil karena melihat tingkah pasangan kami yang lucu saat makan.
Setelah makanan habis, aku membuka tas selempang yang daritadi masih bertengger dipundak kiri. Aku mengacak-acak isinya dan mencari sesuatu.
Sampai akhirnya aku menemukan tissue kemasan mini yang bisa dibawa kemana-mana. Aku mengambilnya satu lembar untuk mengusap mulutku dari sisa-sisa saus mie ayam tadi.
Kemudian aku melirik Takuya, bibirnya masih belepotan. Akupun mengambil selembar lagi dan berinisiatif membersihkan bibir Takuya, tentunya dengan tissue bukan dengan bibirku.
Aku mengusapnya, dia agak terkejut dan diam ditempat. Tapi aku tak peduli, aku terus melakukan aktivitasku.
"Su-sudah?" tanyanya gugup saat aku menghentikan perlakuanku padanya. Aku mengangguk. Kemudian aku membuang bekas tissue itu ke dalam tempat sampah yang berada di sekitarku.
"Kita ke sana kuy," ajakku pada Takuya sambil menunjuk ke area yang cukup panas. Tanpa menunggu persetujuannya, akupun menarik tangan kanan Takuya dan menyeret badannya untuk menuruti perintahku.
Kamipun duduk di kursi berundak seperti stadion. Dan ternyata suhunya lebih panas dari yang kukira. Sampai akhirnya aku membuka ikat rambut dan membiarkan rambutku tergerai indah. Yak Babo! Suhu panas begini malah menggerai rambut. Bodoh sekali bukan?
Takuya memandangku lekat, dan tanpa sadar dia mengumam 'cantik' walau hanya samar ku mendengarnya tapi itu sukses membuat wajahku panas. Sepertinya wajahku memerah lagi.
TBC
Part terpanjang nih AHAHAHA.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top