:: 020 ::
Kantin, tempat ramai juga ricuh yang dijuluki sarang lebah itu seakan tiada artinya. Saat ini, baginya, kantin hanya tempat untuk menenangkan diri. Ia tak acuh pada yang lain. Menganggap jika hanya ada dirinya seorang di sana.
Sembari terus mengocok teh pucuk wangi botolnya, Gilang menatap tehnya yang mulai berbuih dengan tatapan kosong. Tangan kirinya menopang dagu, cahaya di wajahnya memudar, bahkan kantung mata terlihat jelas. Penampilannya saat ini bisa dibilang sangat kacau.
''Lang, jangan ngelamun! Nanti kesambet lo," ujar Dena, teman Gilang yang tiba-tiba datang dari arah belakang dan menepuk pundak Gilang.
''Gue nggak ngelamun," elak Gilang.
Dena mencibir. Ia menarik kursi di samping Gilang lalu mendudukinya.
''Jadi? Lo lagi mikirin siapa? Gebetan lo itu?" Tanya Dena penasaran.
''Gue lagi meratapi hidup," jawab Gilang asal.
Dena tertawa seketika.
''Ngapain meratapi hidup? Jalani aja!"
''Lo nggak tau apa yang udah gue alami," ujar Gilang yang kembali mengocok teh pucuk wangi botolnya.
Dena duduk rileks dengan tangan kiri menopang dagu. ''Iya gue nggak tau. Karena lo nggak pernah ngasih tau."
Walau mendengar perkataan Dena, namun Gilang bungkam seribu bahasa. Ia hanya fokus pada teh pucuk wangi botolnya.
Dena melirik Gilang dengan sorot mata penuh pertanyaan. ''Sampai kapan lo mau ngocok teh botol itu? Udah jadi buih doang tuh! Mubazir, mending buat gue."
''Dena! Gue harus gimana?" Tanya Gilang tiba-tiba dengan wajah pucat pasi.
Dena mengangkat sebelah alisnya. ''Apanya?"
''Cik, pusing gue buat jelasin." Gilang mengacak rambut frustrasi.
''Hhaa... inilah Gilang yang lagi patah hati." Dena pun menghela napas. ''Sekarang, lo nggak usah mikirin itu. Pikirin dulu diri lo. Sumpah, lo kusut banget hari ini. Jadi prihatin gue lihatnya. Kalo gini terus nanti banyak cewek pada naksir nya pindah ke gue."
''Gue nggak butuh banyak, Den. Satu aja cukup. Tapi susah ya," ujar Gilang.
''Emang siapa cewek yang udah bikin lo patah hati gini, Lang?"
''Cewek itu," jawab singkat Gilang.
''Lah? Itu siapa?" Dahi Dena berkerut. Ia sangat tidak mengerti jawaban Gilang.
''Ya... itu!"
''Namanya?" Tanya Dena memastikan.
''Belum tau!"
''Alamatnya?"
''Belum tau!"
''Nomor hpnya?"
''Belum tau!"
''Terus lo taunya apa tentang dia?"
''Pendek, jarang bicara, gampang marah."
Mulut Dena menganga tidak percaya. ''Lang! Ganteng lo luntur sama keanehan lo tau. Banyak cewek cantik naksir lo, tapi ini malah suka sama yang pendek, jarang bicara sama gampang marah lagi."
''Tapi..." perlahan senyuman Gilang mulai merekah. ''Waktu dia serius belajar, ekspresinya lucu. Waktu dia senyum, manis kek gula. Waktu dia bicara, lembutnya gila itu suara. Dan, gue suka."
✏
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top