:: 017 ::
Langkah kakinya terdengar sangat jelas. Menelusuri kerumunan dengan tatapan fokus ke depan. Walau tanpa ekspresi, tetap saja ia terlihat sangat tampan. Membuat orang yang menghalangi jalannya menyingkir dengan sendirinya. Tentu saja, semua pasang mata tertuju padanya.
''Gilang!!" Teriak histeris murid perempuan di koridor yang ia lalui.
''Eh, Gilang. Mau kemana?" Tanya lembut seorang murid perempuan yang mendekat.
Tanpa menjawab, Gilang terus melangkah. Namun, sikapnya yang tak acuh dan dingin itu tidak membuat murid perempuan kesal. Justru mereka malah menganggapnya 'keren'.
''Yo! Dena," sapa Gilang kepada salah satu murid lelaki yang berkumpul di pintu kelas. Kelas yang bertuliskan XI IPA 4.
''Hai bro," seorang murid lelaki jangkung itu membalas sapaan. ''Mau apa mari?" Tanyanya.
Sambil melakukan tos tangan dengan Dena dan temannya, Gilang pun menjawab. ''Ada urusan dikitlah."
''Ohh, oke. Sabtu kita mau main basket. Lo ikut?" Ajak Dena.
''Sorry bro, gue nggak bisa kalo Sabtu." Gilang sedikit melihat ke dalam kelas. ''Febita ada di kelas? Atau di UKS karena pura-pura pingsan biar nggak ikut upacara tadi?" Tanyanya.
Dena dan temannya pun tertawa. ''Kangen nih?" Tanya salah satu teman Dena.
''Gue ada urusan sama dia. Jadi, dimana?
''Kaya biasa lah," jawab Dena tidak peduli. ''Tapi dia udah balik ke kelas kok. Tuh, lagi ngegosip sama si Hanie."
''Oke, thanks bro."
Gilang melangkah mendekati Febita yang terlihat sedang asyik bergosip dengan murid perempuan di sampingnya. Hanie.
''Serius lo?" Tanya Hanie yang sedari tadi mendengarkan cerita Febita tentang seorang.
''Iya, kemaren gue lihat sendiri. Si Fiona jalan sama Andre, padahal dia kan belum putus sama Dika." Febita terlihat menikmati gosipannya.
''Gue nggak nyangka Fiona bisa gitu..." ucapan Hanie semakin merendah. Matanya tidak mengedip melihat pemandangan langka di dekat Febita.
''Sumpah, dia emang---"
''Feb! Febita!" Hanie berusaha memberi tahu Febita. Ia menendang tulang kering Febita.
''Ishh, sakit tau! Ngapain sih?" Tanya Febita sembari mengusap tulang keringnya.
''Ada Gilang," jawabnya pelan.
''Ahh, ngarang lo. Mana mungkin Gilang di sini," ujar Febita sembari melirik. Seketika ia pun menganga. Benar! Gilang di sini. Gilang ada di kelasnya yang kini berdiri tegap di hadapannya dengan sebuah surat yang digenggam.
Surat yang sudah siap untuk dilemparkan kapan saja. Lebih tepatnya, dikembalikan.
✏
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top