:: 016 ::

Febita membuka tas kecilnya. Setelah terbuka, tatapannya tidak lepas dari sesuatu yang ada di tas kecil tersebut. Putih, dilipat rapi dan kelihatan mencurigakan.

Ternyata, di dalam tas kecilnya terdapat sebuah surat yang sama persis dengan surat Gilang. Bentuk, lipatan, bahkan jenis kertas yang digunakan. Hanya saja, mungkin isi dari surat tersebut yang berbeda.

Sekilas, ia menilik Gilang. Setelahnya, ia pun tersenyum lebar sembari mengeluarkan buku dan pena dari tas.

Untuk beberapa menit, ia menulis sesuatu. Juga membaca sebentar salah satu buku. Di menit tersebut, ia terlihat sangat serius. Sekilas Gilang merasa jika gadis di sampingnya itu bukanlah Febita.

Namun tiba-tiba, pena Febita terjatuh.

''Yah!" Spontanitas ia menjerit.

Febita membungkuk dan mencari penanya yang terjatuh. Ia melihat lantai di bawah mejanya dengan teliti. Tiba-tiba, matanya membulat. Ia kembali duduk tegak namun tanpa pena.

''Gilang! Ambilin balpoint gue," pinta Febita sambil menunjuk ke bawah meja bagian Gilang. ''Itu, deket kaki lo."

Sebentar Gilang melirik dan menatap sinis Febita. Namun, ia mengiakan permintaan Febita dan mulai membukuk untuk mengambil pena di bawah mejanya.

Febita tersenyum puas. Dengan cepat ia menukar surat Gilang dengan surat yang ia bawa.

''Nih!" Febita terperanjat ketika Gilang mengasongkan penanya. Padahal, ia baru saja memasukan surat Gilang ke tas kecilnya.

Dengan cepat Febita mengambil penanya tersebut. ''Thanks Gilang."

Ia pun kembali menulis.

''Tadi lo masukin apa?" Tanya Gilang yang membuat Febita membelalak.

''A--apa? Gue ng--nggak masukin apa-apa ke tas," jawab Febita susah payah.

''Oh." Gilang melihat surat di atas meja Syifa untuk memastikan. Karena melihat surat tersebut ada, ia kembali membaca.

Febita menghela napas lega.

''Gue lupa! Hari ini kan Derina mau ke rumah gue. Aduhh," ujar Febita sambil terburu-buru memasukkan buku dan penanya ke tas.

''Kalo gitu, gue balik. Sampai ketemu nanti senin di sekolah." Febita akhirnya melangkah keluar dari perpustakaan.

''Senin? Di sekolah?" Tanya Gilang sembari membayangkan dirinya yang harus bertemu Febita. Ia pun mengacak rambut frustrasi.

Namun, suasana hati Gilang seketika berubah ketika gadis yang ditunggunya melangkah masuk.

Gilang segera merapihkan rambut yang ia acak dan kembali membaca.

Syifa duduk perlahan di kursinya. Ia tersenyum tipis melihat surat yang menanti untuk dibaca.

Dengan hati yang berdegum kencang, Syifa membuka surat dan mulai membacanya.

Ketika membacanya, raut wajah Syifa menjadi sulit dibaca. Senang? Bingung? Kesal? Sedih? Atau apalah itu.  Entahlah. Namun membaca hingga titik akhir surat tersebut membuat Syifa menetes air mata.

Ia pun beranjak dan mendekati Gilang.

''Semoga kau menemukan tempat sampah untuk surat ini. Terima kasih," ujar Syifa sembari menyimpan surat tersebut di hadapan Gilang.

Ia pun mendekati pustakawati dan hanya meminjam buku. Setelah itu, Syifa pulang. Meninggalkan Gilang dengan tanda tanya besar untuk mencerna perkataannya.

''Apa maksudnya?" Tanya Gilang. Dengan ragu ia membuka suratnya.

Seketika, matanya melotot sempurna. ''Ini... bukan surat gue," ujar Gilang sembari meremas surat tersebut.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top