SO I HEAR YOU LIKE BAD BOY?

Selamat membaca dan salam kenal.

Have a nice weekend, gals :)

####

"Bagaimana kalau kukatakan aku sudah berhenti berbuat dosa sejak pindah ke Dubai?" tanya Gavin.

Adrien menatap tajam ke arah Gavin.

"Aku jauh-jauh pulang ke sini bukan untuk main-main, Adrien. Kau pikir aku tidak punya kesibukan lain sampai membuang-buang waktuku hanya karena mau mencari kesenangan?" Sama sekali tidak ada keinginan membawa Amia ke tempat tidur. Bukan itu tujuannya ingin kenal lebih dekat dengan Amia.

Gavin menunggu tanggapan Adrien.

"Kau tidak bisa berbuat apa-apa kalau Amia tertarik padaku juga." Gavin menarik kesimpulan sendiri karena Adrien tidak mengatakan apa-apa. Pada saat bersamaan, Gavin ingin menertawakan dirinya yang terlalu percaya diri. Bagaimana membuat Amia tertarik padanya? His best shot is to spend ton of time with her. Pertanyaan selanjutnya, bagaimana caranya meminta Amia mau menghabiskan waktu dengannya?

"I am not cool about you dating my sister."

Menghadapi kakaknya saja sesulit ini, Gavin mengeluh dalam hati.

"Aku tidak ada masalah dengan itu. Kau boleh tidak menyukai kenyataan ini, Adrien. Tapi kuharap kau bersikap adil. Tidak menghalangiku dengan sengaja." Gavin memutuskan untuk tidak terlalu peduli dengan keberatan Adrien.

"Aku tidak akan mengurusi kepentinganmu, tapi aku boleh mengingatkan adikku."

***

Amia terbangun dari tidurnya saat merasakan ponselnya bergetar. Selama istirahat di rumah atas saran dokter ini, sebagian besar waktunya dihabiskan dengan tidur.

"Halo?" Amia menjawab setelah menguap lebar.

"Kenapa kamu belum masuk kerja?"

"Ini siapa?" Orang yang bicara di seberang sana bahkan tidak menyapa."Gavin."

"Oh." Amia tidak tahu kalau one of men of the top seperti Gavin menelepon staf yang sedang sakit. "Kenapa Bapak nelepon saya? Peraturan kantor sudah berubah atau apa?"

"Aku tanya kabarmu sebagai teman." Gavin menjawab dengan santai.

"Teman?" Tanpa sadar Amia memekik.

"Yes, friend."

"Kita bukan teman." Sejak kapan mereka berteman?

"Lalu? Kamu ingin kita berhubungan sebagai apa?"

"Atasan dan bawahan." Kepalanya semakin sakit.

"Oke kalau begitu. Karena aku atasanmu, kamu harus ikuti semua kata-kataku."

"Bapak kenapa sih?" Amia merasa kesal dengan segala omong kosong ini. Telepon dari Gavin ini jelas sudah mengusik ketenang annya. Tidur siangnya.

"Jadi perintah pertama untukmu, jangan panggil aku Bapak lagi. Memangnya aku ini kelihatan seperti bapak-bapak?"

"Terus? Saya harus panggil Tuan? Mister?" Amia bertanya dengan kesal.

Gavin malah tertawa keras. "Dan aku panggil kamu mistress? Kamu bikin ngeres aja."

"Bapak jangan aneh-aneh dong!" Amia penasaran apa saja isi kepala atasannya. Sampai bersikap seperti ini.

"Bapak lagi!" tegur Gavin.

"Saya bisa dipecat kalau manggil bos pakai nama langsung." Sampai hari ini Amia masih tahu adat dan tidak akan memanggil atasannya seperti yang diinginkan Gavin.

"Ini, kan, di luar kantor, Amia."

"Karena di luar kantor, saya nggak wajib menuruti perintah Bapak." Amia berargumen.

"Kenapa?"

"Karena Bapak atasan saya di kantor. Bukan di luar," jawabnya putus asa.

"You got it? Kita bukan atasan dan bawahan sekarang. Karena tidak di kantor, seperti yang kamu bilang sendiri. Teman?" Gavin puas dengan kemenangannya.

Shit. Amia mengeluh dalam hati.

"Kaki saya sakit. Harus minum obat." Amia berusaha mengakhiri percakapan tidak masuk akal ini. 

"Cepat sembuh, ya, Amia."

Ya Tuhan. Kenapa terdengar indah sekali saat Gavin mengucapkan namanya? Ammia. Gavin menahan huruf M-nya agak lama.

"Thanks." Amia menggumam dan mematikan sambungan.

Teman? Saat ini dia mempertanyakan arti kata teman. Dia menganggap Evan adalah teman sekantornya, walaupun interaksi mereka hanya sebatas saling tersenyum saat berpapasan di suatu tempat di kantor. Tetap saja judulnya teman. Tiga puluh orang di kelasnya saat SMA adalah teman-temannya juga. Orang-orang yang pernah satu kelas dengannya di mata kuliah yang diikutinya, adalah teman-temannya juga. Bahkan zaman sekarang orang punya istilah teman Facebook, orang yang tidak pernah ditemui tapi akrab di dunia maya. There's no list of criteria that people must fulfill or any other objective standard for precisely what friend means. 

Semua orang bisa dia anggap sebagai teman. Tentu saja tetap ada pengecualian. Seperti dia tidak menganggap Peter, kepala departemennya sebagai teman. Akan lucu sekali kalau Amia menunjuk Peter dan Amia mengatakan dia temanku kepada siapa pun yang berada di sampingnya saat itu. Dia akan mengatakan Peter adalah atasannya. Dan sekarang dia berteman dengan Gavin? Atasan Peter? Lelucon macam apa lagi ini? Teman barunya itu seksi sekali. 

Semua orang pasti akan iri padanya. Saat mengantarnya ke sini waktu itu, saat menggendongnya dari mobil menuju kamarnya, sepertinya Gavin tidak sempat shaving di pagi hari. Amia mengamati dari samping kanan wajah Gavin. Bakal rambut yang bermunculan di wajahnya itu membuat rahang Gavin semakin tegas. Membuatnya terlihat lebih jantan lagi. Memperjelas garis dagunya. Seandainya mereka berciuman, Amia ingin berlama-lama menikmati bakal rambut itu menggesek-gesek pipinya.

"Arrrgghh," erangnya.

Amia tidak tahu kenapa dia malah mengagumi wajah Gavin. Selama ini, yang disebutnya sebagai laki-laki seksi itu, salah satunya memenuhi syarat seperti di film-film, di iklan-iklan, video klip, apa pun itu cipataan kaum kapitalis: tall, dark-haired, and well-build. Oke, itu salah tiga. Dan Gavin memenuhi semua syarat itu. Seharusnya laki-laki seperti Gavin itu hidup di dalam kotak bernama televisi. Menjadi artis. Bukan hidup di pembangkit listrik.

***

Amia duduk menonton berita di TV dan meletakkan kaki kanannya yang sakit di meja kaca rendah di depannya. Tidak banyak yang bisa dia lakukan selain duduk dan berbaring. Membaca dan menonton TV. Dia tidak lagi membantu Daisy di dapur, tidak memasak dan tidak mencuci piring. Seratus persen dibebastugaskan selama kesulitan berjalan. Kemudahan yang malah membuatnya bosan.

Sofa yang didukinya sedikit melesak ketika Adrien mengempaskan pantat di sana. Mata Amia masih memperhatikan berita balita laki-laki anak kedua keluarga Kurdi yang terlempar dari perahu saat keluarga itu melintasi Aegean Sea, saat meninggalkan Suriah menuju Yunani. 

Drrtt.... Drrttt....

Amia tahu ponselnya yang bergetar di meja. Matanya tetap melekat pada layar TV sementara dia mencondongkan badan untuk mengambilnya.

"Kak!" Amia berteriak saat Adrien sudah terlebih dahulu mengambilnya.

"Jadi kamu akrab dengan Gavin?" Adrien menunjuk WhatsApp.

Baru tadi siang Amia menyimpan nomor ponsel Gavin, setelah Gavin meneleponnya. Ketika melihat Amia berusaha merebut kembali ponselnya, Adrien semakin meninggikan tangannya. 

"Biasa saja. Dia, kan, atasan di kantor." Amia menyerah, menyandarkan kembali punggungnya karena Adrien tidak mau merendahkan tangannya yang memegang ponsel Amia.

"Jangan terlalu akrab sama Gavin!" Raut wajah Adrien mendadak serius sekali.

"Aku nggak akrab sama dia." Siapa juga yang ingin akrab dengannya?

"Oh, terus kenapa dia krim chat begini. So, I hear you like bad boy?" Adrien membaca WhatsApp dari Gavin keras-keras.

"Ya nggak tahu. Itu juga pertama dia kirim dan aku nggak akan balas juga."

"Ingat, Mia. Jangan akrab dengan Gavin!" Sekali lagi Adrien menegaskan dan Amia sudah bosan dengan sikap Adrien yang seperti ini.

"Kenapa memang kalau aku akrab dengannya?" Kali ini Amia menantang kakaknya.

"Karena dia bad boy."

"Berarti dia seleraku." Amia menjawab sekenanya.

"Mia!" Adrien meninggikan suaranya.

"Iya, iya, aku nggak tertarik sama dia. Jadi sini HP-ku, aku mau ke kamar. Tidur." Amia berdiri dan merampas ponsel dari tangan kakaknya.

***

Amia mengamati sebaris pesan dari Gavin sambil berbaring di tempat tidurnya sebelum memutuskan untuk membalas.

I don't like an asshole.

Memang ada kecenderungan dalam dirinya, mungkin juga dalam diri kebanyakan wanita, untuk tertarik pada laki-laki berengsek. Tidak ada yang membuat wanita merasa dirinya lebih spesial selain laki-laki, yang dianggap berengsek oleh semua wanita, bersikap manis hanya kepadanya. Berapa banyak wanita yang suka membaca cerita tentang laki-laki tampan, seksi, kaya, dan suka bermain-main atau meniduri banyak wanita, tapi menyatakan cinta hanya kepada satu wanita saja? Wanita yang bisa menjinakkannya. Di saat semua wanita mengumpat dan menangis karena laki- laki berengsek tersebut, sang wanita pilihan tersenyum dan mencium bibirnya. 

Wanita pilihan itu merasa hebat karena bisa meruntuhkan tembok tak terlihat yang tidak bisa ditembus wanita-wanita lain untuk menuju ke hatinya. It makes women feel like they were the ones capable of changing him. Rasanya semua orang harus menulis cerita omong kosong tentang laki-laki seperti itu dan akan menjadi cerita yang paling banyak dibaca. Oleh wanita. 

Thanks, God! Because I am good guy. Amia tidak membalas lagi dan memilih untuk memejamkan mata. Apa yang sedang dilakukan atasannya kepadanya? Kalau Gavin terus memberi perhatian seperti itu—kecil tapi manis dan menyenangkan—Amia takut tidak akan bisa mengendalikan hatinya.

####

Jika teman-teman menyukai cerita yang kutulis dan bisa dibaca gratis di sini, teman-teman bisa mendukungku dengan cara membeli salah satu bukuku: Geek Play Love(Dinar/Jasmine), The Danish Boss(Kana/Fritdjof), My Bittersweet Marriage(Afnan/Hessa), When Love Is Not ENough(Lilja/Linus), Midsommar(Mikkel/Liliana), Bellamia(Gavin/Amia) dan Daisy(Daisy/Adrien). Harga mulai dari Rp 25.000,-

Tersedia di: Toko buku, Shopee Ika Vihara(Bebas ongkir), Google Playstore

Atau WhatsApp aku di 0895603879876 juga boleh message di Instagram (at)ikavihara.

Terima kasih untuk tidak membeli buku/e-book bajakan, dengan begitu aku bisa terus melakukan riset untuk menulis lagi dengan pendapatan tersebut.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top