36
Bella berdiri di ruang bayi, memandang bayi yang tertidur di dalam inkubator. Bayi itu begitu tenang, seperti tak sadar betapa rumit dunia di luar sana. Di sampingnya, Dona bersandar pada dinding, masih mencerna ide gila yang baru saja dilontarkan Bella.
"Kak," kata Dona akhirnya, memecah keheningan. "Menikah itu nggak bisa dianggap remeh."
Bella menoleh, mengangkat alis. "Aku tahu, tapi ini bukan pernikahan cinta-cintaan seperti di sinetron. Ini murni untuk membantu bayi ini. Kamu bilang sendiri dia mengingatkanmu pada masa lalu. Ini kesempatan kita untuk memberinya hidup yang lebih baik."
Dona menggeleng pelan, menatap Bella dengan serius. "Kak, menikah itu buat aku adalah hal sakral. Sesuatu yang cuma mau aku lakukan sekali seumur hidup, dengan orang yang benar-benar aku cintai. Bukan untuk alasan seperti ini."
Kata-kata itu membuat Bella tertegun. Ada jeda panjang sebelum ia akhirnya berkata, "Jadi, kamu nggak mau?"
Dona menghela napas. "Aku nggak bisa. Aku nggak mau menikah hanya untuk formalitas. Itu nggak adil buat aku, apalagi buat kamu."
Bella terdiam, memandang Dona dengan ekspresi yang sulit ditebak. Ada sesuatu dalam dirinya yang terasa goyah. Ia sebenarnya cukup menyukai Dona. Pria itu cerdas, peduli, dan selalu membuatnya merasa nyaman, meskipun sering membuatnya kesal. Tapi jelas bagi Dona, ia hanyalah teman-tidak lebih dari itu.
"Aku ngerti," kata Bella akhirnya, meskipun suaranya terdengar sedikit dingin. "Kamu nggak tertarik menikah dengan aku. Oke."
Dona mengangguk, merasa lega telah menjelaskan posisinya. Tapi sebelum ia sempat merasa benar-benar tenang, Bella melanjutkan dengan nada yang lebih tajam.
"Tapi, kalau kamu nggak mau bantu, aku juga nggak akan segan untuk membongkar rahasiamu," katanya sambil menyilangkan tangan di dada.
Dona mengerutkan kening. "Rahasia apa?"
Bella mendekat, ekspresinya serius. "Rahasia bahwa kamu, pria yang menggunakan papan bicara untuk menyamar sebagai Bella Mooi. Bayangin gimana reaksi mereka."
Wajah Dona langsung pucat. "Kak, itu nggak adil. Kamu kan tahu kenapa aku melakukan itu. Itu sumber penghasilanku satu-satunya."
Bella mengangkat bahu dengan santai, meskipun matanya bersinar tajam. "Benar. Tapi ini juga soal membantu bayi ini. Kalau kamu nggak mau nikah sama aku, aku harus cari cara lain buat adopsi dia. Dan cara tercepat untuk bikin hidup kamu ribet adalah dengan buka rahasia itu."
Dona terdiam, tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. "Jadi, kamu mau paksa aku menikah sama kamu dengan ancaman itu?"
Bella hanya menatapnya tanpa berkata apa-apa. Ekspresi wajahnya tidak menunjukkan emosi apa pun, tapi ada keteguhan dalam tatapan matanya.
"Ini gila," gumam Dona akhirnya, lebih kepada dirinya sendiri.
"Mungkin," jawab Bella. "Tapi aku nggak bercanda."
Dona merasa dadanya sesak. Ia tidak pernah membayangkan Bella, seseorang yang selama ini ia hormati, akan menggunakan cara seperti ini. Tapi melihat keseriusan Bella, Dona tahu bahwa ia sedang berhadapan dengan sisi Bella yang berbeda-sisi yang tidak mau menerima kata "tidak" sebagai jawaban.
"Aku... aku butuh waktu untuk mikir," kata Dona akhirnya, merasa terjebak dalam situasi yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya.
"Silakan," kata Bella singkat. "Tapi ingat, waktu kamu nggak banyak."
Malam itu, Dona meninggalkan rumah sakit dengan pikiran yang berkecamuk, sementara Bella tetap berdiri di depan inkubator bayi, tatapannya lembut namun penuh tekad. Ia tahu bahwa apa yang ia lakukan mungkin tidak benar, tapi ia merasa bahwa bayi itu pantas mendapatkan kesempatan lebih baik-apapun risikonya.
***
Votes dan komen
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top