32
Dona memasuki rumah sakit dengan perasaan campur aduk. Ini adalah hari pertama stase praktik klinisnya, dan ia tahu hari-hari ke depan akan penuh tantangan. Namun, ia juga merasa antusias. Menjadi seorang dokter adalah impiannya sejak lama, dan hari ini adalah langkah nyata menuju tujuan itu.
Ia segera bergabung dengan kelompok mahasiswa lainnya yang akan dipandu oleh dokter senior mereka, Dokter Aina. Saat Dokter Aina datang, Dona langsung bisa merasakan energi yang berbeda. Wanita itu ramah dan selalu tersenyum, kontras dengan kakaknya, Bella, yang sangat jutek.
"Selamat pagi semua. Saya Aina, dan saya akan membimbing kalian selama stase kali ini. Semoga kita bisa belajar banyak bersama," sapa Aina dengan hangat.
Setelah pembukaan singkat, mereka bergerak ke ruang bayi untuk memulai kunjungan pertama. Suara tangisan bayi memenuhi ruangan. Para mahasiswa, termasuk Dona, segera mendekat untuk memeriksa beberapa bayi yang sedang dipantau.
Hari itu, seorang perawat melaporkan kasus yang cukup menggemparkan. "Dokter, ada seorang ibu yang kabur tadi malam. Dia meninggalkan bayinya di sini. Biaya persalinannya juga belum dibayar."
Aina menghela napas panjang, lalu mengarahkan pandangannya ke bayi yang dimaksud. Bayi itu tidur pulas di inkubator, tubuhnya mungil namun terlihat sehat. Dona mendekat untuk melihat lebih jelas. Ada perasaan aneh yang menyelinap di hatinya.
"Kasihan sekali bayi ini," kata Dona pelan, lebih kepada dirinya sendiri. Ia tak bisa menghindari rasa simpati yang muncul, terutama karena bayi itu mengingatkannya pada dirinya sendiri. Ia juga pernah ditinggalkan oleh orang tuanya di depan panti asuhan.
"Memang sedih sekali. Tapi setidaknya, bayi ini sehat," komentar Aina sambil mencatat sesuatu di clipboard-nya. Namun, tatapan Aina tiba-tiba berubah ketika ia memperhatikan wajah bayi itu lebih dekat.
"Mirip Kak Bella."
Aina tertegun karena mendengar apa yang dia pikirkan malah diucapkan oleh salah satu mahasiswa.
Aina menoleh tajam ke arah Dona.
Wajahnya menunjukkan keterkejutan yang tak dapat disembunyikan. Dia melirik nametag yang menggantung di leher Dona. "Kamu kenal kakakku?"
Dona mengangguk santai. "Iya, kami berteman."
Aina mengangkat alis, jelas tak percaya. "Kamu berteman sama Bella? Kakakku yang jutek itu?"
Dona hanya tersenyum tipis. "Ya, walaupun dia terlihat jutek, dia baik kok sebenarnya."
"Serius?" Aina masih tampak ragu. Lalu ia memandang Dona dengan lebih teliti. "Kamu umur berapa, sih?"
"Tahun ini 26," jawab Dona jujur.
Aina melongo sejenak sebelum terkekeh kecil. "Jadi, kamu lebih muda sepuluh tahun dari kakakku, dan kamu bilang kalian berteman? Wah, luar biasa juga Bella bisa berteman sama anak kecil."
Dona hanya tertawa kecil, memilih untuk tidak menanggapi lebih jauh.
Namun, di balik candaan Aina, pikiran Dona kembali kepada bayi yang ada di inkubator itu. Nasib bayi itu sangat mirip dengannya dulu. Ia bertekad untuk memastikan bahwa bayi itu mendapatkan perhatian dan kasih sayang yang layak, meskipun ia tahu itu bukan tugasnya secara langsung. Tapi hari itu, sesuatu dalam dirinya berubah—seolah ia merasa ada panggilan yang lebih besar dari sekadar menjadi dokter.
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top