30

Bella masih memendam amarah yang membara setelah insiden sebelumnya. Ayahnya, yang bertahun-tahun meninggalkan keluarganya demi wanita lain, berani-beraninya membawa wanita itu dan anak haramnya ke pernikahan Aina. Hal itu adalah tamparan keras bagi Bella, bahkan setelah mereka diusir oleh Kakek.

Namun, di pelaminan, pemandangan yang berbeda terpampang di depan matanya. Ayah dan ibunya berdiri berdampingan, tersenyum bahagia sambil menyalami para tamu yang masih tersisa. Sesekali, keduanya terlihat berbicara, bahkan tertawa kecil, seolah-olah tidak ada luka yang pernah terjadi di antara mereka.

Bella berdiri di sudut ruangan, memperhatikan dengan perasaan campur aduk. Bagaimana bisa mereka terlihat begitu baik-baik saja? pikirnya.

Ketika tamu semakin berkurang, Ibunya turun dari pelaminan. Bella mengikuti ibunya yang berjalan ke meja makanan ringan untuk mengambil camilan. Tidak hanya itu, ibunya bahkan kembali ke pelaminan dengan sepiring kecil kue dan menyerahkannya pada Ayah.

Momen itu membuat Bella semakin bingung. Dia mendekati ibunya yang sudah kembali ke meja makanan. “Bu,” panggil Bella, suaranya rendah namun tajam.

Ibunya menoleh dengan senyum lembut. “Iya, sayang? Kenapa?”

“Tadi Ayah bawa mereka ke sini. Dia bawa perempuan itu... sama anaknya,” ucap Bella langsung, berusaha menahan gejolak emosinya.

Ibu hanya mengangkat alis. “Mereka di mana sekarang?”

“Kakek udah usir mereka,” jawab Bella dengan nada penuh kepuasan. Namun, dia tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya atas reaksi ibunya yang begitu tenang. “Ibu nggak marah? Gimana Ibu bisa setenang ini? Apa Ibu udah maafin Ayah?”

Ibu Bella tertawa kecil, seperti mendengar pertanyaan yang lucu. Dia menepuk tangan Bella dengan lembut, lalu berkata, “Bella, marah dan menyimpan dendam itu capek, tahu? Ibu dulu juga pernah ada di posisi kamu, marah dan kecewa. Tapi akhirnya Ibu sadar, nggak ada gunanya terus-terusan memendam rasa itu.”

“Tapi, Bu, dia menghancurkan kita,” sela Bella, suaranya bergetar.

Ibu mengangguk. “Iya, dan Ibu nggak akan pernah lupa apa yang dia lakukan. Tapi memaafkan bukan berarti melupakan. Itu berarti melepaskan beban di hati Ibu. Sekarang, lihat hasilnya. Ibu tetap jadi menantu kesayangan Kakek, dan kalau soal materi, Ibu nggak pernah kekurangan.”

Bella terdiam. Kata-kata ibunya begitu sederhana, namun sulit diterima hatinya.

“Dendam nggak akan membawa kamu ke mana-mana, Bella. Kamu nggak bisa memaksa orang lain berubah, tapi kamu bisa memilih bagaimana kamu menghadapi mereka,” lanjut ibunya. “Ibu harap suatu hari nanti, kamu juga bisa memaafkan Ayahmu. Hidupmu akan lebih ringan.”

Bella teringat akan ucapan Dona beberapa waktu lalu. Dona mengatakan bahwa dia harus bersyukur karena ayahnya masih hidup. "Ada banyak anak yatim piatu yang bahkan nggak pernah merasakan kasih sayang seorang ayah." Kata-kata itu kini menggema di pikirannya.

Namun, luka yang ditinggalkan oleh ayahnya masih terlalu dalam untuk sembuh begitu saja. Meski begitu, Bella tahu ibunya benar. Menyimpan dendam hanya akan membuat hidupnya semakin berat.

Saat malam semakin larut, Bella berdiri di balkon ballroom, menatap ke luar. Dalam hatinya, dia berharap Dona ada di sini. Sosok yang diam-diam mulai menjadi tempatnya bersandar, meski dengan cara yang tidak biasa. Mungkin, dengan waktu dan dukungan, aku bisa belajar untuk melepaskan luka ini, pikirnya sambil memandang bulan yang menggantung di langit.

***

Cantik nggak Bella Mooi

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top