24
Di dalam kamar hotel yang megah, ketegangan terasa pekat. Bella dan Dona duduk berhadapan di ruang tamu kecil. Awalnya, mereka hanya berbicara tentang rencana promosi, tetapi pembicaraan itu berubah menjadi topik yang lebih personal—dan berbahaya.
“Dokter tahu,” kata Dona sambil menulis di papan tulis kecilnya. “Dokter harus bersyukur karena masih punya orang tua. Banyak orang di luar sana, seperti aku, tidak pernah tahu rasanya memiliki keluarga yang benar-benar ada untuk mereka.”
Bella mengerutkan dahi, nadanya mulai naik. “Bersyukur? Kamu tidak tahu apa yang kau bicarakan. Ayahku meninggalkan kami saat aku masih kecil. Dia membuang kami! Dan sekarang dia kembali seolah-olah tidak ada yang terjadi?”
Dona menghapus tulisan di papan kecilnya dan menulis lagi dengan tegas. “Kalau saya bisa bertemu orang tua saya, saya akan memaafkan mereka. Bahkan jika mereka membuang saya. Setidaknya saya tahu mereka masih ada.”
Bella langsung berdiri, wajahnya memerah karena marah. “Kamu nggak tahu apa-apa tentang kehilangan! Kamu nggak pernah memiliki siapa-siapa sejak awal, jadi kamu nggak akan pernah merasakan sakitnya kehilangan seseorang!”
Dona tertegun. Wajahnya yang biasanya ceria berubah muram. Bella segera menyadari betapa kejam kata-katanya, tetapi rasa marah dan frustrasinya terlalu besar untuk ditahan. Tanpa menunggu balasan, ia berbalik dan masuk ke kamar tidur, membanting pintu di belakangnya.
Malam itu berlalu dalam kesunyian. Dona duduk di ruang tamu, matanya tertuju pada papan tulisnya yang kosong. Sementara itu, Bella di kamarnya tidak bisa tidur. Kata-kata yang ia lontarkan tadi berulang-ulang terngiang di kepalanya.
Esok paginya, Bella keluar dari kamarnya dengan langkah ragu. Di ruang makan hotel, Ia melihat Dona sedang duduk di meja makan, menyeruput teh hangat sambil menatap ke luar jendela.
“Mooi…” Bella membuka mulut, tapi kata-katanya tersendat.
Namun, sebelum Bella bisa mengatakan apapun, Dona mengambil papan tulisnya dan menulis sesuatu. “Maaf, Dokter. Saya tidak mengerti perasaan Dokter. Seharusnya aku tidak memaksa Dokter untuk memaafkan ayah Dokter.”
Bella terdiam, rasa bersalah menghantamnya lebih keras dari sebelumnya. “Kenapa… kenapa kamu minta maaf?” suaranya hampir berbisik. “Padahal jelas aku yang salah semalam. Aku yang kasar.”
Dona menatap Bella dengan senyum kecil, meski matanya masih menyiratkan kesedihan. “Karena saya tahu bagaimana rasanya tidak dimengerti.”
Kata-kata itu membuat Bella semakin sedih. Air matanya mulai mengalir. “Aku minta maaf,” katanya, suaranya bergetar. “Aku tidak seharusnya berkata seperti itu. Aku kejam dan egois. Kamu benar. Aku seharusnya bersyukur.”
Dona menghapus papan tulisnya dan menulis dengan singkat, “Aku memaafkanmu.”
Bella tersenyum kecil, lalu mendekat dan memeluk Dona dengan erat. “Terima kasih. Terima kasih karena selalu sabar denganku.”
Dona menepuk punggung Bella, dan untuk pertama kalinya, keheningan di antara mereka terasa damai. Bella berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak pernah lagi melukai orang yang paling ia hargai seperti Dona. Mereka saling memaafkan, dan hubungan mereka terasa lebih kuat dari sebelumnya.
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top