22
Dona menatap layar ponselnya, jantungnya berdegup kencang. Pengumuman kelulusan UKMPPD akhirnya keluar. Tangannya bergetar ketika dia membuka laman resmi, memasukkan nomor peserta, lalu menekan tombol "Cari." Beberapa detik kemudian, muncul tulisan "LULUS". Dona menghela napas panjang, tak percaya. Dia benar-benar lulus.
Refleks, Dona mengambil ponselnya dan membuka kontak. Jarinya langsung mencari nama Bella, bukan ibu panti atau bahkan Dea, sahabatnya sejak lama. Dia sempat berhenti, bertanya-tanya kenapa Bella yang terpikir lebih dulu. Tapi sebelum ragu menyerangnya, dia langsung menekan tombol panggil.
Bella mengangkat panggilan itu dengan nada ceria. “Halo, Bella Mooi! Ada kabar apa nih, kok pagi-pagi menelepon?”
“Aku lulus! UKMPPD! Sekarang aku benar-benar dokter!" seru Dona.
“Selamat, Dona!” Bella terdengar benar-benar tulus. “Aku senang banget! Eh, kamu harus traktir aku dong!”
Dona tertawa kecil. “Oke, mau makan di mana?”
Bella berpikir sejenak. “Hmm, aku mau kamu yang pilih tempat. Jangan terlalu fancy, aku bosan makan di restoran mahal.”
Dona terpikir sebuah ide. “Kalau gitu, kita makan di angkringan di Taman Bungkul, mau?” Bella tertawa mendengar saran itu. Dona sempat mengira Bella akan menolak, tapi yang mengejutkannya, Bella setuju tanpa banyak pertimbangan.
***
Sore itu, mereka duduk di bangku kayu sederhana di bawah kerlap-kerlip lampu taman Bungkul. Dona memesan nasi kucing, sate usus, dan gorengan, sementara Bella terlihat antusias dengan wedang jahe. “Aku nggak nyangka, tempat kayak gini ternyata asyik juga,” Bella mengaku sambil mencicipi sate bakso.
Dona tersenyum kecil. “Aku pikir kamu nggak bakal suka tempat yang nggak aestetik.”
Bella mengangkat bahu. “Kadang makan enak lebih penting daripada estetika.”
Saat mereka makan, Bella sesekali membuka ponselnya, memperlihatkan status WhatsApp Reno yang mengunggah foto bayinya yang baru lahir. “Cantik banget ya, anak Reno. Bayinya putih dan pipinya tembam,” Bella berkomentar.
Dona yang sedang mengunyah gorengan berkomentar, "Bukankah kamu bilang anak itu beban?"
Bella mendengus. " Aku bilang gitu dulu dalam keadaan capek pulang kerja. Netizen yang usil itu tanya aku kapan nikah dan punya anak. Menyinggung umurku yang sudah tiga lima. Yah, tapi kupikir-pikir anak-anak memang menyebalkan. Terutama sepupu-sepupu jauhku yang berisik itu. Tapi kalau masih bayi? Mereka lucu. Lihat pipinya itu, gemes banget!”
Dona yang penasaran bertanya lagi, "Jadi kamu ini children free bukan?"
Bella mengangguk sambil menyeruput wedang jahe. “Yup, dunia ini udah cukup rusak. Aku nggak tega anakku nanti harus menghadapi semua itu. Jadi, aku memilih untuk tidak punya anak.”
Dona tampak berpikir sejenam sebelum berkata, "Aku mau punya banyak anak, mungkin lima atau enam."
Bella langsung tertawa. “Kamu serius? Lima atau enam anak? Kamu mau menyiksa istrimu nanti? Kalau memang mau punya sebanyak itu, lahirin sendiri sana!”
Dona ikut tertawa kecil. "Sebagai anak panti, aku selalu ingin tahu bagaimana rasanya punya keluarga yang hangat."
Mendengar itu, Bella terdiam sejenak sebelum tersenyum kecil. “Kamu orang yang aneh, Dona. Tapi aku salut. Kamu akan jadi orang tua yang hebat suatu hari nanti.”
Percakapan mereka terus berlanjut dengan tawa dan canda, membuat malam itu terasa ringan dan penuh kehangatan. Bagi Dona, ini adalah momen kecil yang mengingatkannya bahwa di balik semua perbedaan mereka, Bella adalah seseorang yang bisa dia andalkan.
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top