14
Bella duduk di sebuah restoran klasik dengan interior kayu yang hangat. Di depannya, Kakek tersenyum sambil menyendokkan sup ke piringnya. Sudah lama mereka tidak makan bersama seperti ini, dan Bella merasakan kehangatan nostalgia yang jarang ia dapatkan. Kakeknya adalah sosok yang selalu memanjakannya sejak kecil, menggantikan figur ayah yang nyaris tidak pernah hadir.
“Gimana, Bella? Kesibukanmu akhir-akhir ini masih sibuk banget, ya?” tanya Kakek dengan nada santai.
Bella tersenyum kecil. “Biasa, Kek. Kerja, meeting, dan... ya, kehidupan seperti itu saja.”
Kakek mengangguk pelan sambil menyeruput tehnya. “Kakek senang akhirnya kita bisa makan siang berdua. Kamu kan selalu cari alasan buat nggak datang ke arisan keluarga. Apa karena Budhe Endang?”
Bella tertawa kecil, sedikit kikuk. “Mungkin, Kek. Budhe terlalu banyak komentar soal hidup orang lain.”
Kakek terkekeh. “Ya, begitulah dia. Tapi kamu harus sabar, Bella. Kadang keluarga memang menyebalkan, tapi mereka tetap keluarga.”
Bella mengangguk setuju, meski dalam hati ia tetap merasa berat untuk menghadapi komentar-komentar tajam Budhe Endang.
Setelah beberapa menit berbicara ringan, Kakek tiba-tiba melontarkan pertanyaan yang membuat Bella tersentak. “Ngomong-ngomong, kamu sekarang sudah punya pacar?”
Bella hampir tersedak. Ia buru-buru menyesap air putih sebelum menjawab. “Enggak, Kek. Masih sibuk kerja. Belum sempat mikir soal itu.”
Kakek memandangnya dengan senyum penuh arti, lalu mengeluarkan ponselnya. Ia memperlihatkan rekaman CCTV dari layar ponsel itu. “Tapi ini apa, Nak? Kakek lihat ada seorang pria keluar dari apartemenmu pagi-pagi. Siapa dia?”
Bella terbelalak, tidak percaya Kakeknya sejauh itu mengawasi. “Kakek serius? Kakek memasang CCTV di luar apartemenku?”
Kakek tertawa kecil. “Kakek hanya ingin memastikan kamu aman, Bella. Zaman sekarang banyak hal berbahaya. Jadi, siapa pria itu?”
Bella merasa terpojok. Ia tahu kebohongan ini akan berujung rumit, tapi desakan Kakek terlalu sulit untuk dihindari. Akhirnya, dengan suara lirih, ia berkata, “Itu... pacar Bella, Kek.”
Mata Kakek berbinar penuh kebahagiaan. “Astaga, Bella! Kenapa nggak cerita dari dulu? Kakek senang sekali kamu akhirnya punya seseorang. Kapan kamu kenalkan dia ke Kakek?”
Bella menggaruk tengkuknya, panik mencari alasan. “Eh, nanti ya, Kek. Bella masih sibuk.”
Namun, Kakek tidak puas sampai di situ. “Tapi, Bella, Kakek pesan satu hal. Jangan macam-macam, ya. Jangan sampai ada yang namanya... seks pranikah. Kamu ngerti, kan?”
Bella hampir jatuh dari kursinya. Ia hanya mengangguk kaku sambil tersenyum tipis. “Tentu, Kek. Bella ngerti.”
Saat perjalanan pulang, Bella duduk di mobil sambil menatap ponselnya, memikirkan apa yang baru saja terjadi. Ia menghela napas panjang. “Dona...” gumamnya pelan. “Gimana aku minta tolong sama dia nanti?”
Ia tidak tahu bagaimana menjelaskan situasi ini pada Dona, apalagi meminta pria itu berpura-pura menjadi pacarnya. Bella menggelengkan kepala, merasa masalah ini akan semakin rumit.
***
Vote dan komen ya guys
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top