02 - Hari Itu
Aku tidak akan menjadi
milik orang lain
Kecuali jika aku setuju
akan keputusannya
~Petra Rall
Petra terbangun di ruangan yang tidak ia kenal. Dunia terasa berputar-putar dalam pandangannya. Kesadarannya belum pulih seratus persen. Jadi dia masih belum sadar bahwa dirinya telah diculik.
Matanya terbuka sepenuhnya di saat yang sama ia menyadari jika dirinya tidak berada di rumah.
"Dimana aku?"
Dia merungis kesakitan saat tangan gadis itu menyentuh lehernya. "Aww, apa yang terjadi sebenarnya?"
Pintu ruangan yang Petra tempati terbuka, menampilkan dua orang pria yang tinggi dan juga berbadan kekar. Orang tersebut memakai setelan jas dasi serta terdapat sebuah pistol di pinggang mereka.
"Siapa kalian?" tanya Petra penuh selidik.
"Kami adalah salah satu bodyguard Mr. A."
Gadis itu bingung akan kata terakhir tersebut. Mr. A? Siapa itu?
"Siapa dia?"
"Pemilik rumah ini, rumah yang sekarang kau tempati."
Bukannya takut atau mengeluarkan ekspresi khawatir, gadis tomboy nan urakan tersebut malah memasang wajah menantang. Dia sangat pensaran siapa orang yang dengan berani menculiknya.
Sepertinya orang bernama Mr. A ini belum tahu siapa gadis bernama Petra Rall.
"Cepat antarkan aku untuk menemuinya," ucap Petra dengan nada yang menantang.
Dua orang pria tadi hanya melirik satu sama lain melalui ekor matanya. "Mari ikut kami," ucap salah satu dari mereka.
Gadis itu berjalan dengan santai seperti tidak terjadi apa-apa. Ingat dia sedang di culik. Di culik. Mungkin gadis lain sudah menagis untuk memninta dilepasakan. Tapi Petra? Dia bukan gadis sembarangan.
"Hei, nona belok sini."
"Eh salah ya." ucap seraya menggaruk tengkuknya yang tak gatal.
Kini Petra berdiri di depan pintu bercat putih seringgi 2,5 meter. Entah kenapa gadis itu merasa dari pintunya saja sudah bersih dan mengkilap. Apalagi ruangannya? Gadis berumur 20 tahun itu menggelengakan kepalanya kagum sekaligus heran.
Pintu diketuk, sesaat kemudian terdengar perintah untuk masuk dari dalam. Tanpa sadar Petra begitu saja melangkahkan kainya masuk ke ruangan tersebut. Benar dugannya, ruangan bernuansa putih itu sangat-sangat bersih. Bahkan kini di depannya ada seorang pria tampan dengan wajah iblis sedang tersenyum.
"Masuklah nona."
Petra kembali ke dunia nyata. Ternyata dari tadi dia hanya berkhayal. Ah~ Ya Tuhan. Gadis itu masuk ke ruangan yang berada di depannya diikuti oleh dua pria tadi.
"Tuan muda, kami sudah membawa gadis seperti yang anda perintahkan."
"Kalian boleh pergi. Tinggalkan gadis itu di sini," ujar pria yang duduk membelakangi meja kerjanya.
Bodyguard tadi meninggalkan si gadis hanya berdua dengan si pria. Ralat bertiga.
"Kak, kau mendengarku kan? Ini sudah ke 3 kalinya," ucap gadis bersurai hitam raven dengan syal yang melingkari lehernya.
"Sebaiknya kau pergi, Mikasa. Aku punya urusan lain," jawab si pria dengan nada bicara yang dingin dan datar.
"Jika bukan karena mama, alu sudah membunuhmu dari dulu," ucap gadis bernama Mikasa sinis.
"Cih, terserah padamu."
Mikasa berbalik kemudian menatap Petra dengan tatapan iba seraya mengucapkan kata maaf. Petra tidak apa yang dimaksud gadis bersyal merah. Dia hanya bisa menatap punggung gadis itu yang lama-kelamaan menghilang di balik pintu.
"Namamu Petra Rall?"
"Eh, apa?"
"Namamu Petra Rall?" ulang si pria.
"Iya itu namaku. Kau pasti Mr. A kan?" tanya Petra lansung ke inti.
Sosok itu malah tertawa terbahak-bahak seakan yang dikatakan oleh sanderanya adalah hal yang lucu.
"Mr. A adalah nama mendiang ayahku. Sedangkan namaku adalah Levi Ackerman atau biasanya dipanggil tuan muda," ucap pria bernama Levi seraya memutar kursinya.
Matanya membulat seketika setelah dia melihat wajah Levi Ackerman. Dia tampan, batin Petra. Tapi pendek, sambungnya masih di dalam batin.
Mahasiswi fakultas kedokteran itu merasa familiar. Entahlah seperti pernah melihatnya. Tapi perasaanya itu segera ia tepis kemudian mengajukan sebuah pertanyaan.
"Apa tujuanmu menculikku?"
"Hobi."
Petra seakan tidak percaya apa yang Levi katakan. Hobi? Tuhan orang apalagi yang Engkau pertemukan pada Petra?
"Ha, hobi?" tanya Petra masih tidak percaya.
"Ya. Setelah aku menculik seorang gadis aku akan mengajaknya liburan."
Gadis bermarga Rall tersebut menelan ludahnya kasar.
"Dasar sinting, jika kau memang berniat untuk mengajak seorang gadis, bilang saja padanya. Bukan menculiknya," cerocos si gadis panjang lebar.
"Hey, tunggu bocah. Aku belum menyelasaikan kalimatku," kata Levi seraya bangkit dari duduknya kemudian berjalan ke arah Petra. Levi mendekatkan bibirnya ke telinga gadis beriris almond sambil membisikkan sesuatu.
"Dengan catatan sebagai pembantu pribadiku."
"Apa, pembantu?!! Hei, tuan pendek. Kau ini sudah gila ya?"
"Tidak. Dan satu hal kau dilarang mengucapkan kata keramat di rumah ini. Apa lagi di hadapanku."
"Peduli setan. Lalu apa itu maksudnya?" katanya sambil mencak-mencak.
Pria dengan gaya rambut undercut itu memasukkan tangannya ke saku celana. Kemudian berkata, "sekitar 3 hari lagi sekolah akan libur dan aku akan berangkat untuk liburan dan kau akan iku denganku sebgai pembantu. Bagaimana kau setuju?"
"Tidak."
"Kalau begitu temanmu yang akan menjadi taruhannya, Oluo."
Deg!
Petra terkejut mendengar penyataan dari pria pendek di depannya. Bagaimana dia bisa tahu nama dari sahabatnya itu? Apakah dia mempunyai mata-mata, mengingat dia adalah orang yang kaya?
"Aku tahu namamu dan temanmu kemarin saat kalian berada di cafe yang sama denganku. Tanpa sengaja aku menguping dan temanmu mengataiku pendek."
Alis gadis itu terangkat. What? Apa-apaan?
"Jadi kau tetap tidak menerima?"
Petra bingung. Apa yang harus dia lakukan? Seandainya tadi dia tidak membuka pintu pasti tidak akan terjadi hal seperti ini.
Dia memejamkan matanya, berpikir. Oluo adalah sahabatnya sejak mereka SD. Pria itu juga sudah berkorban banyak untuk Petra. Kini gikiran dirinya yang berkorban untuk Oluo.
"Baik aku menerimanya," ucap Petra mantap.
"Bagus. Ini jadwal kerjamu," ujar Levi sambil melempar sebuah gulungan kertas ke arah gadis yang kini telah syah menjadi pembantu pribadinya. Dengan mudah gadis itu menangkapnya.
"Kontrakku denganmu sekitar 3 minggu. Setelah itu kau bebas."
"Hei bagaimana dengan kuliahku?"
"Bukankah aku sudah mengatakan jika 3 hari lagi sekolah akan libur? Jadi kau tak perlu memikirkannya."
"Tidak aku ingin tetap kuliah."
"Baiklah jika kau memaksa. Setiap berangkat dan pulang kau akan diantar oleh supir. Satu hal, jangan ceritakan hal ini kepada siapapun."
"Baiklah."
***
Saat ini dia sedang berada di dapur rumah mendiang Mr. A ditemani oleh kepala pelayan, Daisy. Wanita paruh baya itu sudah bekerja selama 40 tahun.
"Uh, aku sebal sekali," ucap Petra masih tidak terima akan kenyataan yang ia dapat.
"Kau tahu, kau adalah sanderanya yang tidak genit."
"Eh, apa maksudnya?"
"Tuan Muda sudah menculik 3 orang gadis dalam 3 tahun terakhir."
Wajah Petra menunjukkan ekspresi terkejutnya. Entah sudah berapa kali ia terkjut dalam sehari. Dia tidak ingat.
"Gadis pertama bernama Seia. Sehari sebelum mereka berangkat liburan, gadis itu hampir melecehkan Tuan Muda. Setelah itu dia menyuruh anak buahnya untuk memulangkan gadis itu. Gagal sudah liburannya," ucap Daisy menahan tawanya.
Seorang pria juga bisa merasa terlecehkan. Setahu Petra hanya seorang wanita yang dapat merasakan pelecehan. Uh, dunia ini memang aneh.
"Gadis kedua namanya Barbara. Saat di culik dia memberontak bahkan menangis sejadi-jadinya. Tapi saat ia melihat wajah Tuan Muda dan tahu akan dijadikan pembantu pribadinya, wajahnya langsung sumringah. Bahkan dia memcoba mencium Tuan Muda. Tuan Muda sangat tidak suka pada gadis yang agresif. Jadi dia langsung memulangkannya."
"Biar kutebak. Liburannya gagal?"
"Tidak. Dia tetap liburan bersama nona Mikasa dan pacarnya, Eren."
"Pacar pria pendek itu seorang pria?!" tanya Petra tak percaya.
"Eh tidak. Maksudku pacar adiknya."
Tebakan Petra memang salah. Tapi dia mendapat suatu kenyataan lagi. Gadis yang berada di ruangan tadi, Mikasa adalah adik dari Levi.
"Dan satu hal, Tuan Muda hanya menjadi obat nyamuk disana."
Daisy tidak dapat menahan tawanya lagi. Begitupun dengan Petra. Ia tidak menyangka, Levi menjadi obat nyamuk di antara dua orang yang tengah kasmaran.
Dari arah pintu dapur, seorang pelayan mengahmpiri mereka berdua. "Nona Petra, Tuan Muda memanggilmu dan dia juga meminta secangkir teh hitam tanpa gula."
"Tentu."
***
Petra tengah berjalan menuju ruangan orang bernama Levi Ackerman sambil membawa secangkir teh hjtam tanpa gula. Ruangan itu mengingatkannya akan kejadian tadi sore. Uh, dia sangat membencinya.
Terdengar konyol memang, tapi itu kenyataannya. Gadis itu mengetuk pintu, peruntah untuk masuk terdengar. Dia merasa seperti deja vu.
"Ini tehmu," ucap Petra menaruh secangkir teh di meja Levi. Pria itu tampak sedang mengetikkan sesuatu di laptop miliknya. Tapi si gadis tidak peduli.
"Jadi, apa yang kau ingin bicarakan denganku?"
"Karen kau bersikeras untuk tetap kuliah. Maka kau akan menjadi pacar palsuku."
"Apa?!!"
Vote dan komen minna
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top