Chapter 32
Suasana semakin tidak bisa terkendali. Si pemuda tersebut langsung menggambil besi yang tapi sempat terlempar cukup jauh darinya.
"Sekarang gak ada waktu lagi, lo harus bayar semuanya!" teriak pemuda tersebut dilanjutkan dengan tawanya yang menggema hampir kesetiap sudut ruangan.
Saat akan mengarahkan besi panas tersebut ke arah Ataya, tiba-tiba saja ada sebuah sepatu yang berhasil mengenai wajahnya.
"Taytay!" teriak Ghina yang tanpa peduli langsung berlari ke arahnya.
dibelakang Ghina ada Trian dan juga Jeno. Mereka berdua langsung berlari ke arah si pemuda tersebut agar bisa diamankan.
"Taytay." Ghina langsung memeluk Ataya, dan mereka berdua mulai menangis.
Setelah pemuda tersebut di amankan, tak lama ada beberapa polisi yang akan membawa pemuda tersebut. "Lo akan bayar semuanya Ataya!" teriak pemuda tersebut saat akan dibawa oleh polisi. "Lo udah buat kakak gua kehilangan nyawanya!" lanjutnya.
Ataya tidak mengerti dengan maksud ucapan si pemuda tersebut, dirinya bahkan merasa tidak pernah membunuh siapapun.
Jeno dan Trian langsung mendekati Ataya. "kenapa lo gak bilang ke gua hah?!' sentak Trian.
Ataya tak bisa jawab pertanyaannya yang dilontarkan sepupunya tersebut.
"Lo udah janji sama gua dan Ghina untuk menyelesaikan ini secara bersama Taytay! tapi apa yang lo lakuin sekarang?! kalau lo kenapa-napa siapa yang bakal nemuin lo di sini hah?!"
"Trian, sudahlah ... sekarang bukan waktunya untuk emosi, kita seharusnya bersyukur karena Ataya baik-baik aja," ucap Jeno.
"Maaf, gua tau gua salah ... tapi sekarang, gua minta tolong sama kalian, gua gak mau--"
"Kita akan bawa dia ke rumah sakit," ucap Jeno. "Ghina, kamu bawa Ataya temui kakaknya, jangan buat di khawatir," lanjutnya.
Terdapat banyak darah yang keluar dari kepala Patrick karena pukulan tersebut memanglah sangat keras, bahkan Ataya bisa mendengar suaranya saat kepala Patrick dipukul oleh pemuda yang masih belum Ataya ketahui namanya.
- - -
Rima sudah menunggu adiknya itu di pos depan sekolahnya, dirinya benar-benar khawatir sekali dengan keadaan adiknya saat ini, tapi sayangnya ia tidak bisa ikut membantu Ataya karena masih ada Letya yang masih harus dia urus.
"Taya ... kala kamu kenapa-napa, apa yang harus kakak bilang ke bunda dan ke ayah," gumam Rima yang terus saja merasa gelisah.
Tak lama kemudian Ataya datang. Akhirnya Rima bisa bernapas lega setelah mendapati kalau adiknya itu tidak kenapa-napa.
"Kamu ini, kalau ada--"
"Maaf kak, Taya salah," sela Ataya yang langsung memeluk kakaknya itu.
Mereka berdua langsung menangis. Rima sangat bersyukur kalau Ataya bisa kembali dengan selamat.
"Di mana Jejen dan Trian?" tanya Rima.
"Mereka ke rumah sakit," jawab Ghina.
"Rumah sakit?!" Rima mulai merasa khawatir kembali, tapi Ghina dengan cepat langsung memberikan penjelasan pada Rima.
"Tadi di sana ada kak Patrick juga yang berusaha nolongin Taytay, tapi dia kena pukulan di bagian kepalanya, jadi kak Jeno sama Trian langsung bawa dia ke rumah sakit," jelas Ghina.
"kakak pikir ada apa, tapi gimana keadaan teman kalian itu?"
"Pukulannya keras, jadi kepala Patrick mengeluarkan banyak darah," jelas Ataya. "Kak dia pasti baik-baik aja, kan?" lirih Ataya yang sekali lagi mulai menangis.
Walaupun merasa kecewa, tapi paling tidak Ataya tau kalau Patrick ada niat untuk menyelamatkan dirinya, meski ia tidak tau apa hubungan Patrick dengan pemuda tersebut. Sekarang yang Ataya hanya harapkan kalau dirinya akan baik-baik saja. Jika memang seperti itu, maka Ataya janji akan mendengarkan penjelasannya nanti.
- - -
Sesampainya di rumah, Ataya mendapatkan telepon dari Canavaro. Dirinya segera mengangkat telepon tersebut untuk memberitau dirinya kalau dirinya baik-baik saja sekarang.
"Gua baik-baik aja kok Var, makasih lo udah nepatin janji lo sama gua," ucap Ataya pada Canavaro.
"Gua senang lo bisa selamat," balas Canavaro dari sebrang sana.
Ataya mulai menceritakan apa yang tadi ia alami pada Canavaro. Di mulai dari ia mengetahui wajah di pemuda, kekecewaannya pada Patrick, sampai akhirnya ia juga mengaku menyesal karena telah menggambil keputusan yang salah.
"Sekarang gua nyesel banget, seandainya sahabat sama kakak ipar gua gak datang, gua gak mungkin selamat sekarang," ucap Ataya.
"Semua yang terjadi, pasti ada hikmahnya, lo ambil pelajarannya dan jangan ulangin lagi hal sama yang justru merugikan diri lo sendiri, ok."
"Makasih ya Var, lo udah ngertiin gua," ucap Ataya. "kalau orang lain yang dengerin cerita gua, pasti mereka akan banyak bacot," lanjut Ataya.
"Haha ... apa lagi yang bisa gua lakuin selain mencoba mengerti setiap cerita lo?"
Ataya langsung tersenyum setelah mendengarkan kalimat tersebut. Sekali lagi, meski ia masih ragu soal hubungannya dengan Canavaro, tapi dirinya merasa bersyukur karena telah dipertemukan dengan orang seperti Canavaro.
TIGA HARI KEMUDIAN
Tadi pagi, Ataya mendapatkan kabar kalau Patrick sudah siuman. kabar tersebut berhasil membuat Ataya memilih untuk pergi ke rumah sakit, meski hanya sikat gigi saja hari ini.
Setelah sampai rumah sakit, Ataya melihat patrick yang terbaring diatas kasur dengan leher yang disangga dan juga kepala yang terdapat balutan perban.
"Kak--"
Patrick menyadari kehadiran Ataya, tapi sayang dirinya tidak bisa menengok karena lehernya yang masih terasa sakit.
"Jangan dipaksain, itu pasti sakit," ucap Ataya.
"Haha ... sejak kapan lo jadi begini sama gua?" canda Patrick. "Biasanya juga lo bodo amatan sama gua," lanjutnya diiringi dengan tawa.
"Lo berkata seperti itu, kaya menganggap gua tokoh antagonis aja dalam hidup lo," canda Ataya.
Mereka berdua tertawa hanya karena candaan receh Ataya.
"Taya ... gua mau lo tau alasan kenapa gua ada di sana saat itu ..."
Patrick akhirnya menceritakan semuanya, sesuai janji, Ataya siap mendengarkan semuanya apapun itu.
Patrick menjelaskan pada Ataya kalau pemuda tersebut sebenarnya sodara tiri Patrick, namanya Aslan.
"Dulu gua sama dia deket banget dan akrab banget sama dia ..."
Ada alasan mengapa Aslan sangat membenci Ataya. Awalnya Patrick menjelaskan kalau dirinya juga sempat membenci Ataya saat dirinya masih kecil.
"Kalau lo inget, Aslan pernah ngirim foto perempuan dengan luka bakar yang memenuhi setengah wajahnya."
"Ah ... iya gua inget foto itu," balas Ataya sambil mengangguk.
"Dia itu kakak Aslan dan juga kakak tiri gua, namanya Alica, dia satu-satunya kakak yang kami punya yang bisa ngurus kita berdua."
Patrick menjelaskan, saat mereka berusia delapan tahun, keluarga mereka mengalami sebuah kecelakaan dan karena kecelakaan itu, orang tua mereka meninggal, sedangkan Alica dirinya mendapati luka bakar pada sebagian wajahnya dan juga beberapa bagian tubuhnya.
Saat itu, Ataya pernah bertemu dengan Alica, tapi saat itu Ataya terlihat takut pada Alica dan langsung teriak sambil berlari menjauh dari Alica.
Karena hal itu, Alica merasa kalau hidupnya sudah tidak berguna, dirinya memustukan untuk bunuh diri, karena ia tak mau hidup dengan wajah menyeramkan seperti itu.
Dan karena hal itu, Patrick dan Aslan sangat membenci Ataya yang saat itu belum mereka ketahui siapa itu Ataya. Yang mereka tau kalau dulu gadis yang membuat kakaknya meninggal adalah gadis yang memiliki tanda lahir dibagian tangan kanannya.
Dan saat SMA akhirnya Patrick menemukan Ataya yang wajahnya juga tidak asing lagi baginya. Awalnya Patrick sangat membenci Ataya, tapi lambat laun, entah mengapa dirinya justru mulai suka pada Ataya.
"Gua berpikir, kalau mungkin saat itu, karena lo masih kecil jadi wajar bagi lo kalau lo terkejut melihat wajah kak Alica yang seperti itu."
Jadi inti dari cerita yang ia dengar dari Patrick adalah kalau Aslan masih sangat terluka karena kehilangan Alica. Jadi ia sangat dendam sekali pada Ataya karena ketakukan Ataya saat itu membuat kakaknya itu memilih untuk mengakhiri hidupnya.
Ataya ingat sekarang, bahkan sampai sekarang Ataya berusaha untuk tidak mengingat wajah perempuan yang dulu membuat dirinya takut, yang ternyata itu adalah kakak tiri Patrick.
"Gua gak tau harus berbuat apa, gua rasa minta maaf saja tidak bisa menyembuhkan luka yang lo dan Aslan rasakan sampai sekarang," ucap Ataya merasa sangat bersalah.
"Gak perlu minta maaf, lo gak salah. Jadi lo gak perlu mikirin hal ini lagi," ucap Patrick.
Ataya langsung menangis sejadi-jadinya. Dirinya tidak menyangkan kalau hal ini akan terjadi. Siapa yang tau karena ketakutannya saat dulu, bisa membuat seseorang menyimpan luka dan dendam seperti sekarang?
"Sebentar lagi gua keluar dari sekolah, dan gua udah milih universitas yang gua mau, Universitasa itu ada di Bali, jadi gua akan ke Bali, gua gak mau keberadaan gua membuat lo selalu ingat dengan hal yang seharusnyaa gak lo ingat, sama seperti saat lo milih keluar dari anggota paskib," jelas Patrick.
"Bali?"
"Iya, asal lo tau, kalau Bali adalah tempat lahir gua, di sana ada rumah gua, jadi bisa dibilang kalau gua cuma pendatang di Jakarta," jelas Patrick.
"Apapun keputusan lo, gua harap itu yang terbaik untuk kedepannya," ucap Ataya. "Makasih karena sampai sekarangpun lo masih mikirin kenyamanan gua, yang seharusnya gualah yang memikirkan hal tersebut."
"Haha ... gua itu laki-laki, sudah sewajarnya kalau gualah yang mengerti perempuan," balas Patrick.
Ataya memang merasa tidak enak sekali pada Patrick, tapi ia juga tidak mau terlalu larut dalam masalah ini lagi.
- - -
Setelah pulang dari rumah sakit, Ataya akan berusaha menjalani hidupnya tanpa perlu selalu merasa takut. karena sekarang ia belajar kalau ketakutan hanya akan membuatnya menyesal suatu hari nanti, sama seperti penyesalan dirinya saat mengetahui kalau tanpa sengaja ketakutannya telah membuat seseorang memutuskan untuk mengakhiri kehidupannya.
Varo ... sekarang gua banyak belajar dan sekarang gua gak mau punya rasa takut lagi sama bagaimana wujud lo, yang gua tau kalau lo itu adalah orang baik yang selalu membantu gua (Ataya)
AKhirnya lo bicara begitu (Canavaro)
Eh? (Ataya)
Terimakasih karena selama ini lo udah percaya sama gua, tanpa harus mengetahui bagaimana visual gua, tapi mungkin sekarang udah waktunya kita saling mengetahui wajah kita masing-masing
(Canavaro)
Ataya benar-benar terkejut sekali, apa benar selama ini oraang yang ia percaya setampan ini?
Lo gak ngambil ini dari google atau pinteres, kan? (Ataya)
Haha ... gak lah, kalau lo masih gak percaya kita bisa vidio call (Canavaro)
Tak lama Canvaro menghubungi Ataya lewat Vidio Call. Dan saat itu pula mereka baru saling mengenal wajah mereka masing-masing.
"Haha ... ternyata lo memang sesuai dugaan awal gua," ucap Ataya.
"Lo juga cantik, sesuai dugaan gua," balas Canavaro.
"Makasih karena lo udah mau percaya sama gua," ucap Canavaro.
"Makasih juga karena lo juga selalu ada untuk gua," balas Ataya.
"Bukannya itu tugas seorang pacar, bukan?" canda Canavaro.
Ataya hanya mengangguk saja, sekarang ia yakin pada perasaannya, dan dia juga yakin kalau Canavaro memang pacarnya.
THE END
TERIMAKASIH UNTUK KALIAN YANG SUDAH DUKUNG ANA SAMPAI AKHIR CERITA INI.
SEMOGA KALIAN SEHAT SELALU
SAMPAI BERTEMU DI CERITA ANA SELANJUTNYA.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top