Chapter 31

HARI PEMBAGIAN RAPOT 

Semakin hari, Ataya selalu saja dibuat bimbang, sekarang hanya tinggal hitungan jam saja untuk pembagian rapot. 

Pagi ini si peneror mengingatkan Ataya untuk datang sesuai janji dan tempat yang sudah disepakati. Sebenarnya Ataya masih merasa takut, tapi jika seperti ini terus, maka dirinya akan terus merasa tidak nyaman karena terus di teror dengan orang yang tidak jelas. 

Lo harus bisa Ataya, lo itu anak yang berani, lo juga gak bisa biarin orang-orang terdekat lo jadi ikut terseret ke dalam masalah yang tidak jelas, bukan? Ataya terus saja meyakinkan dirinya. 

Karena hari ini Hasnah dan Judan ada urusan, jadi Rima lah yang akan menggambil rapot Ataya, sedangkan rapot Trian akan diambil oleh Jeno. 

Sebisa mungkin, Ataya terus saja memanipulasi ekspresinya, dirinya hanya tidak mau membuat keluargnya khawatir lagi karena berubahan sifatnya. 

Sekarang mereka semua siap untuk pergi ke sekolah, dan sekarang juga Ataya harus mencari alasan, agar dirinya bisa pergi ke tempat yang sudah di janjikan dengan si peneror hari ini. 

Ataya sendiri tidak tau, akankah ia bisa kembali dengan selamat, karena ia tidak tau pasti siapa si peneror dan apa motifnya. Kemarin Ataya sudah meminta tolong pada Canavaro, karena hanya itulah cara satu-satunya agar Ataya bisa melewati ini semua tanpa hambatan. 

FLASHBACK ON 

Malam hari, Ataya merasa sangat gelisah, dirinya benar-benar merasa takut, akankah nyawanya bisa selamat atau tidak setelah ia bertemu dengan si peneror nanti, dan jika memang semua itu akan terjadi, Ataya sudah memikirkan cara ini matang-matang. 

Ia akan meminta Canavaro untuk memberitau Bi Sarah, agar Bi Sarah bisa memberitau Trian yang akhirnya akan sampai ke telinga kedua orang tuanya nanti. 

Ataya tak mau orang tuanya berpikir macam-macam kalau seakan waktu tidak mengizinkan dirinya untuk bertemu mereka lagi. 

Varo mungkin ini terkesan tiba-tiba. gua makasih banget karena lo masih mau membalas pesan gua, padahal gua udah ngacangin lo beberapa hari. 

Sekarang ada hal yang harus gua lakuin, dan gua rasa ini akan beresiko sangat besar, taruhannya adalah nyawa gua, gua gak tau akankah gua kembali dengan selamat, atau gua akan pergi untuk selamanya. 

Varo, besok gua akan bertemu dengan si peneror yang selama ini terus saja menyerang gua. Alasan gua mau ketemu dia karena gua gak mau orang-orang terdekat gua jadi kena imbasnya, mungkin aja gua udah pernah melakukan hal yang salah bagi si peneror yang mungkin juga sangat fatal akibatnya. 

Cuma lo yang tau soal ini. Varo gua gak akan bawa handphone gua nanti, jadi kalau misalkan gua gak ngehubungin sampai tengah malam nanti, gua harap lo bisa memberitau semuanya ke nomor bi Sarah yang pernah gua pake untuk nelpon lo, lo pasti inget. 

Tolong bantu gua, ya, itu semua karena gua percaya sama lo Var (Ataya) 

Lo yakin dengan keputusan lo? (Canavaro) 

Gua gak pernah seyakin ini, jadi tolong ya Var, cuma lo yang bisa ngertiin gua saat ini (Ataya) 

Apa gak cara lain, kenapa lo meski menggambil keputusan sebesar ini? kenapa lo gak lapor aja ke polisi? (Canavaro) 

Jika memang itu yang terbaik, maka sudah sejak lama gua lapor polisi Var, tapi gua gak mau masalah merambat makin panjang, yang si peneror mau cuma agar gua membayar kesalahan yang pernah gua lakuin ke dia (Ataya) 

Kalau itu mau lo, gua gak bisa maksa, bukan? (Canavaro) 

Gua tau, gua pasti bisa mengandalkan lo Var (Ataya) 

Tapi gua gak akan nunggu sampai tengah malem, gua akan tunggu lo sampai jam 3 sore nanti, jika lo gak ada kabar, maka gua akan langsung melakukan apa yang lo suruh (Canavaro) 

Pliss gua gak hal buruk terjadi, jadi cuma itu yang bisa gua lakuin untuk lo, gua harap lo baik-baik aja (Canavaro) 

Ok, sampai jam 3 sore nanti. Makasih Varo karena lo udah sering banget ngebantu gua (Ataya) 

Walaupun kita tidak pernah bertemu secara langsung, tapi Taya ... percaya sama gua, lo juga merupakan orang penting yang hadir dalam hidup gua (Canavaro) 

Makasih Var, gua senang bisa ketemu lo (Ataya) 

Kembalilah dengan selamat, gua akan tunggu lo (Canavaro) 

Akan gua usahakan (Ataya) 

Ataya baru merasa sedikit tenang karena Canavaro sudah mau membantunya, sisanya ia akan mengurusnya sendiri. Dalam hati Ataya tetap akan selalu berdoa akan dirinya diberikan keselamatan. 

FLASHBACK OFF 

- - -

Saat pembagian rapot Ataya bilang kepada Rima kalau dirinya harus ke toilet karena masalah darurat. Hanya itulah satu-satunya cara agar Ataya bisa diizinkan pergi oleh kakaknya. 

"Kak Rima, Taya udah gak tahan nih," ucap Ataya sambil menunjukkan wajah memelas. 

"Yaudah sana pergi, dari pada kamu buang air di celana," ucap Rima. 

Akhirnya Ataya berhasil kabur dari sekolah, agar tidak ketahuan siapapun Ataya memilih melewsati loteng tempat biasa dirinya menghabiskan waktu seorang diri. Jarak antara loteng dengan tembok pembatas sekolah tidaklah jauh, jadi Ataya bisa melompat dari sana. 

Setelah berhasil melompat keluar sekolah, Ataya segera pergi ke rumah yang jarangnya cukup jauh dari sekolah. 

Rumah tersebut sebenarnya masih dalam tahap pembangunan, hanya saja pembangunan belum sempat dilanjut karena yang Ataya tau si pemilik bagunang tersebut meninggal dunia. 

Sesampainya di rumah tersebut, Ataya terus saja mengendap-ngedap sambil memperhatikan setiap sudut ruangan yang terbilang luas. 

"Luas juga rumah ini, mau diisi berapa orang, ya?" gumam Ataya yang justru mengagumi bentuk arsitektur rumah tersebut. 

"Hallo honey, kamu sudah datang rupanya." Ataya tau suara ini adalah suara milik si peneror. 

"Di mana lo?! kenapa lo gak tunjukin wajah lo ke gua?!" teriak Ataya sambil melihat sekeliling yang tak menandakan ada seseorang di sini. 

Tiba-tiba saja Ataya mendengar suara langkah kaki  yang semakin kencang. Saat ia menengok ke belakang, dirinya melihat seseorang menggunakan topeng sudah berada di belakangnya dan langsung menyekap dirinya. 

- - -

Sadar-sadar tubuh Ataya telah terikat di sebuah kursi, di depannya ada sebuah api ungun. 

"Kamu sudah bangun Honey," ucap si peneror tersebut. 

Ataya tak bisa menjawab karena mulutnya dilakban oleh si peneror tersebut, tapi dari posisinya Ataya bisa melihat wajah si peneror yang ternyata dirinya adalah seorang pemuda yang mungkin saja masih berusia sama seperti dirinya. 

"Kamu tidur cukup nyenyak honey," ucapnya lagi. 

Dirinya mulai mendekati Ataya dan terus menyentuh bagian leher wajah, leher hingga bagian perut yang membuat Ataya sedikit merasaka geli. 

"Kenapa? kamu takut?" ucapnya sambil menunjukkan smirk ke arah Ataya. 

Walaupun hanya sebatas pusar, tapi mau bagaimanapun Ataya tetap seorang yang pasti memiliki rangsangan pada titik-titik sensitivenya. 

"Ah ... sudahlah, aku benci dengan semua ini." ucapnya yang langsung menjauh dari Ataya. "Aku sudah menunggu ini cukup lama, dan sekarang waktunya kamu membayar apa yang dia rasakan Ataya Chairani." lanjutnya dengan tatapan penuh kebencian juga kepuasan. 

Pemuda tersebut langsung menggambil sebuah besi dan dia juga menempatkan besi di api. Sekarang Ataya mulai merasa takut, ia sudah membayangkan rasa sakit yang akan ia rasakan saat ini. 

Tuhan Taya masih mau hidup batinnya yang sudah mulai merasa takut. 

Saat besi tersebut sudah panas, pemuda tersebut langsung mengarahkan besi tersebut ke arah wajah Ataya. "Kenapa kamu takut, honey?" ejeknya. 

Ataya sudah sedikit merasakan panas karena besi tersebut, tapi sebelum pemuda tersebut menempelkan besi panas tersebut ke wajah Ataya, tiba-tiba saja ada seorang laki-laki yang mulai menghentikan pemuda itu dan ternyata dia adalah Patrick. 

"Cukup Lan, lo gak harus jadi jahat seperti ini," ucap Patrick. 

Ataya benar-benar merasa terkejut dengan kenyataan yang ia lihat saat ini, Patrick jadi selama ini dirinya terlibat? 

"Lepasin tangan gua Patrick, lo udah janji sama gua bukan?" ucap pemuda tersebut. 

Patrick langsung melepas tangan pemuda tersebut, tapi kemudian dirinya langsung meninju pemuda tersebut. 

Sekarang terjadilah baku hantam antara Patrick dengan pemuda yang meneror Ataya selama ini. 

"Inget Patrick lo udah janji sama gua!" teriak si pemuda tersebut. 

"Gua udah janji, tapi bukan berarti gua akan membiarkan lo menyakiti Ataya!" balas Patrick.

Mereka berdua kembali baku hantam, sampai akhirnya Patricklah yang menang. Si pemuda tersbut masih terpapar lemah setelah beberapa kali ditonjok oleh Patrick di bagian perutnya. 

Kesempatan tersebut tak Patrick sia-siakan, dirinya langsung melepaskan semua tali yang mengikat Ataya. Tapi setelah Ataya bebas, dirinya justru langsung menampar Patrick.

"Lo pikir gua akan berterimakasih sama lo, hah?!" teriak Ataya benar-benar sangat kecewa pada Patrick. "Gua pikir hubungan kita akan baik-baik aja Pat, tapi sekali lagi lo buat gua kecewa." Ataya sudah tak bisa menyembunyikan air matanya, tidak ada gunanya terlihat kuat saat ini. 

"Taya dengerin dulu--" 

"Apa yang harus gua denger hah?!" teriak Ataya. "Sejak kapan Pat sejak kapan?!" 

Patrick tau ke arah mana Ataya bertanya. "Gua--" 

"Bodoh!" 

Patrick tiba-tiba saja pingsan karena dipukul menggunakan kayu oleh pemuda tersebut. 

"Pat ... kak Patrick!' teriak Ataya yang berhasil menangkap tubuh Patrick yang tiba-tiba saja jatuh ke arahnya. 

"Sekali lagi lo udah buat kesalah Patrick Kevern" ucap pemuda tersebut. 

Kini Ataya kembali merasa takut pada si pemuda tersebut. "Sebenarnya apa mau lo?" lirih Ataya yang terus saja mengeluarkan air mata. 

TBC ... 


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top