Chapter 30

Setelah melalui perdebatan yang cukup panjang, mereka bertiga akhirnya memilih untuk beristirahat sebentar dan akan melanjutkan diskusi mereka besok pagi.

Hari ini Ataya dan Ghina terpaksa menginap di rumah Trian, karena sekarang sudah terlalu malam bagi mereka untuk pulang ke rumah, walaupun rumah Ataya dekat, tapi tidak mungkin juga Trian membiarkan sepupunya itu pulang, meskipun ia yang mengantarnya pulang. 

Apa kata tante dan omnya nanti kalau dirinya membawa pulang putri bungsunya itu malam-malam, mungkin bukan malam, tapi saat ini waktu menunjukkan sudah dini hari. 

Saat semua sedang terlelap dalam tidurnya, Ataya masih saja belum bisa tidur, dirinya masih berpikir, bagaimana si peneror tau nama-nama orang yang sekarang ada di sini? Ataya sendiri tidak menyangka kalau si peneror akan terus menguntit dirinya seperti ini. 

Dan sekarang, bukan hanya dirinyalah yang bermasalah, tapi Trian dan Ghina juga jadi terlibat dengan masalah yang tidak diketahui titik awalannya. 

Honey ... aku beri kamu kesempatan, jika kamu ingin temanmu baik-baik saja, maka datanglah dan bayar semuanya sendirian (Unknow) 

Sebenarnya apa mau lo? dan apa yang harus gua bayar? (Ataya) 

Haha ... kamu itu memang polos ya honey, datang saja ke rumah yang ada di belakang sekolah, aku yakin kamu pasti mengetahui rumah tersebut (Unknow)

Datanglah setelah kau mendapatkan rapot sekolahmu, jika kamu mau semua orang disekitarmu baik-baik saja, maka datanglah seorang diri tanpa ada yang mengetahuinya (Unknow) 

agar tidak ketahuan, Ataya langsung menghapus pesan tersebut, dirinya tak mau menambah masalah baru lagi bagi orang-orang terdekatnya. Sekarang satu-satunya cara agar dirinya mengetahui motif dari si peneror, maka dirinya harus datang sesuai keinginan si peneror tersebut. 

Jika memang semuanya akan baik-baik saja dengan cara ini, maka gua harus menyelesaikannya secepat mungkin batin Ataya berusaha membuat dirinya menjadi seorang yang kuat untuk menghadapi semuanya. 

- -- - 

Keesokkan harinya, karena sekarang hari minggu, jadi Ataya memilih untuk pulang siang nanti, dirinya terlalu malas untuk jalan kaki ke rumahnya. 

Di kamar tempat ia tidur tadi malam, Ataya berpikir kembali soal keputusan yang sudah ia ambil. Ia juga terus memperhatikan handphonenya. 

Di sana masih ada beberapa notifikasi pesan dari Canavaro. 

Varo ... maaf gua baru ngabarin lo (Ataya) 

Gua harap lo gak marah karena sikap gua yang egois (Ataya) 

Gua cuma gak mau lo terus menerus jadi tempat gua melampiaskan amarah gua, jadi gua milih untuk gak ngebales semua pesan dari lo (Ataya) 

Selama ini lo masih percaya sama gua, jadi gua juga tetap akan mempercayai lo, gua tau lo adalah orang yang baik yang bisa gua percaya (Ataya) 

Canavaro masih belum membaca pesan darinya, mungkin dirinya mulai merasa elfel padanya, sekalipun Ataya mengirim pesan seperti ini, di dalam hatinya, ia masih memiliki satu ke khawatiran yaitu, apakah dengan menganggap Canavaro sebagai pacarnya itu adalah hal yang benar? 

Ataya berpikir, benar apa yang dikatakan Ghina. Bagaimana bisa kita mempercayai orang yang bahkan belum kita kenal. Di dunia ini memang tak semua orang yang kenal lewat sosial media itu jahat, tapi Ghina juga memperingati Ataya kalau dirinya harus tau, jaman sekarang apapun bisa terjadi. Bahkan orang baik sekalipun bisa saja berbuat jahat. 

Hati Ataya dibuat bimbang karena hal tersebut, antara iya dan tidak, Ataya tak bisa memustuskannya begitu saja, ia merasa perkataan Ghina sangatlah benar, tapi ia juga merasa kalau selama ini Canavaro tak pernah sekalipun menunjukkan hal yang mencurigakan. 

"Ah nyebelin!" dumel Ataya. 

Di saat emosi, perut Ataya masih saja sempat meminta jatah. Kali ini Ataya merasakan perih pada lambungnya. 

Untuk memberikan perutnya itu jatah, maka Ataya segera pergi ke dapur, di sana bi Sarah sudah membuatkan mereka nasi goreng yang harumnya menyebar ke seluruh ruangan meja makan. 

"Oh ... bi Sarah memang perhatian banget," ucap Ataya yang langsung saja menggambil posisi di kursi meja makan. 

Ada tiga nasi goreng di sana dan sudah pasti yang dua lagi milik Ghina dan Trian, hanya saja mereka berdua belum kemari, entah apa yang sedang menghambat mereka sekarang ini.  

Ataya sangat menimati nasi goreng tersebut, nasi goreng tersebut berhasil membuat dirinya lupa akan masalah yang sedang mengganggunya saat ini. 

"lahap bener makanannya lo, sampai-sampai gak nungguin gua," ucap Ghina yang baru saja datang dengan rambut yang terlihat sekali baru di sisir.

"Laper gua, kemarin makan cuma sedikit," balas Ataya sambil menyimpan piring bekas makannya ke westafel. 

"Si Trian ke mana?" tanya Ghina. 

"Gak tau, dia mah kalau hari sabtu atau minggu, memang kaya kebo, bangunya pasti siang." balas Ataya. 

Ghina hanya menggangguk saja. "Tay, jadi gimana penyelesaiannya masalah lo sekarang ini?" tanya Ghina sambil melahap nasi goreng miliknya. 

"Gua gak mau berdebat lagi Ghin, jadi biarin aja, nanti juga pasti ada jalan keluarnya," balas Ataya setengah malas. 

"Iya tapi tetap harus dipikirin dong," balas Ghina. 

"Pliss, kepala gua udah pusing, jangan buat kepala gua jadi tambah pusing." Ataya memilih untuk mengakhiri pembicaraan tersebut, karena ia sudah tetap pada keputusannya untuk menemui si peneror tepat saat pembagian rapot nanti. 

"Iya ... iya memangnya sejak kapan, si kepala lo gak pusing?" ucap Ghina. "Lo, kan emang setiap hari kerjaannya pusing mulu, sampai-sampai pak Felix juga dibuat pusing sama tingkah lo," lanjutnya yang mencoba mengubah suasana.

"Lo juga  kali sering buat Pak Felix pusing, emang gua doang," jawab Ataya yang menunjukkan wajah tak terima. 

"Iya, gua kalau bukan karena lo, mungkin gua akan jadi anak yang polos haha," balas Ghina. 

"Elah polos, berhayal terus lo jadi anak polos, bar-bar begitu dibilang polos," balas Ataya lagi. 

"kapan gua bar-bar?" Ghina mulai tak terima. 

Untuk meyakinkan kalau kalimatnya benar, Ataya langsung menceritakan bagaimana kebar-baran sahabatnya itu saat mereka dihukum oleh Pak Felix untuk mengepel Aula, tapi tiba-tiba saja seorang siswi yang merupakan anak OSIS, dirinya yang tidak tau diri terus saja bulak-balik masuk aula entah untuk melakukan hal apa. Saat itu juga Ghina memperlihatkan ke bar-barannya, dirinya terus memarahi siswa tersebut tanpa peduli dia adik kelas, kakak kelas, atau satu kelas. 

Karena ulahnya, akhirnya mereka berdua kembali mendapatkan hukuman untuk membersihkan ruang OSIS. 

 Mengingat masa tersebut membuat mereka berdua terus saja tertawa. Tidak terasa watku memang berlalu begitu cepat, sebentar lagi mereka akan naik ke kelas dua belas, kelas paling terakhir di SMA. 

"Gua harap nanti kita gak beda kelas pas kelas dua belas," ucap Ghina. "kalau bukan lo, siapa lagi yang bisa buat gua nyaman untuk menunjukkan sifat asli gua," lanjutnya. 

"Haha ... dasar lo, beda kelas udah kaya beda alam aja," balas Ataya. 

Akhirnya mereka berdua dapat mengalaihkan pikiran mereka dari masalah yang sedang atau harus mereka hadapi. 

TBC ... 

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top