Chapter 16
Sore harinya Trian datang untuk menjenguk Ataya.
"Trian ... gimana, ketemu?" tanya Ataya dengan mata penuh harapan.
"Gua udah nanya ke anak-anak, iya walaupun gak semua, tapi gak ada satupun orang yang liat jam tangan yang lo maksud," jelas Trian. "Dan lagi, saat acara bukan hanya anak-anak sekolah kita yang hadir, tapi ada banyak orang yang hadir dari luar sekolah," lanjutnya.
Kemarin malam, Ataya meminta tolong pada Trian untuk mencari tau seseorang yang telah menemukan jam tangannya.
"Terus gua harus gimana, dong?" Ataya sudah tidak memiliki harapan lagi.
"Mending lo bilang ke Ghina, lagian siapa yang tau kalau jam tangan lo bakal ilang, kan?"
"Mana bisa gua bilang ke dia? gimana reaksi dia nanti?" Ataya sudah benar-benar frustasi. "Lo tau, jam tangan itu berharga banget untuk kita berdua, Ghina pesen khusus ke Tante Ren untuk membawa jam tangan dengan ukiran nama, tapi sekarang gua malah ngilangin jam tangan itu."
"Kalau lo emang gak sanggup, apa lo mau gua yang jelasin ke Ghina?" Tak banyak hal yang bisa Trian lakukan, tapi mungkin satu cara ini bisa membuat sepupunya sedikit tenang.
Ataya tak menjawab dan hanya menangis saja. Saat kesedihannya sedang memuncak tiba-tiba saja ada telepon masuk ke handphonenya.
"Canavaro," ucap Trian sambil memperlihatkan layar handphone tersebut pada Ataya.
Ataya masih belum menjawab, dirinya terlalu larut dalam kesedihan dan ketakutan.
"Hal ..." jawab Trian.
Belum sempat Trian mengucapkan satu kata, tiba-tiba saja Ataya langsung merebut handphonenya dari Trian.
"Lo kemana aja si, lo gak tau apa gua khawatir sama lo?!" sentak Ataya yang sudah tak tahan dengan emosinya.
"Ta--"
"Kenapa lo gak ngasih kabar? lo tau pikiran gua tuh kacau tau, gak?!"
"Ta--"
"Di saat gua butuh lo, tapi lo nya malah ngilang tanpa jejak. handphone lo nerima pesan dari gua, tapi gak juga lo baca, terus malem ... berapa kali gua telepon lo, dan lo gak jawab, padahal lo tuh lagi online!"
"Lo tau! gua benci sama hal begituan! tapi kenapa lo lakuin itu ke gua?! apa salah gua?!"
"Taytay." Trian berusaha meleraikan amarah Ataya.
"Taya ... tenang dulu, sebenarnya ada--"
"Tenang? lo minta gua tenang sekarang. Pacar macam apa, si lo?" sentak Ataya lagi. "kalau emang lo sibuk, paling gak kasih gua kabar, biar gua gak cemas kaya gini!"
"Taya, lo--"
"Udahlah ... gua udah capek, gua gak mau pikiran gua nambah kacau!"
Ataya langsung menutup teleponnya tepat sebelum Canavaro membalas perkataannya.
Ataya langsung menangis sejadi-jadinya. Sebenarnya ia tak mau marah-marah seperti tadi pada Canavaro, bagaimana pikiran Canavaro terhadapnya nanti. Mereka bahkan hanya berpacaran secara online, tapi mengapa sifat Ataya bisa begitu buruk seperti sekarang?
"Gua yakin banget dia pasti elfel sama gua," lirih Ataya yang sudah kehabisan suara.
Trian langsung memeluk Ataya, berusaha menenangkannya meski kemungkinannya sangat kecil sekali.
"Tenang dulu Tay, lo sedang sakit, sekarang yang harus lo pentingin adalah kondisi lo sendiri," ucap Trian sambil mengelus punggung Ataya.
Sekarang hanya Trian yang mungkin bisa mendengarkannya. Mau tidak mau Ataya harus menceritakan semuanya, ia tidak mau menyimpan beban ini sendirian lagi.
Hubungan mereka memang sering kali tidak akur, tapi akan ada saat seperti sekarang. Dan siapapun yang berada di posisi Ataya saat ini. Mereka berdua sebenarnya memiliki rasa kepedulian yang sangat tinggi satu sama lain.
- - -
Ataya menceritakan semuanya, dari masalah jam tangan, sampai masalah hubungannya yang hanya sekedar pacar online.
"Sebenarnya sampai sekarang, gua masih punya rasa ragu sama dia, bener gak, si dia itu nerima gua jadi pacarnya?" ucap Ataya. "Soalnya jaman sekarang itu, apapun bisa terjadi, kan? tapi kenapa hati gua terus aja nolak jalan pikiran gua yang terkadang terus berpikir buruk tentang dia," lanjutnya.
Trian tidak menyangka kalau masalah yang dihadapi Ataya serumit ini. Tapi ia juga salut pada sepupunya yang masih bisa mempercayai orang yang bahkan tidak mau memperlihatkan wajahnya.
"Sekarang ikuti aja apa kata hati lo," balas Trian. "kalau yang gua tangkep dari cerita lo, si ... kita gak bisa langsung mengklaim kalau dia itu orang yang baik, tapi kita juga gak bisa menebak-nebak kalau dia itu orang jahat." Trian sendiri tak tau harus bagaimana mengatasi masalah seperti ini.
Walau pernah beberapa kali pacaran, untuk kali ini dirinya tidak bisa memberikan nasihat pada Ataya, karena Trian tidak tau rasanya berada di posisi Ataya yang berpacaran tanpa menggenal wajah.
Ataya masih merasa bingung harus berbuat apa, dirinya bahkan sekarang jadi takut untuk menghubungi Canavaro.
"Terus gua harus apa sekarang?"
"Mencoba untuk tetap tenang dan kembali sehat," jawab Trian.
- - -
Malam hari, Ataya tidak bisa merasa tenang sebelum ia meminta maaf pada Canavaro. Apapun keputusannya, Atanya hanya bisa pasrah saat ini.
Varo ... (Ataya)
Gua gak tau lo marah atau gak sama gua (Ataya)
Gua juga gak tau apakah lo mulai elfel sama gua atau gak (Ataya)
Gua cuma mau bilang MAAF ke lo, gua tau gua terlalu egois (Ataya)
Lo udah banyak nolongin gua, tapi balesan gua malah begitu (Ataya)
Tapi Varo ... gua bisa jelasin semuanya, itupun kalau lo mau baca pesan gua (Ataya)
Tak lama Ataya mengirim semua pesan tersebut, Canavaro langsung menelpon dirinya.
"Hallo," jawab Ataya terdengar ragu.
"Gimana udah tenang?" tanya Canavaro pelan.
Ataya tak percaya kalau Canavaro tidak marah pada dirinya, tapi siapa yang tau juga kalau nyatanya dia hanya berpura-pura untuk terdengar tidak marah?
"Varo ... gua bisa--"
"Kalau emang berat untuk lo gak apa-apa kok, gua ngerti," selanya.
"Eh?"
"Maaf ya udah buat lo marah, lain kali gua akan kabarin lo, lo masih percaya, kan sama gua?"
"Varo ... boleh gua tanya sesuatu?"
"Boleh," balas Canavaro dari seberang sana.
"Kenapa lo mau jadi pacar gua?" tanya Ataya. "Lo gak tau siapa gua, gua tinggal di mana, gua itu orangnya kaya gimana, sekolah gua di mana, dan hobby gua apa. Lo bahkan gak pernah nanya salah satu hal tersebut tentang diri gua," lanjutnya.
Sejenak Canavaro terdiam, dirinya langsung menarik napas dan mulai menjawab pertanyaan Ataya.
"Karena gua tau lo pasti orang baik," jawab Canavaro.
"Hanya itu?"
"Lalu apalagi?" tanya Canavaro balik.
"Varo ... boleh gua berbicara sesuatu, mungkin ini sedikit pahit, tapi--"
"Bicaralah, gua dengerin lo dari sini," jawab Canavaro yang lagi membuat Ataya merasa bingung harus berbuat apa.
"Lo tau, awal gua kenal lo, gua hanya melihat lo dari visual doang. Gua rasa lo tampan di dalam dp lo, itulah mengapa gua mau menerima pertemanan lo di Pena Plop, bahkan sampai sekarang gua selalu mikir, gimana si sebenarnya perawakan lo itu ... gua tau lo pasti elfel sama gua yang berpikir seperti sekarang, tapi ...." Ataya kesulitan untuk melanjutkannya perkataannya.
"Varo ... gua bahkan masih suka berpikir, apakah lo itu orang jahat yang mau nipu gua dengan cara lo yang terlalu baik sama gua atau motif-motif kejahatan lainnya, dan gua gak tau kenapa, tapi sebelum gua benar-benar tau siapa lo, pikiran itu akan selalu muncul, dan gua ... ah ... Varo ... maaf kalau gua berpikir jelek seperti ini, maaf banget," jelas Ataya merasa tidak enak.
Canavaro masih terdiam setelah mendengar perkataan Ataya.
"Bagi gua itu hal wajar, gua suka dengan lo yang gak mudah percaya pada orang termasuk gua," balas Canavaro.
"Bukan begitu Var, ini--"
"Dengar Ataya, semua orang memiliki alasan untuk selalu khawatir," ucap Canavaro. "kalau lo pikir gua gak khawatir soal lo, itu adalah hal yang salah," lanjutnya.
"Kenapa kita ada di situasi macam ini?" ucap Ataya.
"Kalau lo benar-benar merasa resah soal hubungan ini, gua gak keberatan kalau memang lo mau mengakhirinya."
"Varo ... lo dulu pernah kasih gua cara supaya gua percaya sama lo, mungkinkah sekarang lo punya cara supaya gua percaya sama lo, sama seperti lo percaya sama gua?"
Canavaro lagi-lagi terdiam, dirinya langsung memutuskan sambungan teleponnya.
Ataya merasa kalau hubungannya akan berakhir sekarang, kemungkinan kedepannya nanti ia takkan pernah bisa berkomunikasi dengan seorang bernama Canavaro lagi.
Tapi ...
Tiba-tiba saja Canavaro mengirimkan sebuah gambar.
Gua belum bisa mengirim gambar wajah gua saat ini, tapi mungkin gambar tangan bisa membuat lo sekali lagi percaya sama gua (Canavaro)
Ataya langsung tersenyum setelah membaca pesan darinya.
Gua harap begitu, lo mau, kan kasih gua waktu untuk bisa kembali percaya sama lo? (Ataya)
kapanpun itu terjadi, gua tetap di sini, kok (Canavaro)
Makasih, ya Varo (Ataya)
Ataya tak ingin semuanya berakhir begitu saja, minimal sampai ia benar-benar bisa bertemu sesosok Canavaro di dunia nyata. Sampai saat itu Ataya mau mempertahankan kepercayaannya.
TBC ...
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top