Chapter 15
Ataya benar-benar tidak bisa melupakan masalah yang sekarang tengah menimpa dirinya.
Varo? ada waktu, kah? (Ataya)
Sejak tadi WhatsApp Ataya masih saja belum dibaca oleh Canavaro, hal tersebut sempat membuat Ataya khawatir, tapi sebisa mungkin Ataya tetap berpikir positif tentang Canvaro.
Dan sekarang, kekhawatiran Ataya jadi bertambah karena jam tangannya yang hilang begitu saja, kepada siapa lagi ia bisa bercerita kalau bukan pada Canavaro?
Tapi sekarang orang yang ia harapkanpun menghilang tanpa kabar.
"Varo ... kenapa lo juga harus ngilang, si?!" Pikiran Ataya sudah benar-benar kacau saat ini.
Waktu sudah menunjukkan pukul 00.05 tandanya hari sudah berganti. Tapi Ataya masih saja belum bisa memejamkan matanya. Dirinya tidak bisa tenang sebelum ia ingat di mana jam tangan tersebut berada.
Saat amarahnya sudah benar-benar berada dipuncak, tiba-tiba saja Ataya teringat sesuatu.
Tadi dirinya sempat menaruh jam tangan tersebut di kantung roknya saat akan hendak ke toilet, dan tiba-tiba saja ia menabrak seorang laki-laki. Apa mungkin jam tangan tersebut jatuh di lokasi kejadian?
Tapi, jika memang benar jatuh, kenapa laki-laki yang menabrak dirinya hanya diam saja, tidak adakah dia niat mengembalikan barang berharga milik Ataya?
Pikiran Ataya kini kembali kacau. Dan yang paling membuatnya kacau adalah Ataya tidak tau siapa orang yang telah menabraknya tadi, karena ia tidak melihat wajah orang tersebut.
"Ah ... kenapa semua ini bisa terjadi, si?!" dumel Ataya sambil menutupi wajahnya dengan bantal agar suaranya tidak terdengar keluar kamar.
kalau begini, gimana gua bisa dapetin jam tangan itu lagi? kalau pesanpun harganya bukan ratusan tapi udah jutaan! Ataya benar-benar merasa kesal sekali.
- - -
Hari sudah menjelang pagi, dan Ataya masih saja tertidur. Dirinya baru bisa memejamkan mata pada pukul 03.45 pagi tadi.
Setelah bangun, kepala Ataya merasakan sakit yang luar biasa. Walau baru bangun, otaknya seolah memaksa Ataya untuk terus mengingat kesalahan yang telah ia perbuat.
Penglihatan Ataya kini mulai buram, semua benda yang ia lihat berbayang-bayang. Kaki Ataya pun sudah tidak bisa menopang bobot tubuhnya, hingga akhirnya ia terjatuh ke lantai. Walau begitu Ataya masih merasa kalau sekitarnya bergoyang seperti ada gempa bumi.
"Taya, hari ini ... Ataya!" Hasnah yang tadinya mau mengabarkan berita baik. Tiba-tiba saja dibuat panik dengan kondisi Ataya sekarang.
Judan yang mendengarkan teriakkan istrinya langsung berlari ke arah kamar putrinya. Judan juga dibuat panik setelah melihat kondisi Ataya yang seperti sekarang.
"Taya?"
Ataya masih sadarkan diri, tapi mulutnya terasa berat untuk berbicara. Semuanya terasa lemas hingga Ataya tak bisa menggerakkan satupun anggota tubuhnya.
Tak ingin sesuatu terjadi pada putrinya, Hasnah dan Judan terpaksa membawa putrinya ke rumah sakit.
Di rumah sakit, Ataya diharuskan mendapatka perawatan. Dirinya terkena tipes karena kelelahan dan lagi, kemarin Ataya makan dengan tidak teratur.
- - -
Siang harinya. Ataya tidak nafsu makan, karena makanan di rumah sakit hampir semuanya tidak memiliki rasa yang pas dengan lidahnya.
"Ayo dong, kalau kamu gak makan, nanti kamu gak bisa makan obat," ucap Hasnah.
"Kenapa gak pulang aja, si bun ... Ataya gak suka ada di sini."
Selain bau obat-obata, Ataya masih saja terbayang-bayang kejadian yang sebenarnya tak ingin ia ingat.
"Andai bunda bisa merawat kamu dengan baik tanpa bantuan dokter, maka bunda akan memilih membawa kamu pulang Taya," ucap bundanya.
Hasnah tau, pasti sulit bagi Ataya untuk menghilangkan phobianya itu, tapi mau bagaimana lagi?
Dulu saat Ataya berusia tiga tahun. Ataya pernah melihat seseorang yang wajahnya hancur karena kecelakaan. Tak hanya itu, saat ia berusia lima tahun, saat itu Ataya harus dirawat karena DBD, ia di rawat ruang kelas 2. Saat itu ada juga seorang anak seusianya yang tiba-tiba mengalami kejang-kejang dan mengeluarkan banyak busa, sampai akhirnya Ataya dengar kalau anak tersebut sudah tidak bisa selamat, entah karena apa.
Kembali di usia sepuluh tahun, Ataya melihat seseorang yang bunuh diri karena melompat dari gedung lantai lima.
Saat itu Ataya berniat untuk pergi ke toilet, karena toilet terdekat penuh, Ataya akhirnya pergi ke toilet yang ada di gedung sebrang. Untuk sampai ke gedung sebrang Ataya diharuskan melewati taman yang memisahkan kedua gedung, dan tepat saat ia melewati taman tersebut, saat itu juga ia melihat seseorang mulai melompat dari lantai lima.
Ataya melihat sang korban tergeletak dengan banyak darah yang keluar, dan yang paling membuat ia takut adalah mata sang korban masih terbuka sambil melihat kearah tempat ia berdiri.
Itulah alasan mengapa Ataya tak ingin sama sekali menginjak rumah sakit. Bukan karena terlalu horor, Ataya hanya tidak bisa melihat hal-hal seperti itu terjadi lagi di depannya.
Sekarang ia di rawat di ruang yang juga memiliki satu kasur kosong lainnya. Hal itu semakin membuat dirinya ketakutan.
"Bunda ... Taya ingin pulang, Ataya gak mau ada di sini." Ataya tak bisa lagi menahan semua memori yang terus berputar di otaknya.
Disamping itu juga, Ataya masih saja memikirkan jam tangan pemberian Ghina yang hilang karena kecerobohannya.
"Taya ... dengarkan bunda ... tidak apa-apa, lawanlah rasa takutmu itu, karena hanya cara itu yang sekarang bisa kamu lakukan agar kamu juga bisa lebih cepat keluar dari sini," jelas Hasnah.
Sampai sekarang Ataya tak pernah menceritakan detail mengapa ia sangat membenci rumah sakit. Hasnah hanya mengetahui secara garis besarnya saja.
TBC ...
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top