Chapter 10
SORE HARI SETELAH PULANG SEKOLAH.
Huja deras menguyur seisi Jakarta. Hari ini ramalan cuaca memang sudah memberitau kalau hujan deras akan turun di daerah JABODETABEK.
Varo di sini hujan, apa di daerah lo juga hujan? (Ataya)
Karena bosan menunggu, Ataya hanya bisa menghibur dirinya dengan mengirim chat pada Canavaro.
Tapi tidak sesuai harapannya, karena hujan deras, beberapa daerah mengalami pemadaman listrik jangka panjang, dan karena hal itu, meski sekarang Ataya memiliki kuota, dirinya tetap saja akan kesulitan karena sinyal.
"Ah ... kenapa harus mati listrik, si?" keluh Ataya.
Tak ada pilihan lain selain memaksakan mata untuk terpejam. Melihat Ghina yang sedari tadi tidur membuat Ataya sedikit merasa kantuk.
Belum sempat memejamkan mata, tiba-tiba saja Ataya dibuat terkejut dengan pemikirannya sendiri.
Tunggu ... kok gua baru inget ya? Gua, kan belum pernah nanya Varo tinggal di daerah mana. Kenapa gua baru nyadar?
Selama lebih dari dari seminggu berkenalan, Ataya lupa kalau mereka berdua belum sama sekali mengetahui daerah tempat tinggal satu sama lain.
Memang tidak penting, tapi bukankah sekarang mereka berpacaran? Mana mungkin seorang cewek tidak mengetahui di mana pacarnya tinggal?
Walau Ataya berpikir untuk tidak serius, tapi hatinya selalu saja berlawanan. Kali ini Ataya hanya mau mengikuti kata hatinya saja.
Sejak awal memandang foto profil Canavaro, entah mengapa hati Ataya langsung berkata kalau dirinya bukanlah orang yang suka macam-macam dan setelah menuruti kata hatinya, Ataya menyadari kalau Canavaro memanglah orang yang asik diajak bicara.
Kalau listrik udah nyala, nanti gua harus nanya ... ah ... kenapa semuanya jadi begini, si?!
⛈ - 💦 - 💨
Hujan terus saja turun dan semakin deras, listrikpun tak kunjung menyala.
"Tay ... kira-kira calon suami gua, bakal masuk kelas mana, ya?" tanya Ghina.
"Yaampun, lo masih aja ...." Ataya menarik napasnya sebentar. "Gua gak yakin gimana ke depannya nanti kalau ada dia ... apa lo bakal ninggalin gua?" lanjutnya.
Ghina langsung menjitak kepala Ataya. "Yaampun ... sama sodara sendiri begitu banget, si!"
"Ck ... sakit tau!" protes Ataya sambil memegang kepalanya.
"Elah gak kenceng kali!" balas Ghina.
"Nah, kan ... lo mah suka gitu, emang lo ngerasa sakit yang gua rasa?" jawab Ataya.
Ghina hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. Sehabatnya ini memang sudah "GILA"
Sebenarnya Ghina sudah tidak aneh dengan hal seperti ini. Trian memang anak yang sangat jail sekali pada Ataya ... beberapa kali Ataya selalu dibuat emosi karena tingkahnya, itulah alasan mengapa Ataya selalu saja kesal hanya dengan mendengar nama Trian.
"Ini hujan kapan berenti, si?!" dumel Ataya.
"Tau nih ... gua bosen lama-lama di kelas, malah gak bisa megang hp juga gegara petir," timpal Ghina yang mendengar ocehan Ataya.
Sepertinya sore hari ini akan menjadi sore yang panjang untuk kedua curut yang sedang badmood tersebut.
🌨 - 💦 - 💨
Waktu sudah menunjukkan pukul 18.00 dan sampai saat inipun banyak sekali siswa-siswi yang masih terjebak di dalam sekolah, karena hujan yang belum juga berhenti.
Memang, sudah tidak ada lagi petir dan guntur. Walaupun hanya air, tetap saja banyak diantaranya yang lebih memilih menunggu hujan reda.
"Kira-kira gua udah berapa kali tidur, ya?" tanya Ghina.
"Gak tau gua juga!" jawab Ataya.
Sedari tadi yang bisa mereka lakukan hanyalah memejamkan mata saja, karena listrik yang masih padam, handphone merekapun jadi tidak ada beterainya.
Seiring berjalannya waktu ... haripun semakin gelap dan di kelas udara semakin dingin.
Di dalam suasana seperti itu, tiba-tiba saja ... Judan, ayah Ataya datang untuk menjemput anaknya dan juga sahabatnya.
"Taya ... ayah lo nyari lo tuh," ucap Tommy yang menyadari kehadiran Judan.
"Ayah?" Betapa senang Ataya melihat wajah Ayahnya yang sedang menunggunya di pintu.
Ataya dan Ghina langsung bersiap untuk pulang.
"Om, tumben?" tanya Ghina.
"Tadi om udah sampe di rumah, tapi liat Ataya gak ada jadi om ke sini," ucap Judan. "Ini pakai jaketnya," lanjutnya sambil memberikan paper bag berisi dua jaket milik Ataya.
"Tau aja kalau Taya kedinginan," ucap Ataya.
"Kalau ada teman kamu yang satu arah, sekalian aja ayah anter," tawar Judan.
"Ehm ... kayanya ada deh." Ataya mencoba mengingat.
"Dim ... mau bareng gak? lo satu arah, kan rumahnya sama gua?" tanya Ataya.
Dimas. Seinget Ataya dia memang satu perumahan dengannya.
Dimas bingung mau menjawab apa.
"Seinget gua lo satu perumahan sama gua, kan?" ucap Ataya sekali lagi.
"Iya, si ... cuma—"
"Udah ikut aja." Ghina langsung menarik Dimas untuk ikut dengan mereka. "Ada lagi yang satu arah ke Jacity Residen?" tanya Ghina.
"Ghina itu emang aktif, ya." Judan hanya bisa tersenyum melihat Ghina.
"Mulai promosi dia," balas Ataya.
"Haha ... kamu ini, syukuri punya sahabat kaya Ghina," ucap Judan sambil mengelus puncak kepala putri bungsunya.
Ataya hanya tersenyum manja ke arah ayahnya.
Setelah selesai mempromosikan tumpangan gratis, akhirnya Ghina mendapatkan tiga orang yang lokasi rumahnya searah dengan mereka.
"Udah om, Dimas sama Rifda rumahnya searah sama rumah om, kalau Klion dia rumahnya searah sama rumah Ghina," jelas Ghina sambil membawa ketiga temannya.
Judan hanya mengangguk saja, mengiyakan semua perkataan Ghina, lagipula hari sudah menjelang malam, tak baik jika anak-anak masih berada di luar saat ini.
"Kalau gitu nanti kalian atur saja payungnya untuk sampai ke parkiran, karena om hanya bawa tiga payung," ucap Judan.
Niat Judan tadinya hanya mau menjemput Ataya dan Ghina saja, tapi melihat banyaknya teman Ataya yang masih ada di kelas. Judan jadi berpikir untuk mengatar mereka yang sekiranya satu arah untuk pulang bersama.
"Makasih ya om," ucap Dimas setelah mereka semua sudah berada di dalam mobil.
"Sama-sama," jawab Judan.
Merekapun akhirnya bisa pulang berkat Judan.
TBC ... 🚙
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top