42nd
Update lagiii yuhuuuuu........................
Doain bisa update lancar biar bisa ending sebelum bulan puasa :D :D
_______________________________________________________________
Kata-kata Dhea seumpama sebilah pisau, menghujam tepat di jantung.
Sabar, pekerja keras, dan setia.
Tidak ada keraguan jika ketiga sifat itu memang ada pada diri Widya. Ia tidak perlu memperdebatkan jika ia tidak setuju. Enam bulan mengenal Widya telah cukup memberi gambaran. Soal tipe pekerja keras, rintisan bisnis online shop Solution bisa jadi contoh yang tidak mungkin terbantahkan. Sabar. Jika tidak sabar, Widya tidak akan mau menikah dengannya yang sudah jelas-jelas menunjukkan sikap penolakan di detik pertama ia bertemu Widya setelah perjodohan mereka telah diputuskan. Dan setia. Meski Widya masih berhubungan dengan Elang, ia yakin hal itu dilakukan Widya sebagai bentuk balasan bagi dirinya yang tetap berhubungan dengan Kalya. Widya tidak pernah menuntut cerai demi memuluskan langkahnya membangun masa depan bersama Elang.
"Iya, saya sangat beruntung." Aras hanya bisa menyesali setiap mengingat Widya. Seharusnya Widya bisa berbahagia, bukan merasakan sakit seperti sekarang hingga menyebabkannya harus pergi.
Aras masih belum tahu akan berkata apalagi saat Dhea mengatakan harus kembali bekerja. Segera saja ia bergabung bersama dua orang lain melakukan pengepakan barang yang telah dikelompokkan sesuai jumlah dan macam pesanan serta alamat. Juga ekspedisi yang dipilih.
"Duduk, Mas. Pegal kan dari tadi nggak duduk." Dhea menawarkan Aras duduk di sebuah kursi empuk berwarna biru yang diletakkan di dekat pintu masuk. Tidak berapa lama, Dhea kembali dari balik pintu di dekat tumpukan kardus tadi. Ia membawa nampan kecil berisi minuman kotak dingin, dan dua gelas air mineral dingin lalu membukakan tutup stoples cemilan yang sudah berada di atas meja. Dua stoples tersebut masing-masing berisi kacang telur dan kripik bawang. Satu wadah persegi empat lagi berisi permen mint.
Aras mengucapkan terimakasih dan mengambil air mineral kemasan gelas.
"Oh, ya. Mas udah makan siang?"
"Udah. Kamu repot sekali dari tadi."
"Maklum kan yang datang suami ownernya Solution. Harus dijamu baik-baik. Customer aja kami beri pelayanan prima, masa Mas nggak?"
Aras tidak lagi menyahuti Dhea yang kembali sibuk membantu dua karyawan laki-laki yang sedang mengepak. Gerakan lincah mereka menarik perhatian Aras.
Karyawan lain yang bertindak sebagai operator dan bagian data juga masih sangat sibuk dengan bagian mereka masing-masing. Suasana kerja di siang terik itu cukup terobati melalui candaan mereka ditemani alunan musik dari laptop salah satu operator. Pakaian seragam mereka berupa kemeja hitam pendek bahan katun yang diberi bordiran Solution dan jargon singkat di bawahnya, For Your Life.
Aras pernah iseng membuka website online shop tersebut. Disain web sederhana itu berisi katalog aneka barang, meski tetap saja ada beberapa jenis barang best seller berupa peralatan rumahtangga yang mendominasi katalog. Segmentasi pelanggan mereka pun bervariasi, sehingga online shop tersebut bisa dikatakan solusi bagi pelanggan yang ingin berbelanja aneka barang dari satu toko tanpa perlu repot pindah toko sana-sini. Hanya saja resiko yang ada, mereka akan kewalahan melayani begitu banyak permintaan barang, sementara mereka tentu saja masih bisa fokus di beberapa jenis produk saja.
"Boleh saya ikutan packing?" tanya Aras. Serius. Bukan sekadar berbasa-basi. Di perusahaan keluarga di mana ia menjadi direktur, packing produk makanan beku berskala ekspor sudah biasa ia saksikan. Namun berbeda dengan pabrik yang hampir semua bagian menggunakan mesin, di basecamp itu, ia hanya menemukan kerja tenaga manual.
Dhea dan dua cowok yang dari usianya sepertinya masih SMA atau kuliahan, saling bertukar pandang. Mereka mungkin takjub ada direktur yang mau turun tangan membantu mereka packing.
"Boleh," kata Dhea sambil meletakkan kotak kecil di depan Aras yang kini sudah duduk bersila bersama mereka. "Ini isinya kipas angin mini. Untuk pemula, Mas packing ini aja. Nanti kalo sudah mahir, baru deh dapat yang ribet kayak itu."
Aras ikut melihat ke mana tangan Dhea menunjuk. Ia memerhatikan sejak tadi salah satu karyawan memegang boneka berukuran besar yang sudah dimasukkan dalam plastik.
"Kalian jual boneka juga?" tanya Aras, antara tidak percaya dan menganggap bahwa toko online ini sudah gila sampai harus menjual boneka beruang raksasa. Ia curiga, jangan-jangan mereka juga menjual bonsai lengkap dengan potnya.
"Ada yang nanya, katanya mau order sekalian sama panci buat ulangtahun ibu sama adiknya. Pancinya ready stock, tapi boneka beruangnya ya dicariin dulu di tempat lain. Udah langganan sih, Mas. Dia malas aja kalo mesti transaksi di online shop lain. Dia maunya sekali bayar aja gitu."
Aras mengangguk, meski ia juga masih berpikir-pikir jika permintaan itu hanya satu dari sekian banyak permintaan pelanggan yang cukup sulit dan akhirnya berhasil mereka usahakan dengan tujuan tidak ingin mengecewakan pelanggan. Namun jika usaha ini akan semakin besar nantinya, mereka butuh lebih banyak karyawan dan konsep marketing yang lebih baik lagi.
"Kalau dipikir-pikir soal boneka sama pancinya, kenapa nggak langsung beli di toko biasa aja? Misalnya untuk kado ulangtahun." Aras tiba-tiba tergelitik menanyakan hal itu.
"Kalo soal itu, saya kurang ngerti juga, Mas. Tapi si mbaknya kecanduan belanja online, mungkin. Atau bisa aja Mbaknya sibuk jadi nggak sempat ke toko buat nyari. Atau bonekanya terlalu cantik, mungkin?" ucap Dhea. Ia menyerahkan plastik bening dan kertas pembungkus berwarna cokelat bermotif es krim. Aras memerhatikan disain kertas pembungkusnya berwarna-warni dan nama Solution tercetak di atas kertas tersebut. Bahkan untuk sampul paket pun mereka punya disain khusus.
"Ini hasil kolaborasi saya sama Widya. Dulu Widya kan pernah bilang pengen kertas pembungkus paket mesti ada ciri khas gitu. Jadi yang nerima berasa dapet kado atau suvenir. Kalo pake kertas kado biasa kan nggak customize dan jatuhnya lebih mahal. Jadinya kami disain sendiri pake nama sama logo trus dibawa ke percetakan. Lama-lama kepake terus sampai sekarang. Kertas yang Mas pegang itu disainnya Widya karena dia suka gambar es krim. Itu khusus membungkus paket-paket kecil. Kalo yang besar-besar masih pake kertas biasa aja."
"Kreatif," ucap Aras singkat. Ia lalu mulai mengatur posisi kotak di atas kertas. Dhea mengambil satu kotak lain dan menunjukkan caranya. Aras mulai mengikuti langkah-langkah Dhea. Lumayan sulit. Ia sampai berkali-kali mengelap keringat di wajahnya sampai berhasil membungkus paket, meski bukan bentuk yang sempurna. Butuh waktu setengah jam sampai Aras selesai menggunting sisa-sisa selotip yang tidak perlu ditempel.
"Bisa direkrut jadi karyawan lepas nih," ledek Dhea. Aras hanya tertawa kecil.
Aras nyaris terlupa akan penunjukan jam yang semakin berlalu.
"Dhe, saya harus pergi nih. Buru-buru. Ada urusan kantor. Jangan bilang ya kalo saya tadi ke sini."
Ia harus cepat sebelum Widya tiba dan memergokinya berada di sana. Setidaknya ia punya tempat tujuan jika ingin sekadar melihat Widya saja.
"Oh, iya, Mas. Thanks."
Aras bergegas menyeberang ke sebelah basecamp. Sengaja ia tidak membawa mobil karena tidak ingin repot memikirkan tempat parkir. Aras lebih memilih menggunakan jasa taksi online yang bisa ia hubungi kapan saja.
***
Widya melangkah cepat menyusuri halaman. Kedua kakinya memakai sepasang sneakers merah yang senada kaus merah panjang sebagai pasangan jins biru. Tas selempang dibuka untuk memasukkan ponsel yang tadi digenggamnya.
Setelah mengucap salam, Widya tanpa pikir panjang langsung duduk bergabung bersama Dhea, Irwan dan Bekti.
"Aman kan semua?" tanya Widya kepada mereka.
"Amaaan," ketiganya kompak berseru dan mengacungkan jempol.
Widya tersenyum dan ia pun mulai mengambil pesanan yang akan dikemas dalam kotak.
Ia tidak menyadari, Dhea, Irwan, dan Bekti sedang melihat ke arahnya dan tersenyum penuh arti.
***
Sudah nyaris sejam Aras bersembunyi. Ia menunggu sampai urusan Widya selesai jadi ia bisa membuntutinya.
Awalnya, ia masih ingin melihat Widya sebelum ia pulang. Namun ia berubah pikiran dan berencana akan mencari tahu Widya tinggal di mana.
Eh, tunggu. Bukannya Dhea bilang akan pergi bersama Widya sekitar jam 4? Apa ia harus mengikuti sampai Widya dan Dhea selesai makan. Bisa saja Widya kembali lagi ke basecamp?
Apa ia sanggup menjadi detektif selama berjam-jam lamanya?
Belum habis pertanyaan itu, pandangannya terpaku pada sebuah mobil sedan hitam yang berjalan lambat sebelum berhenti di halaman. Ia tidak perlu menunggu lama untuk mengetahui siapa yang baru saja datang karena si pengendara mobil telah keluar dari dalam mobil.
Orang itu yang menyebabkan ia terpaksa keluar dari persembunyian.
"Lo ngapain ke sini, sialan!" seru Aras penuh emosi.
Elang membuka kacamata hitamnya.
"Lo ada masalah sama gue?" tanya Elang angkuh.
"Banyak. Dan rasanya gue udah nggak sabar nonjok lo sekarang juga!" Aras mencengkeram kerah kemeja Elang dengan tangan kiri sementara tangan kanan mengepalkan tinju di depan wajah Elang.
"Mau main kasar lo?" Elang melepaskan cengkeraman tangan Aras dan mendorongnya menjauh. "Lo hadapi aja kenyataan kalo lo pengecut."
"Gue bukan pengecut!" Aras balas mendorong Elang dan sebelum Elang menghindar, satu kepalan tinju telah berhasil ia daratkan di pipi Elang sebanyak dua kali.
"Bajingan!!" umpat Elang, yang membalas dengan pukulan di target yang sama. Kali ini Aras yang harus menerima serangan di wajahnya.
"Lo yang bajingan!"
Mereka terus berbalas tinju disertai umpatan yang semakin tidak terkendali. Perkelahian itu segera terdengar sampai ke dalam. Semua orang di dalam basecamp berlari keluar ke halaman untuk melihat keributan yang terjadi.
"HENTIKAAAN!!!" teriak Widya sekencang-kencangnya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top