30th

Aras menghabiskan waktu semenit untuk mengatur napas.

Ia tidak tahu jika marah seorang perempuan bisa dilampiaskan dengan bermacam-macam cara, termasuk cara aneh seperti yang baru saja berlangsung selama beberapa menit lalu.

Cara Widya membencinya adalah satu hal yang sekaligus menimbulkan kebingungan besar. Cara Widya melampiaskan amarah dengan menciumnya, terasa lebih mirip sebuah godaan daripada hukuman.

Atau deskripsi ciuman bagi Widya adalah simbol kemarahan?

Bagaimana mereka akan berhadapan satu sama lain setelah insiden ini?

***

Widya membasuh wajahnya di wastafel.

Benci. Berulangkali hati dan pikirannya menyuarakan kebencian. Pada Aras. Pada laki-laki yang belum genap sejam lalu berciuman panas dengannya.

Aras tidak mengatakan apa-apa. Aras menerimanya tanpa perlawanan. Ia bahkan menciumi Widya tidak kalah ganasnya. Menyisakan jejak manis sekaligus perih. Menawan sekaligus membuka luka menganga di hatinya.

Jika Aras berada di posisinya, apakah ia akan melakukan hal yang sama? Menyukai sekaligus membenci?

Tidak. Ia benci Aras. Sangat. Tidak ada perasaan suka apalagi perasaan sayang. Terlebih perasaan cinta.

Widya kembali bercermin, tapi kali ini fokus pada daerah pertemuan antara leher dan dadanya. Ada dua tanda merah, yang berarti tanda itu adalah bagian jejak Aras di tubuhnya. Kiss mark. Tanda yang seharusnya terkesan seksi, sensual, passionate. Tanda yang sering tertinggal setelah bercinta.

Tapi mereka tidak bercinta. Mereka hanya berbagi ciuman, dan Aras beralih sejenak ke lehernya dan menggigitnya. Widya baru merasakan perih setelah selesai mencuci muka.

Bodohnya, ia tidak terpikir memberi tanda yang sama di tubuh Aras. Bukan di leher, tapi jika punya kesempatan, ia akan memberi tanda di kedua telinganya seperti yang dilakukan Mike Tyson terhadap Evander Holyfield.

Widya keluar dari kamar mandi, mengabaikan Aras sebisanya. Aras belum mengembalikan ponselnya. Kenyataan itu semakin menambah sakit kepalanya.

Widya berjalan menuju meja rias. Menarik keluar laci teratas dan mengambil satu strip Aspirin. Jika tidak minum obat, ia mungkin akan berakhir membentur-benturkan kepalanya di dinding.

Jam makan siang sudah tiba, tapi ia belum terpikir akan memasak masakan seperti apa. Ia bisa saja memesan makanan delivery, tapi sepertinya ia lebih butuh memasak untuk menghindari Aras. Aras tengah berada di ruang TV, kemungkinan ia akan masuk kamar. Ia tidak akan ke dapur saat tahu Widya ada di sana.

Widya menuruni tangga tanpa sekalipun melihat ke ruang TV. Hal pertama yang akan ia lakukan adalah mencari air hangat untuk meminum Aspirin yang diambilnya tadi.

Ia menoleh dan Aras beranjak dari sofa panjang yang sedang diduduki.

"Gue mau bicara."

Widya menggeleng. "Aku mau masak."

Aras menatapnya tanpa sekalipun berkedip. Ekspresi yang tidak tertebak. Aras bisa saja marah padanya atas apa yang telah terjadi. Atau mungkin ia masih penasaran dan masih ingin melanjutkan insiden bodoh tadi.

Widya tidak bisa menebak.

"Kenapa?" Aras bertanya dengan nada rendah. "Kenapa lo nyium gue?"

"Aku nggak tau alasannya."

"Lo suka? Lo suka gue?"

Widya menggeleng pelan. "Kamu udah dengar sendiri. Aku benci sama kamu."

Aras membuang napas.

"Kalo benci, kenapa lo nggak nyium gue lagi?"

"Ras, aku lagi pengen sendiri." Widya balik badan. Kepalanya yang terasa sakit mendesak untuk segera disembuhkan.

"Kenapa lo nggak jujur ke gue?"

Widya mendengus. "Perasaan kamu sendiri gimana, Ras? Kamu cinta sama Kalya. Kenapa nuntut aku buat jujur?"

"Baik. Gue nggak akan nanya soal itu. Tapi lo denger gue." Aras sedikit menundukkan wajahnya. "Gue udah milih lo. Gue akan putusin hubungan gue sama Kalya."

"Kenapa, Ras?" Widya tidak percaya dengan apa yang didengarnya.

Aras mau melepaskan Kalya?

"Karena nenek."

"Kamu nggak perlu ngelakuin apa-apa, Ras." Widya menatap Aras tepat di manik mata. "Aku yang akan nemuin nenek untuk jelasin semuanya."


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top