Semu


Petir  menyambar bersama dengan turunnya hujan. Angin menderu membuat suara mengerikan. Kinanti, gadis berwajah manis mematung di balik jendela yang masih terbuka. Deras air hujan memercik di wajahnya. Tiga purnama sudah berlalu, sejak pernikahannya dengan Pandu. Namun lelaki  itu tidak pernah menyentuhnya, meski sikapnya sangat  baik.

Pandu, lelaki tampan dan terpelajar putra Wisnu Wardoyo seorang darah biru yang sangat disegani dan menjunjung tinggi nilai tradisi Jawa. di desanya. Pernikahannya dengan Pandu adalah inisiatif dari ndoro Wisnu yang menginginkan Pandu kembali pada tradisi Timur.

Sementara Kinanti adalah gadis desa, putri seorang pemuka agama yang juga disegani di desanya.

💕💕

******

"Aku menghormatimu sebagai istriku, berbuatlah sesukamu. Tapi maaf aku tak bisa memberi yang lebih dari itu." Ucapan Pandu sesaat setelah mereka menempati rumah baru.

Pintu kamar terbuka, tanpa disadari Pandu sudah berada disampingnya.

"Belum tidur, Diajeng?"

"Eh, Mas Pandu sudah pulang? Ngapunten saya tidak mendengar suara mobil njenengan, Mas."

"Ndak apa-apa, kenapa belum tidur?"

"Nunggu njenengan, Mas."

Lelaki berhidung mancung itu tersenyum.

"Aku sudah pernah bilang, diajeng ngga usah menunggu," ujarnya.

Kinanti menunduk.

"Mas mau mandi  air hangat? Saya siapkan nggih."

Pandu hanya menggumam.

"Sekalian jahe hangat, Mas?"

"Terserah saja, kalau lelah ya tidak perlu."

"Ngga, Mas. Tunggu, saya siapkan."

Sebagai perempuan yang di besarkan dalam tradisi Jawa juga kental dengan ajaran Islam, Kinanti paham betul bagaimana seorang istri harus bersikap, menjaga kehormatan suami juga keluarga besarnya yang sangat di hormati dan disegani. Sikap setya (setia), bekti (bakti), mituhu dapat diartikan mau memperhatikan dan juga meyakini akan kebenaran 'didikan' suaminya. Selama  perintah itu mengandung kebenaran.
Yang keempat adalah mitayani yang bermakna dapat dipercaya. Untuk dapat bersikap mitayani, terlebih dahulu seorang wanita harus bersih dan jujur serta bebas  dari kesalahan yang fatal. Keempat nasehat  itu yang dia selalu pegang  sehingga  dia bisa bertahan mendampingi Pandu  meski lelaki itu tidak pernah menganggapnya.

"Mas, air hangat untuk mandi sampun siap."

"Terima kasih,"  Pandu melangkah ke kamar mandi, bergegas dia menyiapkan baju yang akan dipakai suaminya. Kemudian  ke dapur menyiapkan wadang jahe hangat.

*****

"Ngapunten, Mas. Apa ada yang dibutuhkan lagi?"

Pandu yang sudah rapi, duduk di sofa sambil menikmati wedang jahe menggeleng.

"Ngga ada, istirahatlah."
Kinanti mengangguk meninggalkan ruang keluarga.

"Diajeng,"

"Nggih, Mas?"

"Matur nuwun, tapi lain kali ngga usah seperti ini. Karena saya tidak bisa memberimu lebih."

Kinanti tersenyum,  "Itu sudah tugas saya sebagai istri, Mas. Nuwun sewu, saya ke kamar dulu."

Pandu mengangguk menanggapi.

Lelaki itu menyeruput wedang jahe buatan Istrinya. Bukan dia tidak tahu kewajiban sebagai suami adalah menafkahi lahir juga batinnya. Namun hingga kini sulit baginya untuk menerima Kinanti. Standar istri untuk dia ada pada Palupi, gadis cantik berwawasan dengan pergaulan luas, cerdas, mengikuti perkembangan zaman, dan tentu saja dia mencintainya.

Sedangkan Kinanti, gadis  desa yang cara bergaul dan berpikirnya sangat tradisional. Demikian juga dengan penampilannya, kuno dan kampungan menurutnya. Itu semua bukan kriterianya.

*****

Pagi itu Kinanti sudah rapi, memakai gamis biru serasi dengan jilbabnya.

"Mau kemana?"

"Maaf, Mas. Apa boleh saya mengikuti pengajian di mesjid  komplek ini?"

"Silahkan."

"Matur nuwun, Mas. Sarapan sudah saya siapkan."

"Oh iya, hari ini saya pulang malam. Kamu ngga  perlu menunggu saya pulang ya. Ada kuliah  umum di kampus, dan saya pembicaranya."

Kinanti mengangguk  mengerti.

"Ya sudah, kamu boleh berangkat."
Tak seperti pasangan yang lain, ketika  hendak pergi berpamitan dan mencium takzim punggung tangan pasangannya, tidak demikian dengan Kinanti. Karena  Pandu sudah pernah bicara bahwa dia tidak suka kebiasaan itu.

*****

Di sebuah cafe seorang wanita  nampak sedang  menanti kedatangan seseorang, berkali-kali dia melihat jam tangan. Wanita berambut  coklat sebahu, sangat cantik dengan setelan blazer dan rok di atas lutut. Gelisahnya terjawab melihat lelaki berbaju  putih menghampiri.

"Hai, lama nunggu?" tanya lelaki tampan sambil menyambut cupika cupiki wanita itu.

"Lumayan."

"Maaf telat,"

"It's okey, jadi kita ke kampus sekarang?"

"Okey."

Segini dulu, cerita ini very slow update ya.
Suka sama ceritanya?
Vote and komentar yaa 
Thank you

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top