B (dua)
Baiklah, sebaik nya Dante bersikap jantan dan mengakui kesalahannya lalu pergi dari sini.
"Aku minta maaf Laura, meninggalkanmu setelah kekacauan yang kubuat" mulai Dante.
"Saat itu aku hanya ingin pergi menjauh. Aku tak mau melihat atau berada didekat perempuan jalang itu" ungkap Dante.
"Kenapa tak kau sebut saja namanya Dante?" potong Laura dan membuat Dante terdiam.
Menyebut Nama Mara selalu membuat Dada Dante sakit. Benci yang dirasakannya membuat dada Dante sakit.
"Dari dulu aku selalu bertanya-tanya, kenapa kau begitu membenci Mara?"
Lamun Laura.
"Padahal menurutku yang bertingkah menjijikan itu adalah Carla. Sedangkan Mara lebih pantas dikasihani" sambung Laura.
Dada Dante berdetak cepat.
"Kau tak mengenalnya. Jadi diam saja. Tak perlu memberitahu mana yang baik dan buruk diantara saudara itu. Mereka berdua sama-sama menjijikkan" bentakan Dante membuat Laura terkesiap.
Dante nampak menyesal dengan kemarahannya.
"Maafkan aku" ucap Dante sambil mengusap kepalanya.
"Aku tak suka jika nama perempuan itu di sebut. Aku tak mau membahas perempuan itu"
Sambung Dante yang meminta pengertian Laura.
Laura menghela nafas. Dari dulu dia sudah merasa aneh saat melihat bagaimana sikap Dante pada Mara yang pendiam dan pemalu.
Mara yang Malang, begitulah Laura dulu memanggilnya.
Sekarangpun Laura masih memanggil Mara seperti itu.
Entah kenapa hidup Mara sangat Malang.
Dan menyebut nama Mara saja sudah membuat Dante terganggu, bagaimana seandainya Dante tahu Kalau Mara berada tak jauh darinya. Laura tak bisa membayangkan apa yang akan terjadi pada Mara kalau Dante tahu Hal ini.
"Kalau boleh aku mengatakannya, bukan kau yang seharusnya yang marah, tapi Mara lah yang paling terluka saat itu. Semua orang mencap nya sebagai perempuan murahan karena kau yang merasa dijebak. Padahal kalau kau mau kau bisa meninggalkannya saat itu, bukannya malah memperkosa Mara yang sedang mabuk. Mara yang Malang"
Laura Tahu Dante akan meledak saat mendengar pendapatnya.
"Diam.. Diam kau" hardik Dante.
"Aku melakukan itu karena ingin menghancurkannya. Aku memberi rasa menang lalu menjatuhkannya" geram Dante.
"Dia layak di lakukan sehina itu. Yang aku tak mengerti kenapa ayahku meminta aku bertanggungjawab, padahal dia tahu aku sudah bertunangan denganmu saat itu. Karena itulah aku pergi. Aku tak sudi memperistri pelacur itu" desis Dante.
Laura menghela nafas. Dante masih sekeras biasanya kalau menyangkut Mara.
"Dan kau, kenapa kau begitu baik pada perempuan yang memiliki andil dalam putusnya hubungan kita?" bisik Dante.
Laura menghembuskan nafasnya.
"Karena aku pikir dalam peristiwa itu, Mara lah yang paling menderita. Dia lah yang menjadi korban yang sesungguhnya"
Lamun Laura.
Ledakan tawa Dante membuat Laura kaget.
"Menikah dan menjadi janda membuatmu jadi sentimentil Laura" ejek Dante.
Laura tak tersinggung. Dia malah tersenyum.
"Mungkin kau benar" gumamnya pada Dante yang mengangkat alis, tetap mengejek Laura.
"Sebenarnya untuk apa kau datang kesini Dante. Jangan katakan kau merindukanku, karena aku justru merasa kau ingin keluar dari rumah ini secepatnya"
Berondong Laura.
Dante tersenyum, berdiri dan melihat keluar jendela.
"Aku pikir kita bisa memperbaiki hubungan yang rusak dulu" ucap Dante.
Laura diam karena yakin masih ada lanjutan yang ingin Dante katakan.
"Tapi begitu melihatmu, aku yakin kita tak bisa. Aku tak melihat kau ada tempat di hatiku lagi. Perasaan apapun yang aku punya padamu dulu, sudah lama hilang " ungkap Dante terus terang.
Mendengar ke terus terangan Dante, Laura merasakan belati beracun di tancapkan dihatinya. Dante mungkin tak pernah memiliki perasaan spesial padanya, hanya karena Laura perempuan paling cantik makanya Dante ingin memilikinya. Pada Dante lah laura menyerahkan tubuhnya untuk pertama kalinya, juga hatinya hingga Sekarang. Laura tak pernah berhenti memikirkan Dante.
"Ya kalau begitu sekarang aku tahu kalau kau tak berminat menjadikanku nyonya besar" ucap Laura enteng, menyembunyikan rasa sakitnya.
Dante berbalik, menatap tepat ke mata Laura.
"Tapi aku masih tertarik padamu" ucapnya.
"Pada tubuhku maksudmu?" tanya Laura tanpa basa-basi.
Dante mengangguk tanpa basa-basi juga.
"Ya, kalau kau mau kita bisa bersenang-senang tanpa perlu memikirkan ikatan apa yang ada diantara kita" usul Dante.
"Ini hanya antara kita berdua. Tanpa ikatan atau merecoki satu sama lain. Kau bebas berhubungan dengan siapa saja atau meninggalkan kesepakatan kita jika kau mencintai atau ingin menikah dengan orang lain"
Laura tertawa.
"Tak perlu kata berbelit-belit menghadapi seorang janda, bukan Dante?" cemoohnya.
Laura berdiri berjalan hingga persis selangkap di hadapan Dante. Tangan Laura menyusup ke balik Rompi Dante, meraba dada Dante yang dibalut kemeja sutra.
"Kau selalu jadi pria yang kuinginkan. Wajah dan tubuhmu adalah hal paling Indah yang pernah kulihat" desah Laura.
"Kapanpun kau menginginkanku, aku selalu bersedia menyambutmu" tambah Laura.
Dante menangkap tangan Laura.
"Kalu begitu aku pergi dulu. Semuanya sudah jelas. Aku akan menghubungimu jika aku punya waktu luang" guman Dante yang mulai melangkah ke arah pintu.
Laura menahan isakannya.
Waktu Luang, jadi dia bukan yang utama. Laura hanya pengisi waktu luang bagi Dante. Baik dulu dan sekarang, Laura tak pernah punya tempat istimewa dihati Dante.
Hati yang sudah Dante serahkan pada Mara, meski Dante sendiri tak pernah mau mengakuinya.
Sampai matipun Laura takkan pernah lupa bagaimana wajah Dante saat mendengar ayahnya memutuskan untuk menikahi Mara dengan Nick.
Dan tiga hari setelahnya, Dante yang tak berhenti minum semenjak mendengar pernikahan Mara, meniduri Mara. Meski Dante menyebutnya sebagai pelajaran untuk Mara.
Laura yang jadi tunangan Dante Saat itu bahkan tak ada dipikiran Dante.
Si bodoh Dante selalu berlagak jadi kakak yang baik bagi Mara, meski hati kecilnya meronta ingin memiliki Mara, hingga terjadilah hal tersebut.
Semua orang menuduh Mara sebagai perempuan murahan yang ingin menjebak Dante, tapi dari dulu meski dia tunangan Dante, Laura selalu Tahu kalau Mara adalah korban Dante.
Dalam tragedi tujuh tahun yang Lalu, Mara adalah orang yang paling dirugikan.
Dan sekarang Laura ingin tahu apa yang akan Dante lakukan jika bertemu Mara.
Dante bukan lagi seorang pemuda ingusan. Sekarang Dante adalah tuan besar yang mengendalikan hidupnya sesuka hatinya.
Jadi akankah Dante jujur pada hatinya ataukah Dante masih mengedepankan egonya.
Jujur saja, Laura sangat tidak sabar untuk melihat reaksi Dante saat tahu kalau Mara yang Malang berada dekat sekali dengannya.
Bibir Laura tersenyum.
Laura memang kasihan pada Mara, tapi Laura juga benci pada Mara yang sudah merebut Dante darinya. Kasihn dan benci Laura punya porsi masing-masing.
Laura sama sekali takkan keberatan melihat apa yang akan Menimpa Mara. Karena Laura Yakin kalau Dante akan tahu dimana Mara berada sebentar lagi.
Permainan akan dimulai. Siksaan akan berlanjut dan masalalu akan tetap membelenggu hati mereka semua..
Laura tertawa meski airmata meleleh dipipinya. Yang paling ingin Laura lihat adalah akhir dari semuanya.
Cinta, dendam atau ego Dante kah yang akan keluar sebagai pemenang??
*************
(16022018) pyk.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top