Melepasmu Untuknya
Nabi Muhammad senantiasa menyinari mereka dengan cahaya iman, membersihkan jiwa mereka dengan pengajaran hikmah dan Al-Qur'an. Mendidik mereka dengan pendidik yang mendetail dan mendalam, membawa jiwa mereka ketingkatan ruh paling tinggi. Kesucian hati, kemuliaan akhlak, pembebasan dari kekuasaan materi, penentangan nafsu dan hanya tunduk kepada Allah semata.
Beliau mengeluarkan mereka dari kelapangan menuju cahaya, menuntun mereka untuk bersabar menghadapi siksaan, tabah dan lapang dada. Sehingga mereka semakin mantap berpegang teguh kepada agama Allah, menjauhkan diri dari nafsu, mengharapkan surga, rindu ilmu, menghisab diri sendiri, menunjukkan kesenangan jiwa, mengikat diri dengan kesabaran, ketabahan dan ketenangan jiwa.
"Nah, sudah dulu ceritanya. Sekarang saatnya shalat dzuhur, Kak Nur akan lanjutkan besok pagi. Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatu."
Tutup Nurhayati setelah menyelesaikan ceritanya. Anak-anak berhamburan mengambil air wudhu, Maudy mendekat dan duduk di samping Nurhayati.
"Anak-anak tampak senang, saat kamu kembali memberikan cerita-cerita," ucap Maudy sambil memainkan bunga di tangannya.
"Ya, aku ingin melihat mereka tetap tersenyum begitu. Selamanya, bahkan meski nanti aku pergi dari sisi mereka," jawab Nurhayati menyeka bulir bening di matanya.
"Kamu bicara apa, Nur? Siapa yang akan pergi?"
"Ah, tidak ada. Tapi aku benarkan? Bahwa setiap yang hidup akan mati?"
"Nur, kamu baik-baik saja 'kan?"
"Ya, tentu saja. Aku baik-baik saja."
"Tidak, kamu sedang tidak baik. Ada yang aku tidak ketahui, dan kamu menyembunyikan semuanya."
Maudy terus mendesak agar Nurhayati jujur kepadanya. Dia yakin, bahwa selama ini Nurhayati sudah menyembukan sesuatu dari dirinya. Akan tetapi, Nurhayati masih juga enggan jujur atas apa yang terjadi.
"Tidak ada, aku tidak menyembunyikan apapun."
"Kamu terlihat lebih kurus dari sebelumnya, kamu sakit?"
"Aku baik-baik saja, Maudy. Hanya hatiku saja yang merasakan luka, semua yang sudah aku rancang telah hancur terluluh lantakkan."
"Furqon?"
"Entahlah, Maudy."
"Kamu sabar ya, semua akan baik-baik saja. Dan insyaallah akan kembali seperti semula. Aku yakin, Furqon juga memiliki alasan jelas atas tindakannya itu."
"Itu tidak akan terjadi, sekarang aku tidak bisa mempercayainya lagi."
"Kamu selalu mengatakan padaku, saat merasa lelah dalam mengarungi rumah tangga, selalu ingat awal perjalanan kita memutuskan untuk menikah."
"Entahlah, aku permisi dulu. Assalamu'alaikum."
"Baiklah, wa'alaikum salam."
***
Setelah selesai bercerita pada anak-anak, Nurhayati berpamitan pulang. Tapi ia tidak pulang ke rumah, melainkan datang ke sebuah pengajian. Dia duduk di antara puluhan ibu-ibu yang datang, dan ternyata pembahasannya tentang poligami.
Rasulullah saw. bersabda:
"Tidak dihalalkan bagi wanita meminta perceraian saudarinya (madunya) agar bisa mementingkan bagiannya. Sesungguhnya bagi dirinya hanya apa yang telah ditetapkan baginya." (Bukhari dan Muslim).
Nurhayati menangis, ia pernah melakukan hal itu saat amarahnya tidak terkendali. Meminta Furqon untuk memilih antara dirinya atau Hanum, sementara Furqon tidak ingin melepaskan keduanya. Bukan karena ia serakah, tapi ia menikahi keduanya dengan jalan keridoan Allah. Namun Nurhayati enggan menerima itu, dia hanya memikirkan hatinya tanpa mengetahui alasan di balik pernikahannya.
Kata 'Ukhtuha' dalam hadist di atas, memang bisa diartikan dengan wanita ajnabiyah yaitu wanita yang bukan mahram. Ibnu Abdil Barr menafsirkan bahwa maksud saudari di sini dengan permintaan cerai dari salah seorang istri terhadap madunya.
Kata tidak halal di sini, menurut Ibnu Habib dan Ibnu Baththai sekedar anjuran, bukan yang membatalkan pernikahan.
Wanita bagaimana pun keadaannya, dengan segala kelebihan dan kekurangannya, tetap akan berakhir pada suaminya. Ia mesti memberikan ketaatannya mutlak kepada suaminya selama ia taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Di sinilah mulai masalahnya. Karena pada saat sekarang ini, suami-suami yang shalih dan mampu menyelamatkan dirinya serta keluarganya dari api neraka sangat sedikit jumlahnya. Sedangkan untuk manusia yang tersesat dari agama sudah demikian banyak.
Rasulullah tidak beristri lebih dari satu kecuali atas maksud untuk kepentingan agama dan dakwah. Menolong dan mengentaskan mereka dari kejahilan dan kebinasaan. Dengan demikian, bagi istri yang telah beruntung mempunyai suami yang shalih, hendaknya saling menolong sesama kaumnya.
Selain suami sendiri, tentu hanya istrinyalah yang paling mengetahui kemampuan suami. Jika ternyata, setelah hidup bersama sekian lama, istri merasakan kemampuan suami dalam keshalihan dan keadilan, serta mampu membimbing dirinya dan keluarga pada jalan yang diridai Allah. Maka bentangkanlah pintu kerelaan, pengorabakun dan keluasan hati untuk membagi kebahagiaan beragam dengan sesama muslimah lainnya.
Kutipan ceramah itu terdengar jelas ditelinganya, langkahnya tidak pasti. Sayup-sayup di tengah lamunannya dia mendengarkan percakapan sepasang suami-istri.
"Mas, tolonglah sebentar!"
"Kenapa, Han?"
"Ikatkan tali baju ini di pinggangku, aku kesulitan membawa barang ini."
"Iya, baiklah, mari kubantu."
Samar-samar ia melihat pasangan itu, meski tidak begitu jelas tapi dia mengenal suaranya. Tidak diragukan lagi, mereka Furqon dan Hanum. Saat langkahnya semakin dekat dengan mereka, kepalanya sangat pusing dan ia jatuh pingsan.
Anton menyaksikan dengan jelas saat Nurhayati terjatuh di pinggir jalan, ia menghentikan mobil dan segera membawanya ke rumah sakit. Furqon yang mendengar teriakan Anton langsung menoleh ke belakang dan menyaksikan Nurhayati di bawa ke mobil.
Anton memang sengaja mencari Nurhayati, sebab sudah jadwal kontrol, tapi tidak datang ke rumah sakit. Nomor ponselnya juga tidak dapat di hubungi, ia sudah menghubungi orang terdekat Nurhayati dan hasilnya tetap sama. Sehingga ia memutuskan mencarinya.
Melihat Anton membawa Nurhayati tanpa seizinnya, Furqon sangat marah. Ia mengepalkan tangannya, lalu menancap gas mengantar Hanum pulang.
"Nur, syukurlah kamu sudah bangun."
"Anton, aku di mana?"
"Kamu di rumah sakit, aku sudah katakan agar tidak banyak aktivitas. Kenapa kamu pergi seorang diri?
"Aku hanya ingin bertemu anak-anak."
"Baiklah, tapi tolong maafkan aku. Aku tidak bisa membiarkan kamu begini selamanya, berhubung keluargamu ada di sini makanya aku harus berterus terang dengan kondisimu."
"Jangan, Anton!"
"Kondisimu semakin buruk, jika bukan mereka maka siapa lagi yang akan menjagamu?"
"Tapi..."
"Maafkan saya, sebab saya menyembunyikan semua ini sebelumnya. Sebenarnya, sudah hampir tujuh bulan ini Nurhayati sakit. Dan menurut tes laboratorium yang pernah dilakukan, Nurhayati mengalami radang selaput otak," jelas dokter Anton.
"Anton," ujar Nurhayati menyesali kejujuran dokter Anton kepada keluarganya.
"Maafkan aku Nur, permisi."
Dokter Anton meninggalkan ruangan Nurhayati bersama keluarganya. Sepeninggal dokter Anton, mereka tanpa menatap Nurhayati meminta penjelasannya. Namun, Nurhayati tetap diam tak ingin memberikan penjelasan apa pun.
"Tidak, kenapa kamu menyembunyikan semua ini dari kami?" tanya Azzam.
"Nur tidak ingin kalian khawatir, Kak."
"Justru ini yang membuat kami khawatir. Seharusnya kamu jujur dari awal, bukan menyembunyikan ini sendiri."
"Nur tahu ini salah, tapi tolong maafkan. Nur juga minta tolong agar kalian tidak menceritakan ini pada bang Furqon."
"Bagaimana bisa?" tanya Fatimah.
"Nur mohon, Bu. Nanti, kalau waktunya sudah tepat pasti Nur akan jelaskan ini kepada bang Furqon."
"Baiklah," ujar Fatimah akhirnya mengalah.
Mereka memang marah karena Nurhayati menyembunyikan ini sudah cukup lama dari keluarga. Akan tetapi, keluarga juga tidak bisa terus mengistrogasinya. Dokter Anton sudah menjelaskan agar tidak membuat kondisi Nurhayati semakin tertekan. Sebab itu akan berpengaruh pada kondisi kesehatannya.
"Nur, Kakak dan Kak Salma pamit. Ada urusan yang harus diselesaikan, nanti insyaallah akan kembali. Kamu jaga kesehatan."
"Aku juga Nur, kami akan pulang ke rumah orang tua Mas Fahmi."
"Iya, terima kasih sudah menunggu. Ibu, apa Ibu juga akan pergi?"
"Mana bisa Ibu meninggalkanmu di sini sendiri, Ibu akan menunggumu."
Mereka meninggalkan ruangan Nurhayati, sementara Fatimah mendekat. Dia sangat menyayangi menantunya seperti anaknya sendiri. Namun, Fatimah juga tidak berbuat apa pun mengenai keputusan Furqon menikahi Hanum.
"Nur, apa kamu tidak ingin pulang? Kasihan Furqon, dia juga membutuhkan kamu di sana."
"Tidak, Bu. Lagi pula, ada Hanum bersamanya."
"Kenapa?"
"Nur takut."
"Nur, apapun yang terjadi berjanjilah pada Ibu."
"Berjanji untuk apa?"
"Kamu tetap menjadi anak Ibu, meskipun Furqon telah menikah lagi."
"Ibu, jangan katakan begitu. Dengarkan Nur! Ibu adalah orang tua yang sangat Nur hormati seperti kedua orang tua Nur sendiri. Bang Furqon boleh menikah lagi, tapi dia tidak akan melenyapkan hubungan kita. Justru yang Nur takutkan, Ibu tidak menyayangi Nur setelah ada menantu lain dalam rumah ini."
"Tidak sayang, kamu satu-satunya anak Ibu, tidak akan ada yang dapat menggantikannya. Nur, dalam kondisi yang masih sakit kamu dapat menguatkan dirimu, padahal kondisi rumah tanggamu cukup megkhawatirkan."
"Semua karena ada Ibu di sisi Nur."
"Nur, Ibu rasa kamu sakit bukan hanya karena penyakitmu, tapi karena cintamu pada Furqon."
"Ibu," Nurhayati menangis dipangkuan ibu mertuanya.
Ingin sekali Nurhayati menahan air mata itu agar tidak keluar. Sayang sekali, dia tidak membohongi dirinya di hadapan ibu mertuanya. Fatimah selalu mengerti apa yang diperlukan menantunya, tapi dia tidak berbuat apa pun saat Furqon menduakannya.
"Ibu, bagaiaman Nur akan jelaskan semua ini?"
"Maksudmu?"
"Benar, Nur sangat mencintai bang Furqon bahkan sampai saat ini. Tapi, penyakit Nur ini tidak bertahan lama, suatu saat Nur akan meninggal karena penyakit ini."
"Kematian hanya Allah yang mengatur, sayang. Kita tidak pernah tahu apa yang terjadi setelah ini, mungkin saja Allah berikan keajaiban untukmu."
"Iya, tapi bisa jadi perantaranya penyakit ini."
"Jika benar, kenapa tidak mengatakan yang sebenarnya kepada Furqon, dengan itu kalian akan bersama."
"Justru itu, Nur tidak ingin menghadapi banyak kenangan dengan bang Furqon jika suatu hari akan meninggalkannya. Nur memiliki alasan kenapa melakukan semua ini."
"Kenapa?"
"Bu, sebelum Nur keguguran, Anton sudah lebih dulu memberi tahu kondisi Nur yang sebenarnya. Setelah dinyatakan menderita penyakit radang selaput otak, Nur bingung menghadapinya dan bagaimana cara menjelaskan pada bang Furqon. Tapi..."
"Tapi apa?"
"Ketika bang Furqon tiba-tiba datang setelah seminggu tanpa kabar, Nur bahagia. Namun ketika dia menjelaskan perempuan yang dibawanya, hati Nur sakit dan kecewa. Akan tetapi, setelah Nur pikirkan lagi hal ini lebih baik. Tidak ada alasan Nur untuk bersedih, Hanum akan menggantikan Nur untuk menjaga bang Furqon. Nur pergi dari rumah ingin memberikan kesempatan agar mereka lebih dekat, dan Nur berharap bang Furqon tidak merasakan kehilangan saat Nur pergi. Nur kecewa, tapi ini akan membantu bang Furqon untuk melupakan Nur."
"Nur, sayang..."
"Ibu, dengarkan! Nur ini tidak seburuk yang Ibu bayangkan. Nur menghormatinya sebagai suami dan tidak ada yang bisa Nur lakukan sekarang selain ini."
"Tapi Ibu tahu kalian tidak dapat terpisahkan, meski jauh hati kalian tetap saling merindukan."
"Kita akan saling menitipkan hati pada Allah, Bu. Bisakah Ibu mengantarkan Nur ke taman?"
"Iya sayang, ibu akan mengantarmu."
Fatimah pun mengantar Nurhayati ke taman dengan kursi roda, saat sampai di sana Nurhayati meminta Fatimah meninggalkannya. Meski berat, terpaksa ia harus mengikuti keinginan Nurhayati.
Sementara itu, Furqon menghentikan mobilnya di rumah sakit tempat Anton bekerja setelah mengantar Hanum ke rumah. Ia berlari masuk mencari ruangan Anton dengan amarah yang dipendamnya sejak tadi.
"Buuuuukkkk!!!!."
Kepalan tangan Furqon mendarat di pipi Anton hingga darah keluar dari mulutnya. Furqon tampak melampiaskan amarahnya kepada Anton.
"Aww!! Furqon, apa-apaan ini?"
Anton merasa kesal, ia berdiri mencekal lengan Furqon yang nampak akan menghajarnya lagi.
"Aku yang seharusnya bertanya, maksudmu apa?" Furqon menarik kerah baju Anton dengan kedua tangannya.
"Apa yang telah kulakukan?"
"Kau tahu aku di sana, kau tahu aku berdiri di belakang Nurhayati. Tapi kenapa kau malah membawanya pergi dengan mobilmu."
"Karena dia pasienku," ucap Anton sambil melepaskan tangan Furqon dari bajunya.
"Tapi aku suaminya, aku jelas yang berhak membawanya."
"Kalau kamu benar suaminya, tentu kamu tahu apa yang terjadi padanya." Anton meninggalkan Furqon.
Akan tetapi Furqon tak menyerah, ia mengejar Anton. Dia meminta penjelasan kepada Anton atas pernyataannya.
"Maksudmu apa?" Furqon heran, tapi Anton enggan menjawab pertanyaan Furqon.
"Menepi dariku, masih banyak pekerjaan dan pasien yang harus aku periksa."
"Anton tunggu, jelaskan dulu padaku!"
Sebelum Furqon mendengar jawaban Anton, dia melihat Nurhayati di taman rumah sakit bersama ibunya. Ia berlari ke arah Nurhayati, sebelum Anton menjelaskan padanya.
"Nur.. Nurhayati. Apa yang terjadi padamu?"
Furqon berlutut di hadapan Nurhayati yang hanya duduk di kursi rodanya sambil menyentuh wajah Nurhayati yang pucat.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top