Biar Aku yang Mengalah

Nurhayati diam, ia melihat kepedihan di mata Furqon. Tapi ia berusaha biasa saja dan tak peduli padanya seraya memalingkan wajah, ia berkata.

"Aku baik-baik saja."

"Aku melihatmu tidak baik, sayang."

"Apa pedulimu? Bukankah selama ini kamu tak pernah memedulikanku. Urusi saja istrimu itu, aku tidak akan menganggu kalian."

"Kenapa kamu berkata begitu? Tentu aku sangat peduli padamu."

"Peduli katamu? Setelah apa yang telah kamu lakukan? Perempuan itu, hanya dia yang kamu pedulikan bukan aku."

Nurhayati berusaha acuh kepada Furqon, dia memakinya. Akan tetapi Furqon tidak mau menyerah untuk meminta penjelasan kepada Nurhayati.

"Nur, meski ada ribuan wanita datang padaku. Aku hanya mencintaimu."

"Tapi aku sudah tidak mencintaimu lagi, tidak sejak kamu memutuskan menikahinya." Nurhayati mencoba menahan tangisnya.

Furqon menyentuh Nurhayati dengan kedua tangannya, ia menghadapkan wajah Nurhayati di hadapannya. Menatap matanya yang redup, menahan kepedihan.

"Benarkan kamu tidak mencintaiku? Katakan sekali lagi, aku akan melihat itu dari matamu."

"Pergilah dari sini, Bang. Aku tidak ingin melihat wajahmu."

"Aku tidak akan pergi, aku akan di sini menjagamu. Tidak akan aku biarkan sesuatu terjadi padamu. Aku berjanji."

"Buang saja janji itu, aku tidak percaya lagi padamu. Sudah banyak janji yang kamu berikan padaku, tapi kamu mengingkarinya."

"Fur, sebaiknya kamu pergi saja. Ibu yang akan menjaga Nurhayati, kalau ada apa-apa yang terjadi padanya ibu akan menghubungimu."

"Tapi, Bu..."

"Percayalah pada Ibu, tidak akan terjadi apa-apa padanya."

"Baiklah, Bu. Furqon akan pergi, aku mencintaimu."

Furqon berdiri dengan lunglai, lalu pergi dengan meninggalkan kecupan dikening Nurhayati. Furqon melangkah menjauh dari Nurhayati, ia tidak ingin pergi tapi kemarahan Nurhayati padanya belum reda. Ia hanya akan memberikan waktu lagi, sampai Nurhayati mau mendengarkannya lagi.

Nurhayati menangis sejadinya sepeninggal Furqon, tentu dia sangat membutuhkan Furqon dalam keadaannya saat ini. Akan tetapi, Hanum tentu lebih membutuhkannya saat ini. Nurhayati mencoba berdiri, tapi tubuhnya lemah dan akhirnya terjatuh.

"Nurhayati!!!" spontan Fatimah mendekati Nurhayati dan segera dibawa ke IGD.

***

Furqon menjatuhkan tubuhnya di tempat tidur setelah sampai di rumah. Ia merasakan lelah dan penat, kesal. Anton pun tidak memberikan jawab atas pertanyaannya. Sesuatu yang terjadi pada Nurhayati. Dia tidak pernah melihat Nurhayati sakit sampai separah itu, wajahnya pucat dan harus duduk di kursi roda. Selama ini Nurhayati juga tidak pernah masuk rumah sakit, jarang sekali sakit apalagi di rawat.

"Mas, kamu dari mana?" Hanun mendekati Furqon sampai masuk ke kamarnya.

"Rumah sakit."

"Mas, apa kamu tidak khawatir dengan keadaan mbak Nurhayati? kenapa kamu pulang? Seharusnya kamu di sana menjaganya."

"Aku tidak ingin menjadi masalah baginya, biarkan saja dulu. Aku hanya akan datang menemuinya setelah ia ingin bertemu denganku. Jika dia ingin kembali ke rumah ini, dia akan kembali."

"Aku tahu kamu sangat mencintainya, dan cinta tidak akan membiarkan sendiri."

"Sudahlah, aku bisa mengatur semuanya."

Tiba-tiba HP-nya berdering.

"Halo, Assalamu'alaikum.."

"Wa'alaikum salam, Furqon."

"Ya, ada apa An?"

"Hari ini jadwalmu menemui klien, cepatlah datang."

"Ya, maaf saya lupa. Tunggu sebentar, saya akan mengambil berkasnya."

"Hmm... baiklah." Furqon segera masuk ke dalam kamar untuk mencari berkas meeting.

Melihat Furqon membongkar lemari berkas, Hanum merasa khawatir dan berusaha untuk membantunya.

"Mas, kamu mencari apa? Biar kubantu mencarikan yang kamu perlukan."

"Sudahlah jangan mengacau, aku sedang mencari berkas untuk meeting hari ini."

"Kenapa tidak disiapkan dari kemarin sih?"

"Sudahlah, kalau tidak membantu jangan banyak omong."

Furqon tiba-tiba terdiam saat menemukan sebuah map coklat yang berisikan berkas hasil laboratorium dari rumah sakit tempat Nurhayati di rawat. Isinya menyatakan bahwa Nurhayati terkena radang selaput otak stadium akut. Dia langsung beranjak pergi meninggalkan kamar.

"Mas, ada apa? Berkasnya bagaimana?"

"Sudahlah, ada yang lebih penting dari sekedar berkas meeting."

Dia pergi dengan motornya, tidak ada yang ia pikirkan saat ini kecuali keadaan Nurhayati. Ia ingin menanyakan kebenarannya. Hujan deras tiba-tiba turun disertai angin badai, tapi tidak menyulutkan langkah Furqon menemui Nurhayati. Dia semakin cepat melajukan motornya, saat hampir sampai di belokan arah rumah sakit motornya tergelincir akibat jalanan licin dan dari arah berlawakun ada truk besar melintas.

Furqon terjatuh dua meter dari motornya, badannya terpelkamung ke dinding dan ia tidak sadarkan diri. Samar-samar dia mendengar suara kerumunan banyak orang, tapi ia tak bisa membuka matanya. Tubuhnya terasa hancur, darah dari dahinya mengalir di wajahnya.

***

"Bagaimana keadaannya Anton?" tanya Fatimah yang harap-harap cemas melihat kondisi Furqon.

"Sampai saat ini Furqon masih belum bangun, benturan dikepalanya membuat hilang kesadaran. Ia akan mengalami koma, tapi saya tidak bisa memastikan sampai kapan."

"Lalu, apa yang akan terjadi pada anak saya?"

"Tidak ada yang serius, hanya luka-luka di tubuhnya. Tapi jangan khawatir, semua sudah diobati hanya saja kita masih menunggu ia sadarkan diri."

"Semua akan baik-baik saja 'kan? Tolong selamatkan anak saya."

"Tentu saja saya berusaha semampunya, berdoalah dan serahkan semua pada Allah. Tapi satu hal lagi..." Anton menghentikan ucapannya.

"Apakah itu?" tanya Fatimah memotong.

"Ini mengenai Nurhayati, keadaannya juga semakin buruk. Saat ini ia mengalami koma, dan saya tidak dapat memastikan kapan ia bangun."

"Innalillah, mereka seperti satu hati yang tak terpisahkan. Setelah yang satunya sakit, yang satunya lagi ikut sakit dan menderita. Aku tidak mengerti seperti apa cara mereka saling mencintai." Lirih Fatimah menahan tangisnya.

"Sabar, Bu. Allah hanya ingin menguji keduanya, kita hanya mampu mendoakan keduanya. Saya permisi."

***

Dua minggu kemudian....

Dua minggu setelah kejadian itu, Hanum menunggu Furqon di rumah sakit. Sesekali dia melihat kondisi Nurhayati dan berbicara padanya. Ia tak henti-henti memanjatkan doa kesembuhan untuk keduanya. Berharap, semua akan kembali utuh seperti sedia kala. Furqon masih kritis, begitu pula dengan Nurhayati. Terkadang keduanya memanggil-manggil satu nama, satu sama lain. Tapi mata keduanya tetap terpejam, detak jantung yang semakin melemah dan kadang terhenti sesaat.

"Mbak, saya tidak tahu apa yang dirasakan mas Furqon saat mengetahui kondisimu. Kamu tahu, dia langsung membawa motornya. Hingga sekarang, karena kecerobohannya dia terbaring di rumah sakit. Kamu tahu Mbak, sepanjang waktu dia hanya menyebutkan namamu dan tidak ada yang lain. Dia sangat mencintaimu, tapi dirimu pergi meninggalkannya. Katakan padaku, jika ini salahku maka biarkan aku bertanggung jawab atas semua ini. Jika kamu mau, aku akan pergi meninggalkan kehidupan kalian. Tapi aku mohon agar kamu bangun, kamu harus sehat kembali. Hanya kamu yang dapat membuat mas Furqon bahagia, dia begitu mencintaimu."

Sementara itu, Nurhayati tidak melakukan apapun. Dia masih terbaring lemah di kasur kecil berwarna putih tak sadarkan diri. Akan tetapi, air matanya mengalir dari sudut matanya seperti memahami apa yang dikatakan Hanum padanya. Tidak lama dari itu, keluarga Nurhayati datang dan Hanum pamit meninggalkan ruangan Nurhayati. Hanum masuk ke ruangan Furqon, dia duduk di sampingnya sambil memegang tangan Furqon.

"Mas, mungkin bagimu pernikahan ini hanya untuk menolongku, tapi bagiku ini adalah pernikahan terbaik dalam hidupku meski ada duka yang terus menghantuiku. Sudah hampir sepuluh bulan lamanya pernikahan ini, aku tahu hatimu hanya memiliki Nurhayati. Tapi jujur, aku sangat mencintaimu. Malam itu, adalah malam terindah sepanjang pernikahan kita. Aku ingin mengulanginya bersamamu, tapi aku tidak bisa memaksa sampai kamu menginginkannya. Tapi hari ini, mungkin ini terakhir kalinya kita bertemu. Aku pamit Mas, izinkan aku pergi dan berjalan pada jalan pilihanku."

Ia mengecup tangannya Furqon, kemudian keluar dari ruangan. Hanum merasa bertanggung jawab atas apa yang menimpa Furqon dan Nurhayati. Ia memilih meninggal mereka untuk kebahagiaan keduanya.

"Hanum, kamu mau ke mana?"

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top