Malam Pertama

Setelah persiapan yang cukup matang, hari yang dinantikan tiba. Tepat pada tanggal 25 April Maudy dan Fahmi melangsungkan pernikahan. Tidak jauh berbeda dengan pernikahan Nurhayati, Maudy pun membuat acara resepsi sederhana. Bagi keduanya, baik Maudy ataupun Fahmi yang terpenting kesakralan dalam akad pernikahan bukan kemeriahan acara. Akan tetapi, yang membuat acara sederhana menjadi mewah adalah kedatangan teman-teman dari kedua belah pihak.

Maudy terlihat cantik dengan kebaya putihnya dengan mahkota kecil di kepalanya sebagai aksesoris jilbab putihnya. Begitupun dengan Fahmi yang tidak mau kalah tampan, dengan gagahnya ia memakai kemeja putih dan celana dasar putih dipadukan dengan jas putih dan dasi silver. Keduanya terlihat cocok, sama-sama tampan dan cantik. Akan tetapi, yang menjadikan mereka jodoh ialah karena keduanya saling menitipkan cinta kepada Allah.

Tidak hanya Maudy dan Fahmi, Nurhayati dan Furqon juga sangat bahagia dengan pernikahan keduanya. Dan mereka juga ikut menyibukan diri dalam acara pernikahan terutama sebelum hari pernikahan tiba.

***

Malam itu, setelah lelah seharian dengan acara pernikahan Maudy dan Fahmi, Furqon dan Nurhayati merebahkan tubuh di tempat tidur dan saling mencadai satu sama lain untuk menghangatkan keadaan. Ketika keduanya asyik dengan canda tawa, Furqon mulai berbicara serius sambil duduk di samping Nurhayati.

"Sayang, mungkin hari ini sudah saatnya," ucap Furqon memulai pembicaraan..

"Maksudnya apa?" tanya Nurhayati heran.

"Sayang, aku mengerti ini berat untukmu. Tapi, aku rasa ini jalan terbaik untukmu."

"Maksudnya apa sih, Bang. Nur sama sekali tidak mengerti."

"Aku ingin kamu berhenti ke rumah singgah dan juga mengajar di sekolah."

Nurhayati menghentikan rutinitasnya, dia menatap Furqon sejenak. Sejak sebelum pernikahan bahkan dia tidak pernah keberataan dengan rutinitas dirinya. Akan tetapi, hari ini tiba-tiba Furqon meminta sebuah permintaan yang bagi Nurhayati tidak mungkin dilakukan olehnya.

"Bang, kamu tahu anak-anak sudah aku didik sejak dulu bahkan sebelum aku mengenal kamu. Mereka membutuhkan aku, dan aku pun sangat menyayangi mereka. Kamu tahu itu, tapi kenapa kamu melarang aku menemui mereka."

"Sayang dengarkan aku dulu, maksud aku bukan berhenti menemui mereka."

"Terus apa?"

"Kok, nada kamu meninggi?"

"Iya, maksud aku tidak begitu."

"Jangan marah dulu dong, maksud aku supaya kamu tidak repot biarkan mereka saja yang datang ke rumah. Kondisi kamu sedang hamil sayang, aku hanya ingin yang terbaik untuk kamu dan anak-anak."

"Nur akan baik-baik saja sayang, kamu jangan khawatir."

Nurhayati tetap bersikukuh dengan keputusannya. Dia tidak ingin meninggalkan anak-anak, apalagi merepotkan mereka untuk datang ke rumah. Hal ini dikhawatirkan oleh Nurhayati, bahwa setelah tidak lagi mendapatkan perhatian anak-anak kembali ke jalanan seperti dulu. Tentu saja Nurhayati tidak mengharapka ini terjadi.

"Tapi sayang, setelah Maudy menikah dia pasti sibuk mengurusi suaminya bukan hanya anak-anak."

"Nur tahu, seperti halnya diriku begitu pun juga dengan dirinya."

"Baiklah, aku memahami bahwa sifatmu memang keras kepala, kalau sudah begitu sulit untuk dilarang."

"Nur mengerti kamu khawatir, tapi cukuplah kamu percaya bahwa aku akan selalu menjaga diri dan juga calon anak kita."

"Baiklah, sekarang kita istirahat. Terserah padamu saja, aku tidak mau memperpanjang masalah yang akan menyebabkan pertikaian panjang."

Furqon memilih untuk menyetujui keinginan Nurhayati, dia hanya berdoa dan berharap bahwa istrinya akan merubah keputusan tersebut. Tidak ingin memperkeruh keadaan, apalagi ibu hamil sangat sensitif. Ini tidak akan berhasil, hanya akan ada pertikaian panjang jika dilanjutkan.

Mereka merebahkan diri sambil memejamkan mata, perlahan mereka mulai larut dalam tidur panjang. Sementara di kamar berukuran empat kali empat meter, Maudy dan Fahmi baru saja selesai melakukan shalat sunnah. Mereka saling berhadapan, Maudy menyentuh tangan Fahmi kemudian mencium tanganya. Dengan penuh kasih sayang, Fahmi merangkul kedua tangan Maudy kemudian mencium keningnya. Dalam kondisi yang masih gemetar, Maudy berusaha beradapatasi dengan keadaan. Fahmi memeluknya, kemudian menyentuh ubun-ubun dan Maudy mengaminkan do'anya.

"Emh, maksud saya Ma..."

"Maudy," ucap Maudy memotong pembicaraan Fahmi yang juga masih gugup.

"Iya, maksudnya Maudy. Mulai hari ini, kita sudah resmi menjadi sepasang suami istri. Aku hanya berharap, kamu tidak menyesal menerima pernikahan ini sebagai keputusan terakhirmu. Sebab aku tidak bisa memberikan apapun kepadamu selain daripada apa yang bisa aku berikan kepadamu saat ini."

"Aku tidak akan menuntut apapun darimu, aku menerima apa adanya kamu."

"Terima kasih."

Fahmi tersenyum, keduanya tampak masih begitu gugup di malam pertama pernikahan. Bingung akan melakukan apa setelah ini, meskipun tidak ada tamu undangan yang datang lagi. Keduanya berusaha memecahkan keheningan dengan memulai percakapan lebih panjang.

"Aku yang seharusnya berterima kasih, bahwa penilaianku ini salah padamu. Aku percaya kamu bisa menuntunku selalu menuju jalannya. Jalan terbaik yang Allah pilihkan untukku, karena mulai dari akad pernikahan hingga saatnya nanti surgaku berada di bawah kakimu."

"Aku tidak bisa menjanjikan apapun padamu, hanya saja aku akan berusaha memberikan yang terbaik untuk pernikahan kita. Sebab keputusan besar yang sedang aku ambil ini akan dipertanggung jawabkan."

"Baiklah, semoga kamu tidak menyesal menikahi aku."

"Ya, begitu pun dirimu."

Kembali Fahmi memberikan senyuman disusul dengan kecupan indah di kening Maudy. Malam ini memang tampak istimewa bagi keduanya, bahagia yang tidak terlukiskan oleh kata-kata saja. Perlahan Fahmi mendekatkan wajahnya ke hadapan Maudy yang masih tertunduk.

"A-apa yang akan kamu lakukan?" tanya Maudy kemudian menghentikan Fahmi untuk semakin dekat dengan istrinya.

"Kenapa masih bertanya? Bukankah ini malam pengantin kita? Menurutmu, apa yang biasanya dilukan oleh suami istri di malam pernikahan?"

"Aku tidak tahu, Fahmi. Aku..."

"Apakah aku tidak boleh menyentuhmu?"

Fahmi merasa bahwa Maudy sudah memberikan penokan padanya. Dia tampak kecewa, meski kemudian tersenyum lagi. Maudy tampak mengangkat kepalanya, memastikan bawah Fahmi sudah beranjak dari sana.

Sayang sekali, bahkan saat dia tengah melepaskan mukenanya saja sosok Fahmi masih di sana dengan tatapan yang sama.

"Kenapa menatapku begitu? Emh, maksudku... kenapa bertanya begitu? Bukankah orang lain sering berbincang di malam pertama untuk saling mengenalkan diri masing-masing?"

"Aku tidak mengerti, kamu benar polos atau berpura-pura polos saja?"

Ups!!! Sesuatu terjadi yang membuat Maudy terbungkam, dia tidak bisa lagi mengontrol dirinya. Maudy yang terkejut segera mendorong Fahmi.

"Apa yang kamu lakukan, Fahmi?"

"Aku akan menghirup udara segera di luar, istirahatlah."

Fahmi beranjak dari tempat duduk untuk meninggalkan Maudy. Melihat hal tersebut Maudy mencoba mencegah Fahmi untuk meninggalkannya. Melihat suaminya pergi, tentu saja Maudy merasa bersalah.

"Jangan cegah aku untuk pergi, biarkan saja aku meninggalkan kamar ini. Kamu pasti capek banget mau istirahat."

"Aku akan istirahat nanti saja, malam ini aku mau menghabiskan waktu denganmu."

"Omong kosong apa ini? Sudahlah, aku akan pergi."

Maudy berusaha mencegah kepergian Fahmi, dia tahu Fahmi kecewa atas penolakan ini. Bukan Maudy tidak menginginkanya, tetapi dirinya hanya canggung untuk memulai semua itu. Namun, semua itu sudah terjadi, sehingga membuat Fahmi merasa lebih baik jika beranjak dari hadapanya istrinya.

"Maafkan aku, tadi aku hanya terkejut saja tiba-tiba kamu melakukannya. Kita bisa lakukan ini perlahan, bukan?"

"Sudahlah, aku minta maaf perihal tadi. Lupakan saja, kamu perlu banyak istirahat. Aku akan keluar sebentar, udara di kamar panas."

Sekali lagi, Maudy berusaha meminta Fahmi agar tetap tinggal. Dia tidak pandai merayu, tapi juga tidak ingin mengecewakan suaminya. Apalagi di malam pertama mereka, tentu saja Maudy tidak ingin mengecewakan Fahmi.

"Lakukan apa yang ingin kamu lakukan, kamu punya hak untuk itu."

"I-ya, t-tapi..."

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top