Guru BK Baru
Sejak pertemuan dengan Nurhayati di Rumah Singgahnya siang itu, Furqon mulai memperhatikan Nurhayati. Ia sangat terkesan dengan sifat keibuan yang dimiliki oleh gadis itu. Wanita yang ia cari selama ini, seolah muncul di hadapannya untuk dibawa berkelana mengarungi kehidupan yang baru. Kehidupan pernikahan.
Seperti pagi ini, Furqon sengaja datang ke sekolah tempat Nurhayati mengajar. Ya, Nurhayati bukan hanya berperan di rumah singgah, tetapi ia juga salah satu guru dari sebuah lembaga swasta tingkat Sekolah Menengah Atas. Ia mengajar setiap senin sampai jumat. Hari jumat ini Nurhayati pulang lebih sore dari biasanya, ia harus mengisi kegiatan Rohis (Rohani Islam) untuk anak-anak.
Jam menunjukkan pukul 10.30, Nurhayati keluar dari ruang kelas selesai mengisi kelas XI IPA. Seperti biasa, dia langsung menuju kantin masih dengan buku-buku Biologinya. Duduk di antara bangku kosong dan anak-anak muridnya. Ia yang menjadi panutan anak-anak, guyunan anak laki-laki.
"Assalamu'alaikum Bu guru cantik," goda salah satu siswa IPS saat ia melintas di antara mereka."
"Wa'alaikum salam," jawab Nurhayati dengan santainya.
Ini bukan kali pertama, mereka sudah sering menggangunya dan menggodanya. Tetapi bagi Nurhayati, ini hanya guyonan kecil untuk remaja seusia mereka. Nurhayati terkenal tegas, tidak ada yang berani melanggar peraturannya meskipun dia tidak pernah marah pada anak-anak didiknya. Dia hanya tersenyum saat anak muridnya melakukan kesalahan, hanya imbasnya nilai mereka nol. Hal itu cukup menakutkan bagi mereka. Itu sebabnya mereka tidak berani melanggar, bahkan meski mereka sekali tidak mengerjakan tugas.
Satu mangkok bakso ikan dengan mie instan dan es cokelat dingin kesukaannya telah terhidangkan. Nurhayati mulai menyantap makanannya, tiba-tiba seorang lelaki duduk di hadapannya. Seketikan Nurhayati menghentikan suapan makanan ke mulutnya.
"Assalamu'alikum," sapanya.
Suara itu tidak asing lagi bagi Nurhayati, dia Furqon. Lelaki dari seorang ibu yang pernah ia tolong. Ini kali ketiga pertemuan mereka, setelah kali kedua mereka bertemu di rumah singgah milik Nurhayati.
"Lho, Kak Furqon?!" ujar Nurhayati terkejut.
Ya, usia Nurhayati memang lebih muda dari Furqon. Furqon hanya tersenyum dan tetap duduk. Dia mulai menjadi perhatian anak-anak murid Nurhayati. Ini kali pertama mereka melihat Ibu guru cantiknya duduk bersama seorang lelaki. Bahkan, saat dia digoda oleh guru olahraga di sekolah itu saja, Nurhayati enggan menggubrisnya. Tetapi kali ini, dia duduk berdua di kantin. Sangat aneh bagi mereka, kecuali jika keduanya memiliki hubungan.
"Saya mengganggu?"
Pertanyaan konyol itu keluar dari mulut Furqon. Dia hanya canggung berhadapan dengan Nurhayati, sehingga mengajukan pertanyaan itu.
"Tidak, hanya sedikit aneh saja. Kenapa Kakak ada di sekolah ini? Ada kepentingan apa?"
"Saya melamar kerja di sini, alhamdulillah di terima."
"Mengajar?"
"Bukan, saya menjadi guru Bimbingan Konseling (BK), pengganti pak Hanan."
Nurhayati mencoba mengingat sesuatu, memang beberapa hari terakhir dia mendengar kabar ada lowongan kerja di sekolah. Hanya saja, dia tidak menyangka bahwa Furqon akan tertarik dan memasukan lamaran kerja.
"Oh, ya. Saya baru ingat, beliau resign dari sekolah karena harus pindah ke Jogja."
"Kita bakal sering bertemu nanti."
"Ini kebetulan atau memang sengaja dibuat?"
"Sebenarnya saya iseng saja sih lewat ke sekolah, saat ada pemberitahuan lowongan kerja, saya melamar. Hari ini dipanggil kepala sekolah untuk di wawancara, alhamdulillah langsung di terima."
"Alhamdulillah, mungkin memang rezekinya. Eh, tapi saya harus kembali ke kelas. Saya harus mengisi kelas X juga sehabis jam istirahat. Saya permisi," ucap Nurhayati sambil beranjak.
"Baiklah, sampai nanti, Mbak Nur," ujar Furqon saat Nurhayati beranjak pergi.
Namun ia kembali berbalik arah, "Panggil saya Nurhayati saja, saya terlalu dewasa untuk dipanggil, Mbak," ucap Nurhayati sambil meninggalkan Furqon.
Furqon mengangguk, lalu tersenyum. Ia merasa sudah berhasil memenangkan hati Nurhayati hari ini. Kesan pertamanya dengan Nurhayati cukup baik, pendekatan pertama yang mendapatkan sambutan positif. Meskipun Nurhayati masih terlihat cuek dan tidak peduli padanya.
Sebenarnya, alasan Furqon cukup masuk akal perihal lowongan pekerjaan. Ya, karena dia sudah diberikan tawaran menjadi guru BK di sekolah ini sejak dua hari yang lalu. Tetapi tak pernah dia anggap, baginya menjalankan bisnis saja akan cukup untuk menambah keuangannya. Akan tetapi, setelah mengetahui Nurhayati salah satu tenaga pengajar di sana, dia langsung tancap gas untuk datang ke sekolah.
Furqon yang dulu alumni dari sekolah ini, menjadi murid kepercayaan dengan segudang prestasi yang pernah di raih. Reno, salah satu teman aktivisnya semasa sekolah yang kini menjabat sebagai wakil kepala sekolah di sana memberikan peluang untuk Furqon ikut bergabung di sekolah. Melalui Reno dan prestasi yang pernah dia berikan untuk sekolah memudahkan ia masuk tanpa ada seleksi. Entah mengapa, tiba-tiba Furqon bersikap aneh dan menjadi detektif terselubung untuk mengetahui banyak hal mengenai Nurhayati.
***
Langit malam terlihat indah dengan kilauan bintang yang memacarkan keindahannya, sayup-sayup angin malam terdengar berdesir memainkan dedaunan. Sesekali, angin menerpa tubuhnya yang duduk di jendela kamar. Furqon menghela napas dalam-dalam, ada bayangan yang mengitari pikirannya. Terkadang, bayangan wajah seseorang terlukis indah di antara kilauan cahaya bintang. Nama yang terngiang dalam ingatannya. Nama itu, Nurhayati.
"Nurhayati, cahaya hidupku," lirihnya.
Sesekali wajah Nurhayati yang penuh keteduhan itu menyelinap di antara lembaran-lembaran buku yang sedang ia baca. Ucapan sang ibu dan guyonan teman-temannya di rumah singgah kala itu merasa seperti sebuah dukungan bagi Furqon. Akan tetapi, dia masih tidak memiliki keberanian.
Furqon juga sempat bertanya kepada Reno mengenai kepribadian Nurhayati selama di sekolah. Perlahan, hati kecilnya mulai tertarik kepada sang gadis. Meskipun awalnya Furqon sempat menapik perihal sang gadis.
"Wajahnya begitu teduh, penuturannya begitu santun. Dia begitu mencintai anak-anak, seperti mencintai anaknya sendiri. Tidak diragukan lagi, seorang anak yang hebat membutuhkan ibu seperti dirinya. Bagaimana aku ragu, jika dia mampu meneladani sosok Rasulullah. Aku yakin, tidak ada keraguan dalam menilainya baik. Bahkan, lebih dari sekedar itu."
"Melamunkan siapa, Fur?" Fatimah menegurnya.
"Ibu, ah bukan siapa-siapa."
"Kalau itu perempuan, segeralah lamar sebelum dilamar oleh orang lain."
"Nanti Bu, kalau Furqon tahu betul bagaimana kepribadiannya. Supaya nanti, ketika sudah menikah tidak kecewa."
"Siapakah itu?"
Fatimah merasakan sesuatu yang berbeda dari cara Furqon berbicara, sehingga menimbulkan rasa penaran. Harapannya untuk segera memiliki menantu dirasa akan segera terwujud.
"Kalau sudah pasti, Furqon akan ceritakan pada Ibu."
"Baiklah, ini minumlah susunya. Lalu bergegaslah tidur, supaya besok bangun lebih awal. Katanya kamu sudah mulai mengajar sekarang."
"Ah Ibu, Furqon bukan anak kecil lagi. Ibu masih saja sibuk membuatkan susu, Furqon bisa membuat sendiri."
"Mumpung kamu belum nikah, Fur. Kalau sudah punya istri, nanti istrimu yang membuatkannya."
"Seperti Bapak dan Ibu."
"Iya, seperti itulah kamu nanti. Menjaga keromantisan bersama istri, seperti yang telah dicontohkan Rasulullah."
Sebuah rumah tangga impian Furqon memang sangat sederhana. Dia tidak perlu belajar pada pernikahan orang lain, sebab bagi dirinya melihat keharmonisan kedua orang tua membuat Furqon belajar.
"Doakan saja, Bu. Semoga wanita pilihan Furqon ini tidak mengecewakan Bapak dan Ibu, juga bisa menjadi pendamping yang luar biasa.
"Aamin, Ibu selalu berdoa yang terbaik untukmu."
"Eh, tapi dari mana Ibu tahu Furqon kerja di sekolah?"
"Reno dan Fahmi, mereka 'kan selalu tahu aktivitasmu."
"Duh," dengus Furqon sedikit kesal.
"Sudahlah, bukan salah mereka. Ibu yang tanya ke mereka, lagi pula bukan masalah besar kalau kamu mau aktif di sekolah. Selagi itu membuatmu nyaman, terserah saja. Kamu sendiri diminta melanjutkan bisnis bapakmu tidak mau."
"Furqon mau bangun perusahaan sendiri, Bu. Sudahlah, Ibu istirahat saja. Sampai besok," ucap Furqon sambil mencium pipi ibunya, lalu menutup pintu kamar.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top