Dakwah dan Perjuang sang Pembawa Risalah
Para pembesar Quraisy mendatangi Abu Thalib dan mereka berkata kepadanya, "Wahai Abu Thalib, engkau adalah orang yang paling tua, terhormat dan berkedudukan di tengah kami. Kami sudah pernah memintamu untuk menghentikan anak saudaramu, namun engkau tidak melakukannya. Demi Allah, kami sudah habis kesabaran dalam menghadapi masalah ini. Siapa yang mengumpat bapak-bapak kami, menghina harapan-harapan kami dan mencela sesembahan kami, maka hentikanlah dia, atau kami akan menganggapmu berada di pihak dia, hingga salah satu dari kedua belah pihak di antara kita binasa."
Ancaman ini cukup mengagetkan Abu Thalib. Maka dia mengirim utusan untuk menemui Rasulullah Saw. dan berkata kepada beliau, "Wahai anak saudaraku, sesungguhnya kaumku telah menemuiku, lalu mereka berkata kepadaku supaya menghentikanmu. Maka hentikanlah demi diriku dan dirimu sendiri. Janganlah engkau membebaniku sesuatu diluar kesanggupanku!"
Rasulallah Saw. mengira pamannya akan menelantarkannya dan sudah tidak mau lagi mendukungnya. Maka beliau bersabda, "Wahai pamanku, demi Allah, andaikan mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku, agar aku meninggalkan agama ini, hingga Allah memenangkannya atau aku ikut binasa karenanya, maka aku tidak akan meninggalkannya."
Mendengar perkataan itu mata Abu Thalib mencucurkan air mata lalu bangkit. Ketika beliau hendak beranjak, Abu Thalib memanggil beliau, lalu berkata, "Pergilah wahai anak saudaraku dan katakanlah apapun yang engkau sukai. Demi Allah, aku tidak akan menyerahkan dirimu kepada siapa pun."
Ketika Quraisy melihat Rasulullah Saw. tetap menjalankan aktivitasnya dan mereka tahu bahwa Abu Thalib tidak mau menelantarkan beliau, dan dia juga sudah menyatakan kesanggupannya untuk berpisah dengan mereka dan bahkan memusuhi mereka.
Maka mereka mendatangi Abu Thalib sekali lagi, sambil membawa Ammarah bin Al-Walid bin Mughirah. "Wahai Abu Thalib," kata mereka, "Ini adalah pemuda Quraisy yang terbaik dan tampan. Ambillah dia dan apa yang ada pada dirinya menjadi milikmu. Ambillah dia sebagai anakmu dan dia menjadi milikku. Lalu serahkan anak saudaramu kepada kami, yang telah menentang agamamu dan agama bapak-bapakmu, memecah belah persatuan kaumku serta menghinakan harapan-harapan mereka, agar kami bisa membunuhnya. Bukankah ini penukaran yang impas, satu orang dengan satu orang."
"Demi Allah, apa yang kalian tawarkan kepadaku ini benar-benar sangat menjijikan. Maukah kalian menyerahkan anak kalian kepadaku untuk kuberi makan demi kepentingan kalian, lalu kuberikan anakku untuk kalian bunuh? Demi Allah, ini sama sekali tidak akan kulakukan," kata Abu Thalib.
"Demi Allah," kata Muth'im bin Ady bin Naufal bin Abdi Manaf, "Wahai Abu Thalib, kaummu sudah berbuat adil kepadamu dan berusaha membebaskanmu dari sesuatu yang sebenarnya tidak engkau sukai. Menurut pengamatanku, engkau tidak ingin membunuh siapapun di antara mereka."
"Demi Allah, kalian tidak berbuat adil kepadaku. Ternyata engkau telah bersekongkol untuk melecehkan aku dan mempengaruhi mereka untuk memusuhiku. Maka berbuatlah semaumu!" ucap Abu Thalib.
Kembali Nurhayati menangis di akhir cerita, ia tak kuasa menahan duka membayangkan betapa sulitnya perjalanan dakwah Rasulullah Saw. banyak tekanan dan tantangan dari kaumnya sendiri. Jika hari ini melihat agama islam ditegakkan, banyak non muslim bahan dari pendetanya sendiri yang masuk islam, itu karena perjuangan Rasulullah dan keberhasilan dakwahnya. Maka, tak seberapa tekanan yang dihadapi Habbib Riziq untuk memperjuangkan agama ini. Jauh sebelum keberadaan umat jaman kini, Rasulullah lebih besar perjuangannya, bahkan harus menghadapi keluarganya sendiri.
"Kak, jika paman Rasulullah mendukung dakwah beliau, tapi kenapa dia tidak masuk islam?" Hafizh bertanya.
"Hafizh sayang, Rasulullah memang diutus untuk menyebarkan dakwah Islam, tapi yang berhak memberikan hidayah hanya Allah. Maka, jika bukan kehendak Allah bahkan sekeras hati Umar bin Khattab saja bisa Allah bolak-balikan hatinya," jawab Nurhayati.
"Nah, ceritanya sudah dulu ya, nanti habis maghrib disambung lagi. Sekarang bersiap, wudhu terlebih dahulu sebelum melakukan shalat maghrib," ucap Furqon yang sedang duduk di samping Nurhayati.
Kemudian, anak-anak berhamburan mengambil air wudhu untuk shalat maghrib. Setelah mereka duduk rapi, Furqon memimpin mereka membacakan shalawat Nabi dan istighfar sampai adzan maghrib berkumandang. Lalu, Furqon meminta Hafizh untuk mengumandangkan adzan.
***
Setelah selesai shalat maghrib, anak-anak mengaji satu persatu. Lalu, mereka berkumpul untuk mendengarkan kelanjutan cerita perjalanan Rasulullah dalam menyebarkan agama Islam hingga berdiri sampai hari ini.
"Nah, anak-anak, tadi Kak Furqon bercerita tentang penekanan orang kafir Quraisy terhadap Abu Thalib. Sekarang, kita akan berkisah tentang konspirasi orang kafir Quraisy untuk membunuh Nabi. Tapi, kisah ini akan dilanjutkan Kak Furqon," ucap Nurhayati.
Setelah orang-orang Quraisy mengalami kegagalan untuk mempengaruhi Abu Thalib, maka mereka kembali bersikeras dan kejam, bahkan jauh lebih keras dari sebelumnya. Pada hari-hari itu, tiba-tiba muncul ide di kepala para pemimpin mereka untuk membunuh Nabi Saw. dengan cara lain. Tapi justru kebengisan dan munculnya ide semacam itu yang semakin mengokohkan posisi Islam, dengan masuknya dua pahlawan Makkah, yaitu Hamzah bin Abdul-Muthalib dan Umar bin Khaththab.
Ada suatu riwayat yang menyebutkan bahwa Utbah bin Abu Mu'ith pernah menginjak pundak beliau yang mulia saat beliau sedang sujud, hingga hampir saja kedua mata beliau melotot. Di antara bukti bahwa para pemimpin Quraisy bermaksud hendak menyingkirkan Nabi Saw., apa yang diriwayatkan Ibnu Ishaq dalam hadist yang panjang. Di dalamnya disebutkan bahwa Abu Jahal berkata.
"Wahai semua orang Quraisy, sesungguhnya Muhammad tetap enggan, dan kalian melihatnya mencela agama kita, mencaci maki bapak-bapak kita, menghinakan harapan-harapan kita dan mencela sesembahan kita. Aku bersumpah kepada Allah, aku benar-benar akan menungguinya sambil membawa batu yang mampu kubawa, dan di saat dia sujud dalam shalatnya aku akan menimpakkan batu yang itu ke kepalanya. Pada saat itu telantarkanlah aku atau belahlah aku. Itu membuktikan Bani Abdi Manaf bisa berbuat apa yang terbaik menurut mereka," ucap Abu Jahal.
"Demi Allah, kami sama sekali tidak akan menyerahkan dirimu kepada siapa pun. Maka lakukanlah apa kehendakmu!" kata mereka.
Keesokan paginya Abu Jahal mengambil batu seperti yang dia katakan, kemudian duduk menunggu Rasulullah Saw. Orang-orang menunggu apa yang akan dilakukan Abu Jahal. Ketika beliau sedang sujud, Abu Jahal mengambil batu lalu mendekati beliau. Saat jaraknya sudah dekat, tiba-tiba dia mundur dengan muka pucat dan gemetar, kedua tangannya tak mampu menyangga batu yang dibawanya, sehingga dia segera menjatuhkannya. Orang-orang Quraisy menghampiri Abu Jahal dan bertanya.
"Apa yang membuatmu berhenti wahai Abul-Hakam?" tanya salah satu dari mereka.
"Aku menghampirinya seperti yang kukatakan semalam kepada kalian. Ketika aku sudah dekat dengannya, tiba-tiba ada seekor unta yang menghalangi diriku dan diriya. Tidak demi Allah, aku tidak melihat unta itu seperti lazimnya, tinggi maupun pendeknya, tidak pula taringnya, itu unta pejantan. Unta itu mendekatiku dan hendak menerkamku."
Ibnu Ishaq menuturkan, Rasulullah Saw. Berabda, "Itulah Jibril Alaihi-Salam. Andaikan dia mendekat lagi, tentu Jibril akan mengambil tindakan terhadap dirinya."
Karena perbuatan Abu Jahal terhadap Rasulullah Saw. itulah yang mendorong Hamzah Rhadiallahu anhu masuk Islam setelah itu. Walau demikian ide untuk menyingkirkan Rasulullah Saw. tetap belum hilang dari hati para thaghut Quraisy.
Ibnu Ishaq meriwayatkan dari Abdullah bin Amr bin Al-Ash, dia berkata. "Aku mendatangi mereka yang sedang berkumpul di Hijr. Mereka membicarakan Rasulullah Saw. lalu berkata. "Kami tidak pernah bersabar seperti kesabaran kami menghadapi urusan orang ini. Sungguh kami benar-benar telah bersabar menghadapinya karena suatu urusan yang besar."
Saat mereka dalam keadaan seperti itu, tiba-tiba beliau muncul dan berjalan hingga tiba di dekat Hajar Aswad dan mengusapnya. Kemudian beliau melewati mereka dalam keadaan thawaf mengelilingi Ka'bah. Mereka memberondong beliau dengan kata-kata penghinaan. Aku bisa melihat yang demikian itu di wajah beliau. Ketika lewat untuk kedua kalinya, mereka melakukan hal yang sama. Aku mengetahui yang demikian itu di wajah beliau. Kemudian ketika beliau lewat untuk yang ketiga kalinya, mereka melakukan hal yang sama lagi. Saat itu beliau berdiri kemudian bersabda, "Adakah kalian mendengar wahai semua orang Quraisy? Demi yang diriku ada di tangan-Nya, aku telah datang kepada kalian sambil membawa sembelihan."
Kata-kata beliau ini terus mengiang-ngiang di dalam benak mereka, hingga masing-masing di antara mereka merasa di atas kepalanya ada burung yang akan menyambar. Hingga ada di antara mereka yang berusaha menghibur diri dari rasa takut dengan cara yang dianggap paling baik, lalu berkata, "Pergilah wahai Abu Al-Qasim. Demi Allah, engkau bukanlah orang yang asing."
Esoknya mereka berkumpul lagi, dan saat beliau muncul, mereka pun berembug. Akhirnya secara serentak mereka mengepung beliau. Kulihat salah seorang di antara mereka memegang jubah beliau. Abu Bakar berdiri di samping beliau, sambil menangis dia berkata, "Adakah kalian tega membunuh seseorang yang berkata, 'Rabb-ku adalah Allah?'" Kemudian mereka beranjak pergi meninggalkan beliau. Ibnu Amr berkata, "Itulah perlakuan paling keras yang dilakukan Quraisy, yang pernah kulihat."
Di dalam riwayat Al-Bukhary dari Urwah bin Az-Zubair, dia berkata,"Aku berkata kepada Ibnu Amr bin Al-Ash, 'Sampaikanlah padaku perlakuan paling keras yang dilakukan Quraisy terhadap Nabi Saw." Dia menjawab, "Ketika Nabi Saw. di dalam Ka'bah, tiba-tiba muncul Uqbah bin Abu Mu'aith, lalu dia melingkarkan pakaiannya di leher beliau, lalu menjerat beliau dengan tarikan yang keras. Lalu Abu Bakar tiba dan langsung mencengkeram pundaknya serta menyingkirkannya dari sisi beliau, seraya berkata, "Apakah kalian tega membunuh seorang yang mengatakan, 'Rabb-ku adalah Allah'?"
Furqon menangis di akhir cerita, tak sanggup membayangkan betapa sulitnya perjalanan dakwah Rasulullah, dan sampai akhir hayatnya beliau mengingat umatnya bukan anak dan istrinya.
"Nah, sampai di sini dulu ceritanya. Kita akan melanjutkan kisah keislaman Hamzah bin Abdul-Muthalib dan Umar bin Al-Khaththab besok," ucap Furqon sambil menghapus air matanya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top