Bahasa Cinta Sepasang Kekasih

Hari ini merupakan hari yang membahagiakan bagi kedua sisi keluarga, meskipun keluarga Nurhayati masih berduka atas kepergian kedua orang tuanya. Namun, itu tidak menghentikan kemeriahan acara.

Dengan gaun putih yang menyapu lantai dan balutan jilbab putih panjang bermahkota perak, Nurhayati tampil sangat cantik dan anggun. Tangan putihnya dengan hiasan henna putih yang dilukis indah oleh tangannya sendiri. Lentik bulu matanya dan binaran bola mata hitam yang tajam, tampak begitu indah dan tidak bisa menyembunyikan kebahagiaannya. Tak hanya Nuhayati, Furqon juga tidak kalah tampan dengan kemeja putih dan celana dasar hitam dipadukan dengan jas hitam serta dasi warna merah menambah kewibawaannya. Keduanya terlihat bagaikan raja dan ratu sehari dalam pernikahan impian. Akan tetapi, itu tidak dapat menutupi kegugupan di wajah Furqon, bahkan sampai akad dilangsungkan.

"Saya terima nikah dan kawinnya Nurhayati binti Andi Assegaf (almarhum) dengan maskawin tersebut dibayar tunai." Furqon membacakannya dengan lantang meskipun bibirnya terasa bergetar.

Dengan maskawin berupa emas seberat 15 gram dan uang tunai sebesar 10 juta rupih, keduanya telah resmi menjadi sepasang suami-istri. Furqon menyematkan cincin emas di jari manis Nurhayati, kemudian Nurhayati mencium tangan suaminya. Prosesi akad nikah yang sakral, terutama saat melaksankan sungkeman. Kedua pengantin pun tidak dapat membendung air mata mereka, kini keduanya telah melepaskan masa lajang mereka.

"Atas resminya pernikahan kalian, maka telah lepaslah kewajibanku sebagai seorang wali bagi Nurhayati. Kini, aku serahkan kewajiban itu padamu, Furqon. Tolong jaga adikku ini, dia seorang gadis yang baik insya Allah tidak ada keraguan lagi terutama akhlaknya. Jadilah pemlik tulang rusuk yang baik, ia adalah bagian dari hidupmu."

"Baik Kak, insya Alah."

"Fur, sebuah pepatah mengatakan. Bukan dari tulang ubun ia dicipta, sebab ia, memang akan terlena jika di sanjung dan di puja. Bukan juga dari tulang kaki, sebab tidak layak menjadikan ia diinjak dan diperbudak. Akan tetapi, wanita itu diciptakan dari tulang rusuk yang kiri. Dekat ke jantung hati untuk dicintai, dekat ke tangannya untuk dilindungi dari dirimu sendiri. Jangan pernah mencari yang sempurna, sebab kalian tidak saling sempurna. Dan kalian diciptakan untuk saling menyempurnakan satu sama lain."

"Baik, Furqon mengerti dengan hal tersebut. Terima kasih telah memberikan kepercayaan bagi Furqon untuk menjaga Nurhayati."

"Ya, semoga Allah memberkahi kalian berdua."

Setelah acara selesai dan tamu pulang, Furqon dan Nurhayati masuk ke dalam kamar menghabiskan waktu bersama. Keduanya saling mendekatkan agar saling mengenal satu sama lain. Mereka memulai malam pertama dengan perbicangan.

"Nur, hari ini aku sangat bahagia," ucap Furqon ditengah kekikukan hati memecah keheningan di antara keduanya.

"Ya, begitu pula dengan diriku," jawab Nurhayati dengan senyuman manisnya.

"Kamu tahu kenapa?" tanya Furqon membuka topik pembicaraan.

"Kenapa?" tanya Nurhayati polos.

"Karena aku memiliki dirimu," ucap Furqon sambil menggenggam tangan Nurhayati.

"Insya Allah, Nur juga bahagia memiliki dirimu, Bang," jawab Nurhayati sambil memberanikan diri menatap Furqon.

"Tetaplah menjadi nurhayati-nya aku ya? Seperti namamu, Nurhayati. Cahaya kehidupanku," ucapnya sambil mengecup kedua tangan Nurhayati.

"Insya Allah, kita akan menjadi keluarga yang diberkahi Allah."

"Mari, duduklah lebih dekat denganku. Akan aku bacakan sebuah do'a yang di sunnahkan oleh Rasulullah untuk istrinya. Furqon menyentuh ubun-ubun Nurhayati, lantas membacakan sebuah do'a dan kemudian Nurhayati mengaminkannya.

"Barakallah, aamin."

Cinta itu akhirnya bersemi, setelah sebuah perjalanan panjang mereka mencari. Keduanya saling menemukan apa yang selama ini diharapkan serta diperlukan. Memang benar, bahwa terlambat menikah sedikit saja itu akan jauh lebih baik. Namun dipertemukan dengan orang yang tepat, daripada menikah dengan cepat tetapi dipertemukan denga orang yang salah.

Bukan sebuah kesempurnaan, tetapi bersama untuk saling menyempurnakan dan menerima. Tidak banyak menuntut, melainkan bersabar serta bersyukur apa yang tidak dimiliki dengan apa yang didapatkannya.

"Nur, terima kasih untuk kesempatan aku hidup bersamamu dan maukah kamu membantu diriku?"

"Tentu saja, apa yang bisa aku bantu?"

"Pertama, aku ingin mengingatkan dan kamu juga pasti tahu bahwa surga itu berada di bawah telapak kaki kedua orang tua maka dari itu aku memohon bantuannya. Hal yang keduanya, tolong bantu aku agar aku bisa berbakti kepada kedua orang tuaku, sebab kewajibanku tak hanya menjaga hatimu juga menjaga hati kedua orang tuaku."

"Nur mengerti, Bang. Sebagaimana yang kamu ketahui, bahwa seorang lelaki dari sejak dia lahir sampai menikah surganya berada di bawah telapak kaki kedua orang tuanya. Sebagaimana yang aku ketahui bahwa surga seorang perempuan ketika dia lahir sampai dipersuting oleh lelaki surganya berada di bawah telapak kaki kedua orang tuanya, sedangkan setelah menikah surga seorang istri berada di bawah telapak suaminya."

"Lalu?"

"Lantas tugasku adalah membantumu untuk berbakti kepada kedua orang tua, dan sebagaimana juga dirimu aku akan berusaha berbakti kepada kedua orang tuamu."

Furqon memeluk Nurhayati, "Sayang, kamu benar-benar seorang istri yang sangat baik, aku sangat beruntung menjadikanmu seorang istri."

Nurhayati hanya diam saja saat Furqon memeluknya, untuk yang pertama kalinya seorang lelaki asing selain kakak dan ayah-nya memeluknya begitu erat. Hingga membuat dadanya bergetar begitu hebat, dan Furqon menyadari hal ini kemudian melepaskan pelukannya.

"Hmm, maaf aku terlalu bahagia. Aku tahu kamu canggung dan aneh, tapi jangan khawatir karena kita sudah halal."

"Ya, tidak apa-apa, aku berusaha memahaminya. Suamiku, maukah kamu ku ceritakan tentang bagaimana keromantisan Rasulullah bersama para istrinya?" tanya Nurhayati.

"Tentu saja, ceritakanlah padaku," jawab Furqon sambil merubah posisinya, kini ia berbaring dipangkuan Nurhayati."

Aisyah Radhiallahu Anha menceritakan, "Apabila Rasulullah Saw. bersama istri-istrinya, beliau adalah orang yang paling berlemah lembut, paling mulia, dan banyak tertawa, dan tersenyum." Nurhayati memulai ceritanya dengan sebuah hadist.

Mengantarkan pasangan jika hendak pergi, apalagi pergi jauh, merupakan hal yang amat membahagiakan sekaligus mengharukan. Ketika hari perpisahan sementara tiba, ingin rasanya mendekap erat-erat, memberikan kecupan mesra di kening, dan menyelipkan doa tulus tak henti-henti di dalam hati. Berdoa semoga dalam setiap langkah dan perjalanan, pasangannya dijaga oleh Allah Swt.

Setiap hari, setap hendak berpisah sementara entah karen suami ingin berangkat bekerja, atau istri ingin pergi belanja ke pasar, usahakan untuk selalu memupuk rasa sayang dan perhatian. Diantaranya dengan mengantarkannya ke depan rumah, memberinya kecupan sayang, atau sekedar mengatakan, "hati-hati ya, sayang."

Jika tamu VIP atau prime cuctomer saja mau diantarkannya keluar rumah, mengapa dengan pasangan tidak? Bukankah pasangan posisinya lebih dari prime customer. Ia merupakan living partner and soulmate alias teman hidup dan belahan jiwa. Tak hanya suami yang perlu di antar istri sampai ke depan rumah. Istri pun demikian. Sungguh akan lebih baik kalau suatu saat istri keluar rumah untuk suatu keperluan, di antar tak hanya sampai depan rumah, tapi sampai tujuan.

Apalagi kalau jaraknya jauh atau istri merasa takut bila sendirin. Jika suami mengantar, istri akan merasa selalu dilindungi suaminya dengan penuh mesra. Istri selalu merasa ada yang menjaga. Itulah yang dilakukan Nabi terhadap istrinya. Salah seorang istri beliau, Shafiyyah binti Huyay menuturkan, "Suatu ketika Rasulullah sedang beritikaf. Kemudian aku mendatangi dan menjenguknya pada malam hari, dan berbincang-bincang dengan beliau. Ketika aku berdiri hendak kembali, beliau berdiri bersamaan untuk mengantarkanku (sampai pintu), sembari berkata, 'Jangan terburu-buru hingga aku mengantarmu." Hal ini diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.

"Bagi seorang perempuan, sekecil apapun perhatian yang diberikan oleh orang yang dikasihinya tentu akan begitu membekas di hatinya. Bisa jadi, hal-hal sepele seperti mengantar istri sampai depan gerbang atau beranda ketika ingin pergi, itulah yang menjadi bahan bakar cinta yang terus menggelora. Sehingga, dalam keadaan apapun, romantisme dan keharmonisan itu tetap terjaga. Bukankah cinta banyak tumbuh dari ketulusan yang sederhana? Dari cinta yang bersahaja?" Nurhayati mengakhiri ceritanya dengan sebuah pertanyaan yang sebetulnya tidak memerlukan jawaban.

"Ya, tentu saja. Cinta, aku mencintaimu," jawab Furqon dengan panggilan sayangnya sambil membelai kepala Nurhayati dengan posisinya yang masih berbaring.

Nurhayati tersenyum, lantas kembali melanjutkan cerita.


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top