Bab 9

Budayakan vote dan komen setelah membaca👌
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Motor matic berwarna hitam dengan corak merah berhenti di halaman rumah yang tak terlalu besar namun terlihat mewah. Gadis muda dengan rambut kuncir kuda melepas helm SNI yang melindunginya selama berkendara. Dia berjalan pelan memasuki rumah yang tertutup namun tidak terkunci itu. Jalannya yang ringan manandakan jika gadis itu sedang bahagia.

"Assalamualaikum." Sapa Asoka begitu dia masuk ke dalam rumah.

Sudah menjadi pemandangan biasa bagi Asoka dan keluarganya. Jika masuk ke rumah Nana pasti akan disuguhi banyak mainan Aksa yang berantakan. Mobil-mobil mulai dari ukuran kecil hingga besar berserakan memenuhi ruangan berukuran 5 meter itu.

Asoka berjalan lebih ke dalam. Kakinya menginjak dapur yang di sana ada kakak iparnya yang sedang memasak dan keponakan yang sedang duduk di apollo sambil memperhatikan Mamanya memasak. Terdengar suara Nana yang ikut menyanyi lagu anak mengikuti lagu yang dia mainkan dari handphonenya.

"Pantesan gak krungu diceluk." Gumam Asoka pelan. (Pantesan tidak kedengaran waktu dipanggil.)

Asoka menarik kursi makan yang tidak jauh dari posisi Nana saat ini. Dia memperhatikan kecekatan Nana saat memasak dan menanggapi keaktifan anaknya. Tiba-tiba dia merasa kagum dengan apa yang dia lihat saat ini. Nana benar-benar istri idaman. Untung saja dulu rumah tangga Bagas dan Nana tidak jadi berakhir.

"Mbak." Panggil Asoka pelan.

Nana yang merasa dipanggil segera menoleh ke sumber suara. Di sana ada adik iparnya yang sedang ngemil kuaci sambil memperhatikannya.

"Wes suwi?" Tanya Nana lembut. (Sudah lama?)

"Sejak tahun kemarin." Jawab Asoka asal.

Nana hanya mencibir jawaban Asoka. Dia kembali meneruskan kegiatan masaknya karena sebentar lagi suaminya akan pulang dan makan siang di rumah. Asoka menghampiri Nana yang sedang menggoreng ayam.

"Mbak." Panggil Asoka pelan.

"Ono opo?" (Ada apa?)

"Mbak setuju nggak kalo aku menjalin hubungan sama mas Al?" Tanya Asoka serius.

Nana menoleh ke arah adik iparnya itu. Dia tahu saat ini pikiran Asoka pasti sedang kacau. Hubungannya dengan kekasihnya tak mendapatkan restu dari keluarganya. Dan mereka terang-terangan menentang hubungan Asoka dan Aldo.

Nana mematikan kompornya dan menaruh ayam goreng itu di piring. Setelah itu dia menata semua masakannya di atas meja. Nana mencuci tangannya terlebih dahulu dan setelah itu meggendong Aksa yang sedari tadi mengangkat tangannya ingin digendong oleh Nana.

"Setuju. Aldo laki-laki yang baik. Jika dia sudah mencintai perempuan pasti dia akan memperlakukan perempuan itu dengan sangat baik." Jawab Nana sambil berjalan ke ruang keluarga.

Asoka mengikuti kakak iparnya dari belakang, "Kalian sudah tidak ada hubungan, 'kan?" Tanya Asoka. Serius.

Nana tertawa lebar. "Kami sudah tak saling menghubungi lagi sejak mbak memutuskan memperbaiki hubungan mbak dengan Bagas." Jawab Nana menjelaskan.

Nana mengerti saat ini Asoka pasti berpikir jika dia masih memiliki hubungan dengan Aldo. Namun nyatanya mereka benar-benar sudah tak berhubungan lagi. Aldo menghargai keputusan Nana yang memilih kembali kepada Bagas.

Asoka menghembuskan nafasnya lega. "Asoka percaya sama Mbak." Jawab Asoka sambil memeluk Nana erat. Hingga membuat Aksa teriak karena dia merasa terjepit. Hal itu membuat kedua perempuan beda usia tertawa melihat tingkah Aksa.

"Assalamualaikum." Salam seseorang.

Nana sangat hafal dengan suara tersebut. Suaminya sudah pulang dari kantor untuk makan siang bersama. Aksa tampak melompat-lompat kegirangan dipangkuan Nana begitu melihat Bagas pulang.

"Seneng banget, Sa." Ucap Asoka yang melihat tingkah keponakannya itu.

Bagas langsung menggendong Aksa setelah dia selesai cuci tangan dan kakinya. Senyum lebar dari Aksa bagaikan obat lelah bagi Bagas. Pipi gembul Aksa menjadi sasaran cium Bagas.

"Aku udah siapin makan siangnya." Kata Nana pada suaminya.

"Oka kamu makan siang di sini saja ya." Ucap Nana kepada adik iparnya.

Asoka mengacungkan jempolnya sebagai jawaban. Mereka berjalan pelan kearah ruang makan. Aksa kembali Nana dudukkan di Apollonya sambil bermain motor-motoran. Bagas duduk di kursi yang biasanya dia gunakan dan Asoka duduk di samping Nana. Suasana makan siang tanpa pembicaraan dari ketiga orang dewasa itu. Hanya suara cempreng Aksa yang memenuhi ruangan tersebut. Sesekali Nana menanggapi anaknya dengan anggukan kepala dan tersenyum.

Asoka meneguk minumnya setelah makanannya tandas dari piringnya. Begitu juga dengan Bagas dan Nana. Bagas memperhatikan adiknya dengan lekat tanpa berbicara, hal itu membuat Asoka menundukkan kepalanya.

"Kamu masih menjalin hubungan dengan Aldo?" Tanya Bagas dingin.

Asoka menganggukkan kepalanya takut-takut. Dia masih tidak berani mengangkat kepalanya. Karena dia yakin saat ini kakaknya sedang menatapnya dengan tajam.

"Kamu susah dibilangin ya." Kata Bagas mulai jengkel.

"Masih banyak laki-laki di dunia ini yang lebih dari dia. Kamu tau kan kalau dia mantan kekasih kakak ipar kamu." Omel Bagas lagi.

"Mereka kan hanya mantan kekasih, Mas. Lagi pula sekarang mereka sudah tidak berhubungan lagi." Jawab Asoka membantah.

"Iya saat ini mereka tidak lagi berhubungan tapi nanti kalau kamu sudah menikah dengan Aldo pasti Aldo sering bertemu Nana dan bisa saja Aldo kembali menyukai Nana."

"Yang ada dipikiran kamu itu hanya negatif terus tentang Aldo." Jawab Nana ketus.

"Aku percaya sama Mas Aldo kalau dia nggak mungkin kembali suka dengan Mbak Nana. Harusnya Mas juga bisa percaya dengan Mbak Nana dong." Kata Asoka tak mau mengalah.

"Mas hanya mengantisipasi hal buruk yang akan terjadi."

"Nggak akan ada hal buruk yang terjadi, yang ada malah kebahagiaan berturut-turut." Jawab Asoka dengan cepat.

"Harusnya kamu mendoakan hubungan mereka supaya cepat sampai pelaminan." Kata Nana sambil beranjak berdiri untuk mengambil roti kesukaan Aksa.

"Aku malah berharap mereka segera putus." Jawab Bagas.

"Tega banget sih sama adik sendiri." Jawab Asoka kesal sambil berlalu dari ruang makan.

Asoka berjalan cepat ke ruang tamu dan mengambil tas slempangnya. Dia segera keluar dari rumah kakaknya itu dan menjalankan motornya pergi dari rumah kakaknya. Di perjalanan Asoka hanya bisa merutuki setial ucapan kakaknya tadi.

***

Asoka membuka pintu kamar perlahan. Melihat ke lantai bawah ada bapak dan ibunya yang masih menonton televisi. Asoka menghampiri mereka dan langsung mengambil duduk di tengah-tengah mereka.

"Sebelah sana masih luas kursinya." Kata Ratno jengkel sambil menggeser bokongnya ke kiri untuk memberi tempat Asoka duduk.

"Asoka pengen di tengah." Jawab Asoka asal.

"Tingkah masih manja gini minta nikah." Gumam Eni.

"Usia kamu itu masih terlalu muda untuk berumah tangga. Sedangkan Aldo laki-laki dewasa, perbedaan usia kalian sangat jauh pasti perbedaan pemikiran kalian juga sangat jauh." Kata Ratno mulai pembicaraa.

"Jadi kami rasa Aldo tidak bisa mengimbangi kamu." Lanjut Eni sambil mengelus rambut anaknya.

"Kalian salah. Selama ini dia bisa menjaga Oka. Perbedaan pendapat kami juga tidak jadi hambatan untuk kami menjalin sebuah hubungan." Bantah Oka.

"Itu karena kalian masih pacaran, dia masih menarik perhatian kamu. Kalau sudah menikah beda lagi ceritanya." Kata Eni terus saja menghasut Asoka.

"Lagi pula karir kamu lagi bagus-bagunya, 'kan? Kemana kamu nggak fokus ke karir kamu dulu." Tambah Ratno.

"Mending kamu fokus ke karir kamu dulu, kalau kamu sudah menikah pasti kamu udah nggak punya banyak waktu untuk menari." Kata Eni.

"Mungkin kamu udah nggak bisa menari lagi karena sibuk dengan rumah tangga kamu." Ratno menimpali.

Asoka tersenyum lebar mendengar apa yang diucapkan oleh kedua orang tuanya. Dia tahu jika saat ini merela merasa kuatir dengan keadaannya. Menikah bukan masalah yang sepele, untuk memutuskan hal itu harus benar-benar dipikirkan terlebih dahulu.

"Apa yang kalian pikirkan itu salah. Mas Aldo laki-laki yang baik, dia bertanggung jawab dan dia sama sekali nggak pernah menuntut Asoka ini dan itu. Justru Mas Aldo selalu memberi semangat untuk Asoka sepeti kalian memberi semangat." Jawab Asoka menjelaskan.

"Mas Al sama sekali tidak pernah mengatur Asoka. Dia membebaskan Asoka untuk menggapai mimpi Asoka. Bahkan beberapa kali Mas Al selalu menemani Asoka saat lomba ataupun latihan." Lanjut Asoka.

"Pak, Bu restuin hubungan kami." Kata Asoka memohon kepada kedua orang tuanya.

"Ibu belum bisa memberi restu kepada kalian. Karna ini menyangkut masa depan kamu selanjutnya." Jawab Eni tegas. Dia bangkit dari duduknya dan masuk ke dalam kamarnya.

Asoka hanya bisa memandang kepergian ibunya tanpa bisa mencegah. Dia tahu perjanannya tidak mudah. Masih banyak hal yang harus dia lakukan untuk meyakinkan keluarganya.

================================

Bojonegoro, 9 April 2020

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top