Bab 8

Budayakan vote dan komen setelah membaca👌
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Ruangan kamar begitu gelap. Tanpa penerangan maupun cahaya rembulan. Seorang gadis muda duduk terdiam di lantai sambil memeluk lututnya. Badannya dia sandarkan di ranjang untuk menopang tubuh lemahnya. Rambut kusut dan baju piyama satin melekat di tubuhnya. Tanpa riasan maupun wewangian. Siapapun yang melihatnya akan merasa iba. Pandangannya kosong seperti sedang memikirkan sesuatu yang berat. Kejadian tadi siang membuat hatinya terasa sesak hingga saat ini. Ingin tak mempercayai namun memang itu yang terjadi.

Asoka tak pernah menyangka jika Aldo pernah menjalin hubungan dengan kakak iparnya. Asoka tidak pernah tahu jika Aldo pernah begitu sangat mencintai kakak iparnya. Hingga kakaknya meragukan cinta Aldo untuknya.

Bunyi handphone mengagetkannya. Dia menoleh ke arah handphone yang dia taruh di atas ranjang. Pelan namun pasti tangannya meraih benda persegi panjang itu. Ada dua pesan masuk ke handphonenya. Satu pesan baru masuk dan satunya lagi beberapa menit yang lalu. Asoka segera membuka pesan tersebut.

My Love

Keluar sebentar, aku udah ada di depan rumah kamu.

Asoka memelototkan matanya setelah membaca pesan dari Aldo. Dia segera bangkit dari duduknya dan melihat dari jendela kamar. Benar saja ada mobil putih yang terparkir di luar pagar rumahnya. Asoka sangat mengenali siapa pemilik mobil tersebut, karena dia sering menaiki mobil tersebut.

Asoka merapikan rambutnya yang berantakan. Mengambil ikat rambut dan mengikatnya dengan asal. Setelah itu dia keluar dari kamar dan menghampiri Aldo yang sedang menunggunya di rumah. Asoka melewati ruang tengah dengan tergesa hingga dia tidak sadar ada ibu dan bapaknya yang sedang menonton televisi di ruangan tersebut.

"Mau kemana?" tanya Eni penasaran. Pasalnya dia melihat anak perempuannya yang berjalan tergesa-gesa.

Asoka menghentikan langkahnya. Dia melihat orang tuanya sejenak sebelum menjawab, "Mau ke depan sebentar." Jawab Asoka yang kemudian kembali berlari.

Eni dan Ratno hanya melihat anaknya dengan bingung. Jalan Asoka yang cepat sudah tak terlihat lagi dari pandangan orang tuanya.

Asoka membuka pintu gerbang perlahan. Pintu mobil terbuka menampilkan lelaki dewasa yang begitu tampan. Walaupun dia bekerja seharian namun wajah tampannya tidak berkurang. Memang ya orang tampan mau selelah apapun tetap enak dipandang.

"Maaf ya aku ganggu istirahat kamu." Kata Aldo lembut. Dia mengusap rambut Asoka pelan.

"Aku belum tidur kok." Jawab Asoka singkat.

"Aku tau. Kamu tidak akan pernah bisa tidur dalam keadaan perut lapar." Jawab Aldo pelan.

Asoka terkekeh mendengar ucapan Aldo. Apa yang Aldo ucapkan tepat sekali. Dia akan susah tidur atau bahkan tidak bisa tidur sama sekali jika dia perutnya lapar.

"Aku bawain nasi goreng dan bebek goreng buat kamu." Kata Aldo sambil menyodorkan paperbag warna hitam yang berisi makanan.

Mata Asoka berbinar langsung. Di saat perutnya lapar ada seseorang yang tiba-tiba datang membawakan makanan favoritnya. Bagaimana mungkin dia tidak bahagia.

"Bagaimana bisa kamu tau kalau aku sedang lapar?" tanya Asoka pelan.

"Karna aku lihat Whattsapmu masih aktif dan kamu belum tidur jam segini." Jawab Aldo sambil menatap manik mata Asoka.

Asoka tersenyum simpul mendengar jawaban dari Aldo. Kebiasaan sekecil ini pun Aldo sudah hafal. Asoka jadi merasa bersalah karena sudah meragukan cinta Aldo untuknya. Kalau Aldo tidak serius cinta dengannya mana mungkin dia hafal kebiasaan Asoka.

"Aku sengaja bawa lebih banyak, biar ibu dan bapak ikut makan juga." Kata Aldo sambil tersenyum.

"Apa mereka sudah tidur?" Tanya Aldo pelan.

"Belum. Mereka sedang menonton televisi." Jawab Asoka.

Aldo menghela nafasnya. Setidaknya makanan yang dia masak tidak terbuang sia-sia. Karena dia tahu porsi makan Asoka tidak terlalu banyak sedangkan makanan yang saat ini dia bawa lumayan banyak.

"Masuk gih! Cepet makan keburu dingin nggak enak." Kata Aldo memberi perintah kepada Asoka.

"Aku masuk setelah kamu pergi dari sini."

"Nggak usah. Kamu masuk aja dulu, setelah itu balik pulang."

Asoka hanya mengerucutkan bibirnya. Apa yang diperintahkan oleh Aldo harus dia laksanakan. Karena kalau tidak Aldo tetap tidak mau mengalah.

"Terima kasih makan tengah malamnya." Kata Asoka sambil tersenyum.

Sedangkan Adlo hanya terkekeh menanggapi ucapan Asoka. Saat ini jam menunjukkan pukul 23.00 Wib dan dia masih mengantar makanan untuk kekasihnya yang sedang merasa lapar.

Asoka berjalan mundur sambil melambaikan tangannya. Hingga kakinya sudah berada di dalam halaman rumah, Asoka menutup pintu dengan perlahan.

"Kamu hati-hati ya. Nggak usah ngebut-ngebut." Kata Asoka memberi nasehat.

"Iya, Sayang." Jawab Aldo lembut.

Asoka melambaikan tangannya dan dibalas lambaian tangan juga oleh Aldo. Setelah itu dia menutup pintu gerbang dengan pelan. Mengunci pintu dan akan menyimpan kuncinya ke dalam rumah. Asoka benar-benar pergi saat mendengar suara mobil Aldo meninggalkan depan rumahnya.

"Assalamualaikum." Salam Asoka begitu dia masuk ke dalam rumah.

"Waalaikumsalam." Jawab Eni dan Ratno berbarengan.

"Dari mana?" Tanya Eni penasaran. Matanya mengarah ke paperbag yang dibawa oleh anak perempuannya itu.

"Dari depan." Jawab Asoka singkat.

Asoka meletakkan paperbag berisi makanan itu di atas meja yang ada di depan orang tuanya.  Kemudian dia berjalan santai kearah dapur untuk mengambil piring dan sendok serta air minum. Membuka paperbag hitam itu dan mengeluarkan isinya. Seketika bau lezat langsung masuk ke indra penciumannya membuat perutnya semakin ingin dia isi.

"Kamu pesen?" Tanya Eni penasaran.

"Dari Mas Aldo. Ini semua masakan dia loh, Bu." Jawab Asoka dengan semangat menceritakan keahlian kekasihnya itu.

"Mosok?" Tanya Eni lagi. (Masak?)

Asoka menganggukkan kepalanya karena mulutnya penuh dengan nasi goreng. Sedangkan Ratno mengambul secuil daging bebek yang sangat menggugah selera.

"Enak lo, Bu. Rugi nek gak njajal." Kata Ratno begitu dia mencicipi masakan Aldo. (Enak lo, Bu. Rugi kalau tidak coba.)

Eni melihat anak dan suaminya yang terlihat begitu menikmati masakan Aldo. Hal itu membuat Eni juga ingin mencicipi masakan Aldo juga. Dia mengambil sendok dan menyuapkan nasi goreng ke mulutnya. Memang benar apa yang dikatakan oleh anak dan suaminya. Rasa masakan Aldo enak. Pantas saja bisnis restorannya terus ramai pengunjung, menu hidangannya seenak ini.

Asoka tersenyum melihat kedua orang tuanya mau menerima masakan Aldo. Awalnya dia berpikir jika mereka akan menolak, mengingat mereka belum terlalu suka dengan Aldo. Namun nyatanya mereka bersikap biasa saja saat menikmati masakan dari Aldo.

"Mas Al hebat ya. Udah ganteng, punya bisnis yang maju, pinter masak lagi." Kata Asoka setelah dia selesai membersihkan sisa makanan dari Aldo.

"Terus?" Tanya Eni singkat.

"Kalau dia jadi mantu di keluarga ini, pasti Ibu nggak perlu repot-repot masak karena sudah ada Mas Al yang masak." Jawab Asoka mengandai-andai. Dalam hatinya dia berdoa semoga Allah benar-benar mengabulkan khayalannya itu.

"Enak kamu dong nggak pernah masak tapi makan masakan enak terus." Kata Eni mengejek anak perempuannya.

"Sifatmu jek manja ngunu kok bingung pe rabi." Ujar Ratno sambil matanya fokus kearah televisi. (Sifatmu masih manja gitu kok pengen cepet-cepet nikah.)

"Kan Asoka saget ngrubah sifat Asoka niki, Pak." Jawab Asoka mencoba meyakinkan orang tuanya. (Kan Asoka bisa merubah sifat Asoka itu, Pak.)

"Rubah disek sifatmu, dadio bocah sing mandiri lagek oleh rabi. Sok mben nek awakmu wes ndue bojo, awakmu gak cuma ngurus awak dewe nanging ngurusi bojomu bereng." Kata Ratno memberi nasehat kepada anaknya. (Rubah dulu sifatmu, jadilah anak yang mandiri baru boleh menikah. Nanti kalau kamu sudah menikah, kamu nggak hanya mengurus dirimu sendiri tapi ngurus suamimu juga.)

Asoka terdiam mendengar apa yang diucapkan oleh Bapaknya. Dia membenarkan ucapan Bapaknya, karena bagaimana pun juga setelah dia menjadi istri Aldo, dia harus mengurus semua kebutuhan Aldo. Dan walaupun Aldo pintar masak, dia juga harus bisa memasak karena memang sudah menjadi tugasnya menyiapkan makanan untuk keluarga.

Dalam hati Asoka berdoa semoga dia mampu merubah sifatnya itu dalam waktu yang dekat, supaya dia bisa secepatnya menikah dengan Aldo. Asoka tidak ingin berlama-lama pacaran karena dia yakin jika Aldo memang laki-laki yang tepat untuknya. Kedewasaan yang dimiliki oleh Aldo mampu mengimbanginya yang masih kekanak-kanakan. Namun sifat itu akan segera berakhir karena dia akan berusaha merubah itu mulai dari sekarang.

================================

Bojonegoro, 8 April 2020

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top