Bab 25

Budayakan vote dan komen setelah membaca👌
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Asoka menata rambut sepunggungnya. Menyisir dan mengikatnya menjadi kuncir kuda. Memoleskan sedikit bedak bayi dan liptint merah dibibirnya. Mengambil tas slempang warna hitam dan sepatu kets warna abu-abu. Menyermprotkan sedikit minyak sebelum dia keluar dari kamar.

"Ape nandi cah ayu?" tanya Eni begitu melihat anaknya keluar dari kamar. Saat ini dia sedang menonton televisi dan merajut sweeter untuk cucu laki-lakinya, Aksara Prajadipta. (Mau kemana anak cantik?)

Asoka menoleh ke sumber suara. Dia menghampiri ibunya yang sedang asik menonton sinotron indonesia.

"Badhe teng griyane Mbak Nana, Bu." Jawab Asoka lembut. Dia duduk di samping ibunya dan membantu ibunya memasukkan benang wol ke jarum. (Mau ke rumahnya Mbak Nana, Bu.)

"Loh, sok-sok ae bareng ibuk. Ibuk yo kangen karo Aksa." Jawab Eni sambil menerima jarum yang sudah siap untuk dia gunakan merajut sweeter lagi. (Loh, besok-besok saja bareng ibuk. Ibuk juga kangen sama Aksa.)

Asoka menelan ludahnya. Akan menjadi rumit jika ibunya ikut ke rumah Nana sekarang. Dia bisa gagal mendiskusikan tentang hubungannya dengan Aldo. Pasti ibunya akan memberi saran untuk putus saja, dan bukan itu keputusan yang Asoka mau.

"Mbenjing Asoka terke teng griyane Mbak Nana, sakniki Asoka badhe mriko piyambak." Jawab Asoka lembut. (Besok Asoka antar ke rumahnya Mbak Nana, sekarang Asoka mau kesana sendiri.)

Eni menghela nafasnya berat. "Ya wes awakmu ati-ati, ojo banter-banter nek nyetir motor." Kata Eni akhirnya. Dia memberi saran kepada anak perempuannya itu, karena dia tahu kebiasaan Asoka mengendarai motor yang tidak bisa pelan. (Ya sudah kamu hati-hati, jangan ngebut-ngebut kalau nyetir motor.)

Asoka tersenyum lebar. Akhirnya ibunya tidak jadi melarangnya ke rumah kakak iparnya hari ini. Dia mengulurkan tangannya untuk berpamitan. "Nggih, Bu. Asoka budal sakniki." (Iya, Bu. Asoka berangkat sekarang.)

"Ati-ati." (Hati-hati.)

"Iya, Bu." Jawab Asoka dengan berlari kecil keluar rumah.

Asoka mengambil motornya yang berada di garasi. Dia menyalakan motor dan mulai meninggalkan halaman rumah. Di depan sudah ada Mbok Yem yang membukakan pintu gerbang.

Asoka mengendarai motornya dengan pelan. Jarak rumahnya dengan rumah kakak iparnya tidak terlalu jauh. Hanya sekitar dua puluh menit saja. Saat ini suasana hati Asoka sedang bahagia. Entah mengapa dia yakin jika setelah pulang dari rumah iparnya dia akan mendapatkan keputusan yang tepat.

Asoka membelokkan motornya ke toko buah yang ada di pinggir jalan. Dia ingat jika keponakannya kini sedang demam, dia berniat untuk membelikan buah buat keponakan kecilnya itu. Asoka memarkirkan motornya di depan toko. Melepas helm dan jaket kulitnya, setelah itu masuk ke dalam toko untuk membeli buah yang ditujunya.

Asoka masuk ke lorong buah pear. Dia mengambil kerenjang dan kemudian dia isi dengan tiga sterofoam yang berisi buah pear hijau. Setelah itu dia mengambil anggur merah dan jeruk. Matanya menatap kuaci, dia teringat kakaknya yang sangat menyukai kuaci. Dia mengambil lima plastik kuaci dan dimasukkannya ke dalam keranjang.

Asoka tidak lama di dalam toko buah. Setelah dia mendapatkan semua yang dia butuhkan, dia langsung menuju kasir untuk membayar. Menyerahkan beberapa lembar uang dua puluh ribu dan menerima kembalian. Setelah itu dia keluar dari toko buah dan melanjutkan perjalanan.

Sepuluh menit kemudian, Asoka sudah sampai di rumah Nana. Dia tersenyum melihat ponakan dan kakak iparnya sedang main di taman kecil yang ada di depan rumah. Kakak iparnya ini sangat suka berkebun, jadi tidak heran jika di sini banyak tanaman dari berbagai jenis bunga.

"Assalamualaikum." Salam Asoka begitu sudah mendekat dengan Nana dan Aksa.

"Waalaikumsalam." Jawab Nana lembut. Aksa hanya tersenyum lebar tanpa mengeluarkan suara.

"Ihh ... ponakan tante lemes banget." Komentar Asoka sambil menoel pipi gembul Aksa.

"Aksa lagi sakit, Te." Jawab Nana dengan suara seperti anak kecil. Aksa meletakkan kepalanya di dada Nana.

"Sudah dibawa ke dokter, Mbak?" tanya Asoka pelan. Dia merasa tidak tega melihat Aksa yang lemah. Biasanya anak itu selalu ceria dan aktif, kini hanya bisa duduk dipangkuan ibunya dengan wajah pucat.

"Sudah. Dia hanya demam biasa. Ini sudah mendingan kok." Jawab Nana menjelaskan. "Bental lagi Aksa pasti sembuh kok, Te." Kata Nana seakan-akan Aksa yang berbicara.

"Harus dong. Nanti kalau Aksa udah sembuh, Tante ajak jalan-jalan ke taman." Kata Asoka sambil menatap Aksa. Aksa tersenyum sekilas seakan-akan dia mengerti apa yang dikatakan oleh tantenya itu.

"Ini mbak aku bawa buah dan cemilan untuk Aksa." Kata Asoka sambil menyerahkan se-plastik buah dan makanan ringan yang tadi dia beli.

"Wahh dibelikan cemilan sama tante. Terima kasih ya, Tante." Jawab Nana sambil menerima kantong plastik yang diberikan oleh Asoka.

"Sama-sama." Jawab Asoka ceria.

"Kamu ingin mendiskusikan apa?" tanya Nana to the point. Pasalnya dia juga penasaran dengan apa yang akan didiskusikan oleh Asoka.

Asoka hanya diam saja. Dia bingung mau memulai percakapan dari mana. Jujur dia merasa sedikit tidak enak hati membicarakan hal ini dengan Nana, namun hanya Nana yang bisa dia percaya.

"Kita ke dalam saja ya." Ajak Nana pelan.

"Nggak usah, Mbak. Di sini aja nggak papa kok." Jawab Asoka mencegah kakaknya untuk bangkit.

"Ya sudah sekarang cerita sama Mbak. Apa masalah kamu?" tanya Nana pelan.

"Ini tentang Mas Al." Jawab Asoka pelan.

Nana tersenyum sekilas. Dulu dia begitu dekat dengan Aldo. Aldo selalu membantunya di masa-masa sulit, tak peduli dengan status Nana yang sudah menjadi istri orang. Namun namanya hati manusia tidak bisa dipaksakan. Cinta Nana kepada Bagas begitu besar sehingga membuatnya memutuskan untuk kembali dengan Bagas walau sudah sering disakiti dan melepaskan Aldo yang sudah baik dengannya. Setelah dia memutuskan untuk rujuk dengan Bagas, dia sudah tidak pernah bertegur sapa dengan Aldo. Bahkan berhubungan lewat media sosial pun tidak pernah. Dia benar-benar sudah menjauh dari Aldo dan Aldo menghargai keputusan Nana.

"Ada apa? Cerita saja, Mbak akan jadi pendengar yang baik dan akan membantumu jika Mbak mampu." Kata Asoka sambil menyuapkan biskuit kepada Aksa. Biskuit yang dibawakan oleh Asoka.

"Aku dan Mas Al sudah melakukan segala upaya untuk mendapatkan restu dari Ibu dan Bapak serta dari Mas Bagas juga. Tapi mbak tau sendiri kan kalau mereka sangat keras kepala." Kata Asoka membuka pembahasan. "Aku lelah dengan semua perjuangan ini. Hingga akhirnya aku meminta Mas Al untuk berhenti berjuang dan menunggu hingga Bapak dan Ibu memberi restu." Lanjut Asoka bercerita.

Nana hanya diam saja. Dia belum bersuara dan masih menunggu cerita Asoka selanjutnya.

"Tapi Mas Al nggak terima dengan itu semua. Dia memberiku dua pilihan yang bagiku sangat berat." Kata Asoka melanjutkan ceritanya.

Nana mengerutkan keningnya. Dia penasaran dengan pilihan yang diberikan oleh Aldo. Aldo yang dia kenal adalah orang yang sabar dan menerima apa adanya. Lalu sekarang dia memberikan pilihan kepada Asoka.

"Apa itu?" tanya Nana penasaran.

"Dia meminta Asoka memilih antara terus bersamanya dan melanjutkan perjuangan atau perhenti berjuang yang artinya Oka harus melepaskannya." Jawab Asoka pelan.

Nana hanya diam saja. Jelas saja jika Asoka dilema. Perempuan mana yang tidak akan dilema jika diberi pilihan seperti itu.

"Kamu mencintai Aldo?" Tanya Nana pelan.

Asoka menganggukkan kepalanya sebagai jawaban.

"Lalu apa yang kamu bingungkan? Kamu sudah mendapat jawabannya." Kata Nana lembut.

Asoka menggelengkan kepalanya pelan. Dia belum mendapatkan jawaban atas pilihan yang diberikan oleh Aldo.

"Ka, kalian berjuang saja masih belum mendapatkan restu, lalu kalau kalian berhenti berjuang dan hanya menunggu apa restu bisa kalian dapatkan?" tanya Nana pelan.

Asoka terdiam. Dia memikirkan apa yang diucapkan oleh kakak iparnya ini. Benar juga, bagaimana mungkin mereka mendapatkan restu kalau tidak ada usaha yang mereka lakukan.

"Teruslah bersama Aldo, Aldo laki-laki yang baik. Kamu akan menyesal jika melepaskan dia. Kamu bisa membantu Aldo berjuang. Mbak akan bantu kamu untuk membujuk Bagas. Kalian fokus saja dengan Bapak dan Ibu, biar Bagas Mbak yang urus." Kata Nana memberi solusi.

Asoka menarik senyum. Hatinya terasa lega. Tidak salah dia menceritakan masalahnya dengan Nana. Nana benar-benar memberikan solusi yang terbaik untuknya.

"Terima kasih ya, Mbak." Kata Asoka sambil mengangguk.

Nana tersenyum. Dia melihat keceriaan diwajah adik iparnya ini lagi. Hatinya ikut bahagia bisa membantu memberi solusi untuk masalah adiknya. Asoka sangat beruntung mendapatkan cinta dari laki-laki yang baik seperti Aldo. Dan dia tidak ingin adiknya melepaskan pria itu.

================================

Bojonegoro, 24 April 2020

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top