Bab 24

Budayakan vote dan komen setelah membaca👌
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

"Aku mencintaimu dan tidak ingin melepaskanmu." Kata Aldo membuka pembahasan.

Sudah lebih dari lima belas menit mereka duduk berjejeran di salah satu bangku depan panggung sanggar tari. Tidak ada yang mengeluarkan suara ataupun berniat membuka mulut. Suasana menjadi hening dan Aldo tidak menyukai suasana ini.

Dia mengerti jika dia yang mengajak Asoka bertemu. Jadi dia memutuskan untuk membuka pembahasan terlebih dahulu.

Angin malam yang berhembus membuat suasana menjadi dingin. Ditambah hujan baru saja berhenti, suasana menjadi semakin dingin. Asoka mengeratkan jaket parka milik Aldo. Aldo yang tidak tega melihat kekasihnya itu kedinginan, membuatnya melepaskan jaket hitamnya dan menyampirkan ke pundak Asoka.

"Aku tidak ingin menunggu hingga waktu yang tidak bisa ditentukan." Kata Aldo lagi.

Asoka menoleh ke arah Aldo. Dia takut jika Aldo akan mengakhiri hubungan mereka saat ini. Rasa cintanya yang besar kepada Aldo membuatnya tidak ingin putus dengan Aldo.

"Lalu apa yang ingin kamu lakukan?" tanya Asoka pelan. Hatinya sudah was-was dengan jawaban Aldo selanjutnya.

"Aku ingin kamu segera membuat keputusan tentang pilihan yang aku kasih ke kamu kemarin." Jawab Aldo tenang.

Deg. Hati Asoka berdebar. Apa yang dia kuatirkan kini terjadi juga. Dia belum bisa memutuskan pilihan yang diberikan oleh Aldo. Memikirkannya saja membuat kepalanya merasa pusing.

Suasana kembali hening. Aldo menunggu jawaban dari Asoka sedangkan Asoka masih bergelut dengan pikirannya sendiri.

"Beri aku waktu untuk memutuskan pilihan aku." Jawab Asoka lemah.

Aldo memejamkan matanya. Dia mengepalkan tangannya kuat. Memberikan waktu yang artinya Asoka sedang dilema saat ini.

"Baik, aku akan beri waktu ke kamu dua hari. Kamu harus bisa memberiku jawaban yang pasti." Kata Aldo pelan.

Asoka menghembuskan nafasnya lega. Setidaknya dia masih ada waktu untuk berpikir. Asoka menoleh ke arah Aldo dan tersenyum lembut.

"Terima kasih, Mas udah beri waktu udah Asoka." Kata Asoka pelan.

Aldo tersenyum pelan. Dia bangkit dari duduknya. "Ayo, ku antar pulang!" ajak Aldo lembut. Ini sudah malam, karena hari ini jadwal mengajar Asoka padat.

"Aku sudah bawa kendaraan sendiri." Jawab Asoka sambil menunjuk motor matic yang ada di belakang Aldo.

Aldo mengikuti arah pandang Asoka. Dia tersenyum sekilas melihat motor kesayangan Asoka sudah berada di belakangnya.

"Aku antar kamu pulang dari belakang. Nggak baik anak gadis pulang malam sendiri." Kata Aldo lembut.

"Aku pulang jam segini juga kan karna kamu." Gerutu Asoka sambil mengerucutkan bibirnya.

Aldo tertawa lebar. Benar yang dikatakan oleh Asoka, andai saja dia tidak meminta Asoka untuk tetap tinggal, pasti sekarang Asoka sudah beristirahat di kamarnya.

"Makanya aku mau bertanggung jawab mengantarmu pulang." jawab Aldo tersenyum.

"Iya, deh. Aku beres-beres dulu."

"Aku bantu."

Aldo membantu Asoka menbereskan semua peralatan tari. Tidak butuh waktu lama untuk mereka menyelesaikan pekerjaan mereka, karena memang mereka mengerjakan bersama-sama.

***

Asoka mengketuk-ketukkan jari telunjuknya di meja rias. Pikirannya yang rumit membuatkan tidak bisa tidur dengan nyenyak. Jam dinding sudah menunjukkan pukul 23.45 Wib, namun rasa kantuk tidak menghampirinya sedikitpun. Biasanya setelah mengajar dengan jadwal yang padat dia akan langsung melemparkan diri dan mengarungi mimpi.

"Aku harus memberi keputusan apa?" tanya Asoka pada dirinya sendiri.

Asoka mengacak-acak rambutnya dengan frustasi. Akal dan hatinya benar-benar tidak sejalan. Dia meletakkan kepalanya di atas meja dan menatap dengan pandangan kosong.

"Aku harus bagaimana?" tanya Asoka lagi pada diri sendiri.

Entah mengapa dia teringat dengan Nana, kakak iparnya. Selama ini hanya Nana yang mendukung hubungannya dengan Aldo. Dia bisa meminta bantuan Nana untuk mengambil keputusan yang tepat. Dia yakin Nana akan membantunya membuat keputusan yang tepat.

Asoka mengambil handphonenya. Dia mencari nomor Nana dan menelvonnya. Terdengar bunyi sambungan terlvon mereka. Namun belum juga dijawab oleh Nana. Asoka merasa tidak sabar untuk segera diangkat.

"Hallo." Jawab seseorang dari seberang telvon. Suaranya yang berat dan terdengar sedikit malas membuat Asoka yakin jika orang itu terganggu dengan telvon yang dia ciptakan.

Asoka berdecak sebal. "Mana Mbak Nana? Kenapa yang angkat malah Mas sih." Gerutu Asoka sebal.

"Kamu yang nggak tau waktu. Ini udah tengah malam dan kamu malah telvon orang. Mengganggu istirahat saja." Jawab Bagas mengomeli adiknya.

"Kalo aku menelvon Mbak Nana berarti ada hal penting yang harus aku sampaikan, tapi aku kalo telvon Mas Aldo itu artinya aku sedang rindu pengen bertemu." Jawab Asoka cuek.

Mata yang semula lengket kini terbuka lebar. Itu karena Asoka menyebut nama Aldo dan dia sangat tidak menyukai laki-laki itu. Bagas bangkit dari tidurannya dan berjalan agak menjauh dari anak dan istrinya yang sedang tidur lelap.

"Kamu susah dibilangin ya. Berkali-kali Mas suruh kamu untuk memutuskan hubungan kamu dengan dia namun tetap saja kalian berhubungan." Kata Bagas mulai emosi.

"Mas juga susah dibilangin. Berkali-kali aku bilang kalau kami saling mencintai dan Mas Aldo adalah pria yang baik, masih saja Mas meminta kami untuk pisah." Jawab Asoka membantah kakaknya.

Bagas semakin emosi dengan jawaban adiknya. Sudah menganggu tidurnya, kini malah membuatnya menjadi emosi. Dia menggenggam handphone istrinya dengan erat sebagai pelampiasan emosinya.

"Mas udah menentang Allah tau nggak. Allah saja ingin menyatukan kami dan Mas malah ingin menjauhkan kami. Usaha Mas nggak akan berhasil." Kata Asoka lagi.

Hal itu semakin membuat Bagas emosi dan marah. "Kamu berani menentang Mas sekarang." Kata Bagas emosi dengan suara yang lebih keras.

Nana mmebuka matanya. Dia melihat suaminya sudah tidak berada di tempat tidurnya. Suara amarah dari suaminya membuat Nana menoleh ke sumber suara. Dia merasa bingung dengan suaminya, apa yang membuatnya sampai semarah ini.

Nana bangkit dari tidurnya. Dia menapakkan kakinya dan berjalan pelan mendekati Bagas. Tangannya mengelus pundah Bagas yang naik turun karena menahan emosi. Dia bermaksud untuk menenangkan suaminya itu.

"Siapa?" tanya Nana pelan.

Bagas menjauhkan handphone Nana dari mulutnya. "Asoka." Jawab Bagas singkat.

Nana mengangguk pelan setelah mendengar jawaban dari Bagas. Bagas kembali berbicara dengan Asoka dengan emosi yang belum reda. Nana mengulurkan tangannya untuk merebut handphone yang sedang dipegang oleh Bagas.

"Ini handphone ku, 'kan?" tanya Nana pelan.

"Iya." Jawab Bagas pelan sambil menganggukkan kepalanya.

"Itu artinya dia ada perlu denganku. Biar aku bicara dengannya." Kata Nana lembut.

Bagas membiarkan Nana berbicara dengan adiknya. Dia kembali ke ranjang dan tidur menghadap Nana. Dia ingin tahu apa yang sedang mereka bicarakan.

"Okey, tapi kamu kesini ya. Mbak nggak bisa keluar rumah karena Aksa sedikit demam sekarang." Jawab Nana pelan.

"Okey, Mbak. Besok pagi aku akan ke sana." Jawab Asoka riang.

Nana mematikan sambungan telvon mereka. Setelah itu dia menghampiri anak dan suaminya yang tidur di ranjang.

"Ada apa?" tanya Bagas penasaran.

"Asoka besok kemari. Ada yang ingin dia diskusikan denganku." Jawab Nana lembut. "Sudah, ayo tidur lagi." Kata Nana mengajak suaminya kembali ke dunia mimpi. Tangannya menutup mata suaminya, dan Bagas hanya tertawa kecil melihat tingkah Nana.

Bagas mematikan lampu kamar tidur mereka. Baik dia maupun Nana sama-sama memejamkan matanya untuk tidur lagi. Keributan yang diciptakan oleh Asoka membuatnya jengkel.

================================

Bojonegoro, 24 April 2020

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top