Bab 21
Budayakan vote dan komen setelah membaca👌
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Hujan baru saja berhenti, namun awan hitam masih menggumul di langit. Sesekali kilat masih menyambar dan bunyi geledek masih terdengar. Gelapnya malam ditambah mendung yang belum hilang membuat suasana menjadi gelap gulita. Lampu penerangan umum yang menyala tak mempu memberi penerangan secara maksimal.
Gadis muda yang memakai sweeter putih duduk di pojok sanggat tari. Sampur kuning masih mengalung dilehernya. Tangannya memeluk kakinya dengan erat dan dagunya menempel pada lututnya. Tak ada kata atau kalimat yang keluar dari bibirnya, bahkan suara pun tidak terdengar.
Matanya menatap ubin sanggar yang berukuran 30 cm x 30 cm itu, jarinya dia gesek-gesekkan di lantai ubin. Dia begitu nyaman dengan posisinya saat ini, tidak ingin beranjak sedikit pun dari sana.
Banyak hal yang ada dipikirannya saat ini. Pertama kali jatuh cinta dan dibalas cinta oleh orang yang dia cintai membuatnya sangat bahagia, namun keputusan dari keluarganya membuatnya merasa sakit. Restu yang belum dia dapat saat ini membuatnya ingin menyerah seakan-akan semua usaha dan pengorbanan yang sudah dia lakukan tak berarti apa-apa.
Dering handphone membuat Asoka tersadar dari lamunannya. Menatap nama yang tertera dilayar handphonenya membuat hatinya tak karuan. Ingin segera menjawab panggilan itu namun dia sedang tidak berada disuasana hati yang baik. Hingga panggilan itu mati dan Asoka tidak berniat untuk memanggil balik. Bahkan sedikit pun dia tidak bergerak dari posisinya saat ini.
"Aku lelah. Aku ingin menyerah saja dan menunggu hingga semuanya memberi restu." Ucap Asoka lemah. Matanya tampak berkaca-kaca. Dia teringat semua usaha yang sudah dia dan Aldo lakukan namun masih saja tidak mendapatkan kemajuan dalam hubungan mereka.
Asoka menenggelamkan kepalanya di pelukan tangannya pada kakinya. Dia meneteskan air mata dan terdengar sesenggukan darinya. Lampu temaram yang menerangi sanggar dan suasana sepi membuatnya nyaman saat merenung seperti ini. Rasanya suasana ini tidak ingin cepat berlalu.
***
"Mas." Sapa Asoka pelan. Dia menarik kursi yang ada di depan Aldo.
Semalam setelah Asoka sampai di rumah dan pikirannya sudah sedikit segar, dia memutuskan untuk menghubungi Aldo dan meminta Aldo untuk menemuinya di kedai jus yang tak jauh dari sanggar tarinya.
"Iya, Sayang." Jawab Aldo dengan senyumnya. "Aku sudah pesenin jus alpukat kesukaan kamu." Kata Aldo ramah.
"Terima kasih ya, Mas." Kata Asoka pelan.
Asoka menatap butiran-butiran air yang menempel di luar gelas berisi jus alpukat itu. Biasanya dia akan tertarik dan meminum jus kesukaannya itu hingga tandas, hanya saja saat ini dia tak berselera menikmati jus itu sedikit pun.
Aldo menautkan kedua alisnya. Dia merasa heran dengan Asoka saat ini, tidak seperti biasanya dia murung dan terlihat tidak bersemangat.
"Kamu kenapa? Ada masalah di sanggar?" Tanya Aldo ramah.
Asoka hanya menggelengkan kepalanya lemah. Tangannya mengaduk-aduk jus di depannya itu dengan sedotan warna putih. Matanya masih menatap jus berwarna hijau itu tapi tak ada niatan sedikit pun untuk menikmati.
"Ada apa?" Tanya Aldo lagi.
"Aku bukan mbah Mijan yang bisa menerawang apa yang sedang kamu pikirkan saat ini." Kata Aldo lagi. Dia merasa gemas dengan Asoka yang sedari tadi hanya diam saja bahkan tidak menatap wajahnya.
"Aku tau kamu bukan mbah Mijan tapi Mas Aldo pacar aku." Jawab Asoka dengan wajah yang masih menunduk. Tangannya masih saja mengaduk-aduk minuman di depannya.
Aldo lebih mendekat ke arah Asoka. Tangannya menangkup kedua pipi Asoka agar menatapnya. Seketika pipo Asoka terasa panas, walaupun imi bukan kali pertama Aldo melakukan itu, tetap saja dia merasa blushing.
"Kamu jawab pertanyaan Mas. Ada apa dengan kamu? Apa kamu ada masalah?" Tanya Aldo lagi dengan tangan yang masih menangkup kedua pipi Asoka.
Asoka menatap manik mata hitam pekat dari lelaki yang ada di hadapannya ini. Senyum manis dari Aldo bagaikan sihir yang membuat Asoka tidak bisa mengeluarkan suara.
Aldo melepaskan tangannya dari pipi Asoka. Dia menggeser kursinya agar lebih dekat dengan Asoka. Bahkan dia mencondongkan tubuhnya sehingga lebih dekat dengan Asoka.
"Apakah aku harus mencium bibirmu untuk membuat kau bicara?" Tanya Aldo jahil. Pasalnya dia sudah benar-benar geregetan dengan gadis muda yang bersamanya ini.
Asoka menatap Aldo dengan pandangan aneh. Dengan reflek dia menggeser kursinya agar jauh dengan Aldo. Namun Aldo yang tahu niat Asoka malah kembali menggodanya. Kakinya dia sangkutkan ke kaki kursi yang diduduki oleh Asoka dan menariknya untuk tetap berada di dekatnya. Jelas saja hal itu menyulitkan Asoka untuk memberi jarak duduk diantara mereka. Bagaimana pun tenaga Aldo lebih kuat dari tenaganya. Hingga Asoka pasrah dan menghembuskan nafasnya lemah.
"Katakan, Oka. Apa yang ada dipikiranmu." Kata Aldo dengan tajam. Manik matanya menatap Asoka dengan lekat hingga membuat Asoka merasa tersudut.
Asoka menggeser duduknya untuk mendapatkan posisi yang nyaman. Dia berdehem sebentar untuk menetralisir kegugupannya. Jangtungnya berdegup kencang, telapak tangannya mengeluarkan keringat dingin.
"Mas, aku mencintaimu." Kata Asoka pelan. Dia tidak berani menatap mata Aldo.
Aldo tersenyum sejenak. Dia melepaskan cekalan tangannya di tangan kursi yang diduduki oleh Asoka. Kakinya yang semula mengunci pergerakan kursi tersebut, kini sudah dia lepaskan.
"Aku juga mencintaimu dan aku ingin kita memiliki hubungan yang lebih serius." Jawab Aldo lembut.
Asoka semakin murung mendengar jawaban yang keluar dari mulut Aldo. Bukan dia tidak mau menjalin hubungan yang lebih serius, hanya saja segala upaya yang sudah mereka lakukan dan belum mendapat hasil membuat Asoka jenuh dan memutuskan untuk menunggu hingga waktunya tiba. Walaupun dia sendiri belum tahu kapan waktu itu akan tiba.
"Mas, kamu tahu kan kalau kita usah berusaha mendapatkan restu dari kedua orang tuaku." Kata Asoka lirih.
Aldo mengangguk sebagai jawaban. Tak ada satu pun kata yang keluar dari bibirnya, dia mencoba memahami apa yang saat ini sedang dipikirkan oleh Asoka dan menebak-nebak itu semua.
"Aku merasa jalan kita untuk mendapatkam restu semakin sulit, mas Bagas terus saja mempengaruhi ibu dan bapak, sedangkan aku selalu membujuk mereka namun sedikit pun tidak mempengaruhi pikiran mereka untuk merestui hubungan ini." Kata Aldo menjelaskan.
"Lalu?" Tanya Aldo penasaran. Entah mengapa hatinya merasa tidak enak, dia merasa akan ada hal buruk yang terjadi setelah ini.
Asoka menggenggam tangan Aldo dengan erat. "Mas, kita sudahi dulu perjuangan ini. Kita jalani dengan santai saja, aku yakin orang tuaku akan merestui hubungan kita." Kata Asoka sungguh-sungguh. Entah mendapat keberanian dari mana untuknya mengatakan hal ini.
Aldo menarik tangannya dari genggaman Asoka. Dia menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi. Matanya menatap lurus ke arah depan. Tiba-tiba pikirannya menjadi kacau, apa yang dikatakan oleh Asoka sangat tidak bisa dia terima.
Diusianya yang sudah menginjak kepala tiga membutnya mendapat banyak pertanyaan dari keluarga ataupun teman kapan dia akan berumah tangga. Dulu dia santai saja ketika mendapat pertanyaan seperti itu, karena memang dia belum memiliki kekasih. Namun setelah dia mengenal Asoka dan tahu apa isi hati Asoka membuatnya semangat untuk membangun sebuah ikatan suci yang namanya pernikahan. Ditambah restu dari keluarganya sudah dia kantongi tinggal restu dari keluarga Asoka. Aldo merasa yakin jika dia akan mendapatkan restu dari keluarga Asoka selama dia mau berusaha dan berjuang. Namun sekarang, setelah mendengar ucapan Asoka membuatnya tidak bersemangat. Bagaimana bisa wanita yang dia perjuangkan terang-terangan memintanya untuk berhenti berjuang.
"Aku tidak mengerti apa yang ada dipikiranmu." Kata Aldo lirih. "Banyak pasangan kekasih yang mengalami hal serupa seperti kita, namun mereka berhasil mencapai tujuan mereka dan menyatukan hubungan dalam sebuah ikatan pernikahan." Lanjutnya.
"Kita akan tetap menikah, aku yakin orang tuaku akan merestui hubungan kita. Hanya saja mereka butuh waktu untuk itu. Kenapa kita tidak memberi mereka waktu?"
"Sebulan lebih sejak aku memintamu di depan orang tuamu, hingga saat ini aku masih menunggu dan berusaha mendapatkan restu. Apa aku tidak memberi waktu untuk mereka?" tanya Aldo dengan sengit.
"Bukan seperti itu maksudku." Jawab Asoka lemah.
"Lalu seperti apa?" Tanya Aldo dengan keras.
"Apa kamu tidak jenuh? Apa kamu tidak lelah? Banyak hal yang sudah kamu lakukan tapi sedikit pun tidak ada perubahan."
"Tidak. Aku tidak jenuh ataupun lelah sama sekali. Melihat senyummu membuatku semakin bersemangat untuk mendapatkanmu." Jawab Aldo yakin. "Tapi sekarang, kamu sudah menghancurkan semangatku." Lanjutnya.
Asoka menundukkan kepalanya. Setetes air mata jatuh mengernai punggung tangannya. Bukan ini yang dia mau namun dia tidak punya pilihan lain. Dia merasa kasihan dengan Aldo yang berjuang tapi sedikit pun tidak mendapatkan simpati dari orang tuanya.
"Aku beri kamu pilihan. Kamu melanjutkan hubungan kita yang artinya kita harus tetap meneruskan perjuangan kita atau kamu berhenti berjuang dan aku tidak akan hadir dihidupmu lagi." Kata Aldo memberi pilihan.
Deg. Hati Asoka merasa sakit. Dia tidak menyangka Aldo akan memberinya pilihan seberat itu. Dia tidak ingin berpisah dengan Aldo namun dia juga tidak bisa melanjutkan perjuangan mereka.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top