Bab 13
Budayakan vote dan komen setelah membaca👌
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Senyum tak pernah luntur dari bibir Asoka. Matanya nampak berbinar begitu melihat saudara-saudara yang sudah lama tidak berjumpa. Tangannya merentang untuk menyambut pelukan hangat dari saudara perempuan, sedangkan dia mengulurkan tangannya untuk menyambut salaman dari saudara laki-laki.
Aldo berada di belakang Asoka dengan tersenyum menyapa keluarga besar Asoka. Dia mengulurkan tangannya untuk menyalami beberapa orang. Kepalanya mengangguk sopan.
"Siapa ini?" Tanya Bu Lek Nias kepada Asoka. Bu Lek adalah adik dari ibu atau bapak kita.
Asoka tersenyum malu. Dia menggandeng lengan Aldo erat seakan-akan mereka akan terpisah.
"Kenalin Bu Lek, ini pacar Asoka." Jawab Asoka malu-malu.
"Saya Aldo, Bu Lek." Kata Aldo pelan. Dia mengulurkan tangannya dan mencium punggung tangan Bu Lek Nias dengan sopan.
Bu lek Nias tersenyum. Dia merasa senang dengan sikap ramah dan sopan yang dimiliki oleh Aldo. Dilihat dari dari tampilan sepertinya Aldo lelaki dewasa dan mapan yang insyaallah bisa menjaga dan membimbing keponakannya kelak.
"Kamu pinter ya cari pacar. Jangan cuma jadi pacar, harus jadi suami juga." Kata bu lek Nias sambil tersenyum.
Baik Asoka maupun Aldo merasa senang dan bahagia mendengar apa yang dikatakan oleh bu lek Nias. Jika bu lek Nias adalah orang tua Asoka pasti Aldo sudah mengajak orang tuanya ke rumah Asoka untuk meminang Asoka secara resmi. Namun sayang, bu lek Nias hanya tante Asoka yang tidak ada sangkut pautnya dengan restu yang harus mereka dapat.
"Aamiin. Doain hubungan kita langgeng ya, Bu lek." Jawab Asoka dengan tersenyum lebar.
"Pasti, Nak." Jawab bu lek Nias ramah.
Hampir semua anggota keluarga sudah datang. Walau ada beberapa yang belum hadir. Aldo memperhatikan setiap sudut ruangan. Banyak anak-anak yang bermain dengan tangannya yang memegang roti lapis. Tak jauh dari sekumpulan anak kecil ada beberapa remaja yang nampak bercerita bahkan bercanda, sesekali mereka menjitak kepala saudaranya.
Aldo merasa bahagia bisa berada di sini. Namun akan lebih bahagia jika dia benar-benar menjadi bagian dari keluarga ini. Keluarga besar Asoka membuatnya iri, karena dia tidak memiliki keluarga sehangat ini. Saudaranya banyak yang berada di luar Jawa bahkan untuk menentukan waktu bertemu pun sangat sulit. Membentuk arisan keluarga juga tidak pernah lanjut.
"Ngopi, Mas." Kata lelaki muda berwajah oval mendekatinya. Ditangannya ada dua cangkir kopi, satu untuknya dan satunya dia sodorkan kepada Aldo.
Aldo menoleh kearah kanan. Dia menegakkan punggungnya. "Terima kasih, Mas." Jawab Aldo dengan senyum merekah.
Lelaki itu hanya mengangguk sebagai jawaban. Aldo menyeruput kopi yang disodorkan oleh lelaki tadi. Terasa sedikit manis menurut Aldo karena dia lebih menyukai kopi pahit.
"Masih kuliah?" Tanya Aldo ramah. Dia mencoba membuka pertanyaan. Tidak enak rasanya duduk dengan seseorang dan tidak membahas apapun.
"Iya." Jawab lelaki itu singkat.
"Semester berapa?" Tanya Aldo lagi.
"Sudah semester tujuh."
"Sebentar lagi kelar dong." Ucap Aldo.
Lelaki itu meletakkan kopinya di meja yang ada di samping kanannya. "Iya, ini lagi nyusun skripsi." Jawabnya.
"Semoga lancar ya. Dimudahkan juga sidangnya." Kata Aldo memberi semangat.
"Aamiin."
Suasana kembali hening. Aldo hanya menggenggam erat gelas berisi kopi yang isinya sudah berkurang. Dia tidak tahu lagi akan bertanya apa. Sedangkan lelaki di samping Aldo menundukkan kepalanya.
"kerja dimana, Mas?" Tanya lelaki itu ramah.
"Kerja di usaha sendiri." Jawab Aldo dengan tersenyum kecil.
"Punya usaha apa, Mas?" Tanya laki-laki yang baru datang, usianya Aldo taksir seumuran dengannya.
"Rumah makan kecil-kecilan." Jawab Aldo merendah.
"Di daerah mana?" Tanya laki-laki itu lagi. Dia mengambil duduk di sebelah Aldo.
"Nggak jauh dari sini. Restoran Ecco." Jawab Aldo lagi.
"Kalo itu bukan rumah makan kecil-kecilan, Mas." celetuk lelaki muda.
Aldo hanya terkekeh mendengar ucapan saudara Asoka. Dia tahu restorannya termasuk restoran besar, namun dia tidak mau mengatakan hal itu takut dibilang sombong. Dia selalu merendah setiap kali ditanya.
"Usaha kecil-kecilan tuh seperti punyanya Fahri." Kata laki-laki yang seumuran dengan Aldo.
Aldo menoleh ke samping kanannya. Aldo baru tahu kalau lelaki muda di sampingnya ini bernama Fahri. Sedari tadi mereka belum kenalan.
"Wihh keren masih kuliah udah punya usaha." Komentar Aldo dengan tersenyum lebar. Kekaguman tersendiri Aldo rasakan pada Fahri. Diusianya yang masih muda dia sudah memiliki usaha sendiri.
"Hanya usaha kecil, Mas. Belum sebesar dan sesukses usaha Mas." Jawab Fahri dengan tersenyum malu.
Aldo memegang punggung Fahri. "Usaha yang besar berasal dari usaha kecil." Kata Aldo memberi nasehat. "Yang penting kamu terus semangat untuk kembangin usaha kamu. Dulu aku pas masih kuliah hanya fokus sama kuliah, uang masih minta orang tua. Kamu keren loh udah bisa cari uang sendiri." Kata Aldo lagi memberi pujian kepada Fahri.
Fahri menggaruk kepala belakangnya yang sebenarnya tidak gatal. Dia hanya cengar-cengir sendiri. Sedangkan laki-laki yang seumuran dengan Aldo tersenyum.
"Kamu ada usaha apa?" Tanya Aldo ramah.
"Hanya jual minuman coklat di pinggir jalan gitu. Kalau lagi nggak kuliah aku jualan, tapi kalo lagi kuliah aku tutup dulu." Jawab Fahri menceritakan usahanya. Usahanya masih terbilang kecil, dia mengelola usaha itu sendiri karena dia belum mampu untuk membayar seorang karyawan untuk membantunya.
"Kayak minuman kekinian gitu?" Tanya Aldo penasaran.
Fahri menganggukkan kepalanya mantap. Jawaban Aldo memang benar. Saat ini marak sekali minuman coklat dan minuman kopi kekinian. Banyak diburu oleh anak muda, tak jarang pula orang dewasa ikut menikmati karena tidak mau ketinggalan kuliner kekinian.
"Jualan dimana?" Tanya Aldo lagi.
"Deket sama kampus aku. Aku kuliah di Universitas Gajah Mada." Jawab Fahri ramah.
"Wajib dicoba ini. Ntar aku mampir ya." Kata Aldo sambil tertawa lebar.
Suasana terasa hangat. Aldo tidak menyangka jika saudara Asoka banyak yang memiliki usaha di bidanh kuliner sepertinya. Hal itu membuat mereka cepat akrab karena saling bertukar pengalaman. Aldo merasa bersyukur setidaknya keluarga besar Asoka menanggapinya dengan baik. Dia berharap ini awal yang baik untuk hubungannya dengan Asoka.
Tanpa Aldo sadari, sedari tadi ada sepasang mata yang terus memperhatikannya. Bibirnya terlukis senyum yang tidak pernah luntur. Asoka bahagia karena Aldo bisa membaurkan dirinya dengan seluruh keluarga besarnya. Dia berharap Aldo benar-benar bisa jadi bagian dari keluarga ini.
"Nggak usah dilihatin terus lah, Ka. Nggak bakal kabur kok." Celetuk Puput, sepupunya yang baru saja menikah bulan lalu.
Asoka berjingkat kaget. Suara puput yang tiba-tiba membuatnya sedikit kaget. Dia mengelus dadanya dengan lembut.
"Ngagetin aja sih." Kata Asoka.
"Sudah lama, Ka pacaran sama dia?" Tanya bu lek Nias ramah.
"Sudah sekitar lima bulan bu lek." Jawab Asoka jujur.
"Sepertinya kalian sudah saling cocok." Kata bu lek Nias lagi.
"Iya, mereka udah saling cocok tapi aku nggak cocok sama sekali sama Aldo." Seloroh Bagas tiba-tiba. Dia duduk di samping istrinya.
"Nggak usah mulai deh, Gas." Tegur Asoka pelan. Dia tidak ingin ada perang di saat banyak keluarga besarnya kumpul.
"Aku cuma ngomong gitu aja kok." Jawab Bagas enteng.
Asoka memandang Bagas dengan tatapan tidak suka. Dia tahu Bagas sangat tidak mengetujui hubungannya dengan Aldo, namun dia merasa dendam yang dimiliki Bagas kepada Aldo bisa dihilangkan.
"Bu lek cicipin martabaknya. Itu yang bikin Mas Al." Kata Asoka sambil menyodorkan piring yang berisi martabak mini buatan Aldo. Asoka tidak peduli dengan tatapan tajam dari Bagas.
Bu lek Nias mengambil satu bungkus martabak mini buatan Aldo. Dia mencuil martabak itu dan memasukkan ke dalam mulutnya.
"Enak, Ka." Komentar bu lek Nias mengenai martabak mini buatan Aldo.
Asoka tersenyum senang. Padahal bukan dia yang membuat namun dia merasa senang jika masakan Aldo mendapat komentar yang baik.
"Masih enak yang dijual di pinggir jalan." Sahut Bagas.
"Mas Bagas ngiri kan soalnya nggak bisa bikin." Ledek Asoka kepada Bagas.
"Nggak." Jawab Bagas singkat.
"Pacar kamu pinter masak ya, Ka."
"Nggak hanya pinter masak. Dia juga baik, perhatian, sabar, dan dewasa. Pokoknya bisa ngimbangin Asoka." Kata Asoka menceritakan tentang Aldo.
Asoka tidak ingin membuang waktu. Dia menggunakan ini sebagai kesempatan untuk mengenalkan Aldo ke seluruh anggota keluarga besarnya. Dia berharap saat Aldo sudah kenal dengan semua anggota keluarganya, orang tuanya bisa luluh dan segera memberi mereka restu.
================================
Bojonegoro, 13 April 2020
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top