Bab 10

Budayakan vote dan komen setelah membaca👌
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Asoka mengedarkan pandangannya ke kanan dan ke kiri. Menunggu hadirnya mobil putih yang sering menjemputnya. Sudah lebih dari sepuluh menit Asoka menunggu namun belum kelihatan juga. Asoka memutuskan untuk masuk ke dalam sanggar tarinya lagi. Duduk di salah satu bangku yang digunakan oleh wali murid saat menunggu anak-anak mereka menari. Tangannya menggenggam benda pipih berwarna hitam itu.

Sesekali Asoka mengecek handphonenya, siapa tahu ada pesan masuk. Namun beberapa kali Asoka melakukan hal itu, tidak ada pesan masuk ke handphonenya. Hal itu membuat Asoka jengkel dan merasa kuatir. Pasalnya Aldo tidak pernah se-lama ini menjemputnya karena memang jarak restoran baru Aldo dan sanggar tari Asoka tidak jauh.

Lelaki dewasa dengan pakaian formal masuk ke dalam sanggar tari. Jalannya yang tidak mengeluarkan suara membuat Asoka tidak tahu jika Aldo mendekatinya, karena memang Asoka memunggungi Aldo.

"Kamu udah lama nunggu ya?" Tanya Aldo setelah dia duduk di samping Asoka.

Asoka berjingkat kaget. Pasalnya dia mendengar suara seseorang secata tiba-tiba dan yang lebih membuatnya kaget adalah orang tersebut adalah kekasihnya sendiri.

"Muter kemana dulu tadi?" Tanya Asoka jengkel.

Aldo terkekeh melihat tingkah jengkel kekasihnya itu, terlihat semakin menggemaskan.

"Tadi macet soalnya barengan sama kereta lewat." Jawab Aldo pelan.

Asoka membulatkan bibirnya sebagai jawaban. Dia memaklumi jawaban Aldo, karena memang jalan menuju sanggar tarinya melewati rel kereta api. Asoka bangkit dari duduknya kemudian menarik tangan Aldo agar mengikutinya.

"Pulang sekarang yuk!" kata Asoka meminta kepada Aldo.

Tanpa basa-basi lagi Aldo segera menuruti kemauan kekasihnya itu. Tangan Asoka melingkar dilengannya sambil sesekali mereka bercanda. Siapapun yang melihat mereka sekarang pasti akan merasa iri. Tanpa orang lain sadari jika saat ini mereka sedang berjuang untuk mendapatkan restu dari keluarga Asoka.

Mobil berjalan menyusuri jalan Pahlawan yang lumayan senggang. Banyak pedagang kaki lima yang mulai membuka tenda mereka untuk berjualan, bahkan ada beberapa yang sudah melayani pelanggan. Asoka memperhatikan setiap jalanan yang mereka lalui, tiba-tiba dia teringat makanan kesukaan bapaknya saat matanya menangkap salah satu pedagang yang baru sampai ke lokasi jualannya.

"Bapak suka banget sama belum goreng. Biasanya kalau dia males makan, aku selalu ngajak ke sana untuk makan belut." Kata Asoka sambil menunjuk salah satu pedagang kaki lima.

"Yang baru nuruni tenda itu?" tanya Aldo penasaran.

"Iya, itu langganan bapak. Biasanya dua minggu sekali bapak makan di sana." Jawab Asoka menjelaskan.

"Kalo aku sendiri yang masakin suka nggak ya?" gumam Aldo pelan. Namun masih didengar oleh Asoka.

"Pasti suka. Masak dimasakin calon mantu ditolak." Kata Asoka sambil tersenyum. Walaupun dalam hatinya ada rasa kuatir kalau bapaknya akan menolak masakan Aldo namun dia tetap berpikir positif.

Aldo tersenyum lebar saat mendengar jawaban dari Asoka. "Nanti malem aku makan ke warung itu deh." Kata Aldo semangat.

"Untuk apa?" Tanya Asoka penasaran.

"Pengen ngrasain gimana rasanya masakan warung itu, jadi ntar kalau aku masak rasanya bisa mirip-mirip gitu deh." Jawab Aldo menjelaskan.

Asoka tertawa lebar. Dia tak pernah berpikir jika Aldo sampai melakukan hal itu. "Kamu masak sesuai keahlian kamu saja, aku yakin bapak aku pasti suka." Kata Asoka memberi semangat.

"Aamiin."

"Aku kasih tau apa kesukaan orang tua aku ya."

Aldo menoleh kaget kearah Asoka. Dia tidak menyangka jika Asoka akan membantunya. Dia pikir Asoka akan berpangku tangan selama dia berjuang.

"Boleh." Jawab Aldo semangat.

"Bapak aku suka banget sama belut, apapun jenis masakannya kalau bahan utamanya belut pasti suka. Setiap minggu sore bapak akan pergi ke lapangan kompleks untuk lari-lari, kalau aku nggak sibuk biasanya diajak main bulutangkis di sana." Cerita Asoka tentang bapaknya.

Aldo mendengarkan apa yang dikatakan oleh Asoka dengan seksama tanpa ada yang terlewat sedikit pun. Dia tidak menyela selama Asoka bercerita, dia menjadi pendengar yang baik.

"Kalau ibu nggak suka masakan pedas. Semua jenis makanan bakal diterima sama ibu asalkan nggak pedes. Ibu suka banget membatik makanya beliau membuka toko batik. Awalnya hanya buka toko saja namun sepuluh tahun yang lalu ibu buka produksi batik juga. Hasil batiknya dijual di toko sendiri nggak diekspor keluar." Jelas Asoka.

"Kenapa gitu? Kalau diekspor kan lebih menguntungkan." tanya Aldo penasaran. Baginya itu menjadi peluang emas untuk memajukan usaha, apalagi Yogyakarta kota yang identik dengan batik.

"Kata ibu biar jadi ciri khas di toko, soalnya kalau batik produksi sendiri mengambil corak yang belum pernah diproduksi sanggar manapun."

"Itu bisa jadi peluang. Bisa dibikin brand misalnya."

"Ini Mas Bagas juga lagi membujuk ibu, tapi memang ibu orangnya susah dibujuk jadi belum berhasil."

"Kalau aku jadi mantunya aku siap jadi tenaga pemasaran." Kata Aldo menawarkan diri.

Asoka tertawa mendengar ucapan Aldo. Dia berharap lelaki di sampingnya ini benar-benar menjadi suaminya, ketulusan dan kesabarannya tidak dia temukan di diri pria lain. Tak masalah dengan usia yang cukup jauh diantara mereka, selama mereka mampu melengkapi semuanya akan baik-baik saja.

Aldo mengangguk mantap begitu mendengar ucapan dari Asoka. Dalam hati dia bertekad akan mulai berjuang lebih keras lagi. Rasa cintanya kepada Asoka begitu dalam bahkan melebihi rasa cintanya pada Nana dulu. Apapun yang akan terjadi selanjutnya dia tidak akan pernah menyerah.

***

Aldo menaruh semua belanjaannya di atas meja dapur. Ada dua kantong plastik hitam yang dia bawa. Di dalamnya banyak sekali bahan-bahan yang dia butuhkan untuk membuat hidangan nanti. Tidak ketinggalan dia membeli belut, karena hewan itu adalah bahan utama dalam masakannya kali ini.

Aldo berjalan menuju kamarnya. Melapas jaket parkanya dan melemparnya ke keranjang pakaian kotor. Mengambil celana pendek untuk mengganti celana jinsnya. Setelah itu dia kembali ke dapur untuk mengeksekusi belanjaan yang dia beli tadi.

Aldo mengeluarkan bahan-bahan itu dan mencucinya. Membedah belut dan mengeluarkan kotorannya setelah itu mencucinya dengan air bersih. Memotong-motong belut yang sudah dia bersihkan sepanjang 5cm. Kemudian dia lumuri dengan jeruk nipis dan garam, lalu didiamkan selama 15 menit.

Untuk menunggu hingga belut siap dimasak, Aldo menyiapkan bumbu halus. 5 bawang merah, 3 siung bawang putih, setengah sendok teh merica bubuk, sedikit jahe, 5 cabai rawit, dan 2 kemiri yang sudah disangrai. Setelah itu dia menekan tombol on pada blender, agar semua bumbu menjadi halus.

Setelah itu Aldo menyiapkan penggorengan untuk menggoreng belut hingga garing. Lalu dia angkat dan tiriskan. Aldo menuangkan sedikit minyak ke dalam teplon untuk menumis bumbu halus yang sudah dia siapkan. Menambahkan daun salam, irisan cabai keriting dan tomat, lalu dia tumis hingga harum.

Setelah itu Aldo memasukkan bulut goreng ke dalam bumbu yang sudah dia tumis. Menambahkan kecap manis, garam, gula, penyedap rasa secukupnya. Menambahkan sedikit air dan dia diamkan agar bumbunya meresap ke dalam belut.

"Masak apa, Al?" Tanya Endah penasaran. Dari halaman belakang masakan Aldo masuk ke indra penciumannya dan membuatnya penasaran.

"Krengsengan belut, Ma." Jawab Aldo sambil mencuci blender yang tadi dia gunakan.

"Tumben. Kamu kan nggak suka belut."

"Untuk bapaknya Asoka. Dia suka banget sama belut." Jawab Aldo jujur. "Ma cobain deh." Kata Aldo sambil menyuapkan sendok yang berisi masakannya itu.

Endah membuka mulutnya untuk menerima suapan dari anak lelakinya itu. Dia merasakan hasil masakan anaknya itu dan tersenyum bangga.

"Enak Al." Kata Endah memuji Aldo.

"Alhadulillah." Jawab Aldo sambil bernafas lega.

"Mama yakin pasti bapaknya Asoka suka banget sama masakan kamu ini." Kata Endah memberi semangat kepada Aldo. Dia tahu saat ini Aldo sedang berjuang untuk cintanya.

Setelah Aldo pulang dari rumah Asoka, Aldo langsung bercerita kepadanya jika dia tidak mendapat restu dari keluarga Asoka. Termasuk tentang Nana yang ternyata kakak ipar Asoka. Endah dengan sabar memberi nasehat kepada Aldo untuk terus semangat dalam memperjuangkan cintanya. Selain itu dia selalu memanjatkan doa agar jalan anaknya mudah dalam mencari restu.

"Aamiin." Kata Aldo dengan penuh harap.

Tak henti-hentinya Aldo berdoa kepada Allah agar jalannya mendapatkan restu dari orang tua Asoka menjadi lebih mudah. Berbagai cara dan usaha akan Aldo lakukan untuk mencapai keinginannya tersebut.

================================

Bojonegoro, 10 April 2020

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top