Malam Pertama

Bisa dibilang ini malam pertamaku dengan Fatih. Bukan berarti aku dan Fatih benar-benar melakukan kegiatan malam pertama seperti pasangan lainnya. Aku melangkah memasuki rumah Fatih yang cukup minimalis. Aku mengerutkan kening bingung karena rumah Fatih yang bisa terbilang biasa saja. Tidak terlalu mewah. Berbanding terbalik dengan cara belanjanya tadi.

Fatih membawa barang-barangku semua dengan santai. Ia terlihat santai membawa banyak barang yang bukan miliknya. Baiklah, sebagian besar memang barangnya. Barang belanjaannya. Jadi aku tak merasa bersalah berlebihan saat ia membawa barang-barang tersebut. Ia masih melangkah santai sambil menjelaskan detail rumahnya secara singkat. Hingga akhirnya aku dan dirinya sampai di depan pintu kayu berwarna cokelat tua.

"Ini kamar kamu. Mau masuk sendiri atau butuh ditemani?" Fatih tersenyum ke arahku dengan lembut seperti biasa. Bagaimana ia bisa tersenyum bak malaikat padahal ia menanyakan hal semi mesum? Aku memutar bola mataku malas dan menggeleng. Dia mengangguk lalu membawa plastik belanjaan yang berisi makanan. Pergi meninggalkanku sendirian di depan kamarku. Kamar Fatih karena ini rumahnya. Tapi aku akan menepatinya. Jadi bolehkah aku menyebutnya kamarku?

Kuputar kenop pintu berwarna tembaga perlahan. Kudorong pintu kayu ini pelan-pelan. Berusaha berhati-hati kalau di dalamnya terdapat hal-hal yang tidak diinginkan. Saat pintu terbuka, aku mengedarkan mataku melihat isi kamar yang akan kusinggahi. Sepanjang mata memandang terlihat normal. Aku menghela nafas lega lalu membawa barang-barang masuk ke dalam kamar. Kutaruh barang-barang di karpet lalu mengedarkan pandangan ke arah dinding. Aman.

Aku melangkah masuk ke kamar mandi dan melihat dengan awas. Setelah merasa aman, aku mulai mandi. Kunyalakan shower dan membasuh tubuhku. Selama mandi, aku bersenandung pelan. Menyanyikan lagu-lagu yang menjadi favoritku. Bahkan sampai selesai mandi, aku masih bersenandung sambil memakai baju di dalam kamar mandi. Aku hanya berjaga-jaga kalau Fatih ternyata memang orang mesum.

Kulangkahkan kakiku keluar kamar mandi. Mataku segera terpaku pada sesuatu berwarna putih terdapat di dinding. Nyaris di langit-langit. Menatapku bengis seakan aku makhluk tercemen yang pernah ada. Aku mengerjap beberapa kali. Memastikan ini halusinasi atau bukan. Dan makhluk itu tetap berdiri di dinding dengan santainya. Menatapku seakan ia bingung dengan pebuatanku. Aku berteriak kencang sekali.

Pintuku tiba-tiba terbuka, aku dapat melihat tubuh jangkung milik Fatih berlari cepat ke arahku. Tubuhku reflek memeluk tubuhnya dari belakang. Tubuhnya bisa dikategorikan cukup kekar kalau aku boleh jujur. Ia mengelus tanganku sambil berusaha menenangkan diriku. Sayangnya, makhuk tersebut sangat mengerikan sehingga diriku hanya berteriak histeris sambil menghentak-hentakan kaki asal.

"ITU!! ITU DI DINDING ITUU! YANG PUTIH-PUTIH DI DINDING! USIR DIAA" Aku berteriak histeris sambil menunjuk-nunjuk dinding asal. Mataku terpejam dan wajahku sudah terbenam pada punggungnya yang tegap. Fatih berteriak memanggil seseorang. Seorang wanita paruh baya tergopoh-gopoh menghampiri Fatih. Aku tak peduli dengan apa yang Fatih ucapkan. Masih histeris bahkan sampai mencakar pundaknya keras.

"Salsa, sudah gak ada. Jangan histeris lagi dong. Cicaknya sudah diusir Bik Nam tadi." Ucap Fatih lembut. Aku berusaha untuk percaya kata-katanya dan tenang walau susah. Fatih langsung membalikan tubuhnya dan memeluk tubuhku.

"Sshh... sudah sudah... jangan histeris. Cicaknya sudah diusir Bik Nam. Berhenti nangis dong biar cantik. Yah, walau kamu mau nangis juga cantik." Kekeh Fatih renyah. Tangannya membelai punggungku berusaha menenangkan. Kami dengan posisi seperti ini sampai 5 menit mungkin. Aku tak terlalu ingat.

"Sal, kamu masih histeris atau doyan meluk badan aku sih? Ini aku daritadi telanjang loh." Fatih terkekeh lagi. Aku segera mendorong tubuhnya dan baru menyadari kalau ia hanya memakai celana basket saja. Bahkan rambutnya masih acak-acakan dan basah. Wajahku merah padam. Kupalingkan wajahku ke kanan. Mataku tertutup rapat. Tidak ingin melihat tubuhnya yang terekspos kemana-mana.

Fatih mengelus rambutku pelan lalu pamit ke kamarnya. Aku tak menjawab dirinya. Ia melangkah meninggalkan diriku. Sepeninggalnya ia, aku membuka mata dan melihat ke sekitar dengan horor. Cicak itu sudah hilang. Aku menghembuskan nafas lega lalu duduk di kasur. Melihat barang-barang yang dibelikan Fatih untukku. Barang-barang mahal yang tidak membuatku terkejut. Fatih memang kaya. Jadi untuk apa terkejut?

Saat aku masih melihat-lihat barang, Fatih melangkah masuk ke kamarku. Aku melirik dirinya yang mengenakan celana basket dengan kaos hitam polos yang terlihat pas dengan tubuhnya. Ia mengelap rambutnya dengan handuk kecil sambil bersenandung santai. Ia duduk di sampingku santai masih megelap rambutnya. Aku memutar mataku kesal. Dia lembut tetapi kadang seenaknya saja ya.

"Tok tok. Siapa? Fatih. Oh iya Fatih, masuk saja. Makasih Sal. Krieeett... Halo Salsa."Ucapku menyindir dirinya. Ia menatapku lalu bertanya dengan wajah polos yang aku yakin hanya aktingnya.

"Haruskah?"

"Ya, kalau aku lagi telanjang gimana?" Tanyaku balik. Ia membuka mulut hendak mengucapkan sesuatu tetapi ditutup lagi.

"Maaf, aku janji gak akan aku ulangi lagi." Ucapnya sarat penyesalan. Aku hanya menggangguk sebagai jawabannya. Dia sepertinya termasuk ke kategori lelaki yang cepat menyesal. Baru sekali ini aku bertemu dengan cowok yang cepat menyesal dan lembut seperti dia. Aku lebih sering bertemu dengan cowok yang kasar kecuali papa tentu saja. Malang memang nasibku.

Aku lalu berbincang dengannya. Ia menanyakan mengapa aku begitu takut dengan cicak. Akhirnya aku menceritakan kepadanya kalau aku pernah kejatuhan cicak saat makan. Ia tertawa geli . matanya hilang menjadi garis. Lesung pipitnya masih tercetak jelas. Bahkan terkadang, lesung pipitnya terlihat saat ia bercerita. Kami bercerita lagi tentang semuanya. Keluarganya, karirnya, percintaannya, dan tentu saja aku juga bercerita semuanya walau bagian keluargaku, aku menutupinya beberapa tempat karena belum percaya padanya 100%.

"Lusa, kita bakal datang ke acara keluargaku ya? Kaftannya sudah datang tadi. Kamu coba dulu saja. Aku ambilkan kaftannya ya?" Fatin lalu pergi dan kembali sambil membawa kaftan berwarna merah dengan detail manik berwarna putih perak. Ini terlihat mahal sekali. Mungkin harganya 6 digit. Aku segera menggelengkan kepalaku karena hidup boros Fatih.

Kupakai kaftan tersebut. Sangat pas di tubuhku. Tetapi aku jadi terlihat aneh. Bayangkan seorang gadis dengan campuran China Tiongkok mengenakan kaftan. Aneh bukan? Itulah yang kulihat dicermin. Harusnya yukata dong Fatih belinya. Kok beneran beli kaftan sih? Wajah China sepertiku mana cocok dengan kaftan? Sungutku kesal. Fatih mengetuk pintu lalu masuk ke kamar. Ia melihat ke arahku lalu tertawa keras.

"Wahahahaha ada orang China jadi TKW di Arab nih kayaknya. Hahahahaha." Ledek Fatih sangat mengesalkan. Tawanya begitu keras sampai aku melempar sendal rumah milikku ke arah kepalanya. Ia menghindar dengan mudah lalu berdiri di sampingku. Berusaha mengontrol tawanya yang sangat menyebalkan. Lalu baru kusadari kalau Fatih yang memiliki mata sipit Jepang itu sedang memakai Gamis Hitam dengan jeans hitam. Terlihat tidak cocok juga. Aku tertawa bahkan lebih keras dibanding tawanya yang begitu mengejek.




HAI! Hahahaha... maafkan diriku baru update lagi. Sebenernya cerita ini sudah selesai dari sekian hari lalu tapi gak di post karenaaaa.... aku nyari bentuk kaftan yang cocok. Tapi kalo yang di multimedia itu ga sesuai bayangan kalian, gapapa. Pake yang ada dibayangan kalian aja. Aku suka sama pendapat orang dengan imajinasi masing masing :)





Vomment? :3

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top

Tags: