BeHa | Sebelas

"Eh, eh, kenapa nih?" Gifta yang baru selesai mandi terkejut dengan tingkah Febe. Suaminya itu memeluknya kencang dengan kepala disembunyikan diceruk lehernya.

"Kangen." Jawaban Febe membuat Gifta menggelengkan kepalanya.

"Ada-ada aja sih kamu. Baru juga pisah sejam-an." Jawab Gifta, tangannya balas memeluk Febe. Membuat Febe semakin nyaman dan mempererat pelukannya.

Lama mereka terdiam dengan posisi tersebut hingga Febe membuka suaranya memanggil Gifta. "Gi," panggilnya dengan suara teredam.

"Hmm," Gifta menjawab panggilan Febe dengan gumaman. Tangannya mengusap-usap punggung Febe. "Kamu kenapa sih?" Tanya Gifta heran karena tingkah Febe.

"Gi." Panggil Febe.

"Apa?" Gifta sedikit geram karena Febe memanggil namanya tapi tak menyahut ketika ia menjawab .

"Mau." Febe berkata pelan namun masih bisa didengar Gifta dengan baik.

"Mau apa?" Gifta balik bertanya.

"Mau ..." Febe ragu mengatakan keinginannya.

"Mau apa?" Gifta coba memberi jarak namun tangan Febe yang melingkar di pinggangnya tak bisa membuat Gifta bergerak. "Ngomong yang jelas dong."

Febe tak menjawab. Ia mengendus leher Gifta yang wangi strawberi. "Gi, aku mau." Ulang Febe membuat tangan Gifta yang masih berada di pinggang Febe kembali mencoba melepas pelukan Febe hingga terlepas dan membuat jarak tipis antara mereka.

Gifta menatap Febe. Tatapan Febe terlihat beda dari biasanya. Di sana ada hasrat yang besar membuat Gifta mengerti apa yang diinginkan oleh Febe.

"Mau ya Gi?" Ini adalah pertanyaan yang sarat akan permohonan yang membuat tubuh Gifta menjadi lebih kaku dari kayu.

Gifta tak menjawab. Otaknya berpikir apa gerangan yang membuat Febe tiba-tiba meminta apa yang memang menjadi haknya itu?

Memori Gifta mundur beberapa jam sebelum saat ini bahkan tadi malam. Tak ada hal aneh yang ia lakukan hingga harus membangkitkan gairah Febe. Namun lihatlah sekarang Febe memohon padanya atas apa yang memang menjadi haknya.

Kembali Gifta memutar ingatannya berharap ada secuil clue yang bisa dijadikan pedoman kesalahan yang telah dilakukannya hingga membangkitkan keinginan yang sudah berhasil diredam oleh suaminya itu selama beberapa waktu lalu.

Jam enam tadi begitu membuka mata Gifta melihat Febe keluar dari kamar mandi dengan pakaian olahraga lengkap.

Awalnya Gifta heran melihat itu, namun belum sempat ia bertanya Febe menjawab apa yang ada dipikirannya dengan berkata, "Mau ganti suasana." Jawaban Febe membuat Gifta mengedikkan bahu tak peduli.

Febe pun sempat mengajaknya untuk ikut namun ditolaknya dengan tegas oleh Gifta "No thanks," begitu jawab Gifta kemudian menarik bantal yang biasa dipakai Febe untuk dipeluknya.

Bukan apa-apa berleha-leha pagi ini sudah Gifta impikan dari beberapa hari lalu.

Lagi pula kalau ingin Gifta bisa berolahraga di kamar sebelah kok. Kamar yang dirubah Febe menjadi mini home gym di apartemen mereka. Di sana ada electric treadmill, home gym with sand sack dan magnetic bike

Sebelum Febe menghilang dibalik pintu kamar Gifta sempat bertanya berapa lama Febe akan joging. Dan menanyakan apakah nanti mau dibuatkan sarapan atau Febe akan sarapan di sekitaran di luar. Dan Febe menjawab tak lebih dari dua jam ia akan kembali ke unit mereka dan meminta Gifta membuatkannya nasi goreng putih plus telur mata sapi. Jadi setelah Febe benar-benar menghilang dibalik pintu Gifta menyetel alarm di hapenya sebelum mengulang tidur agar tak ketiduran dan bisa menyiapkan sarapan sesuai permintaan Febe.

Satu jam setelah Febe pergi berolahraga alarm ponsel Gifta berbunyi. Dengan malas Gifta mengangkat tubuhnya dari kasur yang empuk. Dengan mata yang masih mengantuk Gifta berjalan menuju kamar mandi melakukan ritual paginya. Dan lima belas menit kemudian ia telah bergerak lincah di depan kompor menyiapkan sarapan pesanan Febe beserta jus buah. Setelah kegiatan masak-memasaknya selesai Gifta kembali ke kamar, merapikan kamar dan segera mandi karena ia yakin Febe akan segera pulang dari berolahraga.

Jadi menurut Gifta tak ada hal-hal aneh yang ia lakukan yang memungkinkan memancing hasrat Febe padanya. Tapi lihatlah sekarang. Suaminya itu tengah menatapnya dengan tatapan yang penuh hasrat.

Selintas pemikiran di kepala membuatnya tertegun, apakah ...? Gifta tak bisa melanjutkan pikirannya karena entah sejak kapan Febe kembali memeluknya. Ditambah Febe mengendus lehernya yang tadi hanya berbalut bathrope.

"Kamu kenapa sih?" Suara Gifta sedikit bergetar. Entah karena dia takut karena tingkah Febe. Entah karena deg-degan dengan kelanjutan dari apa yang terjadi saat ini.

"Aku mau kamu." Febe menjawab. Masih menciumi area sekitar leher dan rahang Gifta. Lalu menyibak bathrope yang dipakainya hingga kulitnya merasakan sentuhan lembut dari bibir Febe di atas area payudaranya.

Gifta tersentak dengan perlakuan Febe. "Kam-kamu kenapa?" terbata Gifta bertanya.

"I want you." Jawab Febe dengan suara teredam. Ia masih mengecupi area atas payudara Gifta yang tidak tertutup bathrope.

"Tap-pi,"

Febe mengangkat kepalanya, matanya menyiratkan hasrat yang besar. "Mau ya Gi, please."

Gifta bisa apa kalau Febe sudah memohon seperti itu. Gifta pernah dinasehati Mamanya tentang hak suami. Dan ia pun pernah membaca suatu artikel tentang hasrat laki-laki, dan ia tidak mau Febe melampiaskan hasratnya pada perempuan lain karena tidak bisa mendapatkan dari Gifta. Terlepas dari apa yang sedang berkecamuk di kepalanya, akhirnya Gifta menganggukkan kepala atas permintaan Febe.

"Thank you Gi." Febe menciumi seluruh area permukaan wajah Gifta saking senengnya.

"Tapi kamu mandi dulu ya?" Pinta Gifta.

Febe yang masih menciumi Gifta menghentikan kegiatannya. "Harus banget ya?" Tanyanya polos.

"Iya," jawab Gifta disertai anggukan kepala. Ya kali mau enak-enak tapi keringatan. Memang sih nanti juga bakal keringatan tapi kan beda.

"Ok, tunggu lima menit." Febe segera melepaskan pelukannya dari tubuh Gifta berlari menuju kamar mandi yang hanya beberapa langkah dari tempatnya berada. Namun diambang pintu kamar mandi Febe berbalik membuat Gifta mengerutkan dahi heran, "ngapain?" Tanyanya.

Febe tak menggubris, langkahnya cepat menuju pintu kamar, mengunci lalu membawa kuncinya ke kamar mandi. " Nanti kamu berubah pikiran lalu kabur selagi aku mandi. So, untuk jaga-jaga kusita kunci ini." Katanya lalu menutup pintu kamar mandi.

Gifta terduduk gelisah di atas ranjang. "Apa yang baru aku katakan." Bisiknya. Ia menatap pintu kamar mandi yang masih tertutup lalu menatap pintu kamar yang dikunci Febe. Gifta mendesah, "Semoga ini yang terbaik." Ucapnya.

Lima menit. Hanya lima menit yang dibutuhkan Febe untuk membersihkan diri di kamar mandi. Dengan selembar handuk yang menutupi tubuhnya Febe membuka pintu kamar mandi yang tidak pernah ia kunci. Matanya langsung tertuju pada satu titik. Tempat di mana istrinya duduk gelisah. Febe tahu tak seharusnya dia bersikap egois dengan meminta haknya pada Gifta sementara ia tahu istrinya itu belum siap. Tapi, Febe tak bisa menunggu lagi. Waktu yang diberikannya untuk Gifta sudah cukup lama. Sekarang atau besok, lusa, atau sebulan lagi pun akan tetap sama. Gifta akan selalu merasa tidak siap. Jadi Febe akan menggunakan momen ini dengan sebaik-baiknya. Momen di mana Gifta menganggukkan kepala sambil berkata iya atas permintaan Febe. Dan terima kasih atas adegan mesra yang dilihatnya di track joging tadi yang membuat nafsu laki-lakinya naik hingga membuatnya berbuat nekat namun berujung manis. Yeah, Finally.

***

Gifta bergerak gelisah dalam pelukan Febe. Alasanya tentu saja tubuh mereka yang tertutup selimut. Iya, setelah tadi melakukan ritual suami istri akhirnya Gifta tertidur. Kegiatan suami istri ternyata menghabiskan tenaganya hingga tak butuh waktu lama bagi Gifta untuk terlelap. Dan sekarang, ia ingin melepaskan lilitan Febe di tubuhnya.

Perlahan Gifta mengambil tangan Febe yang melingkari perutnya, di bawah payudaranya yang tak berpelindung lebih tepatnya. Setelah merasa berhasil, Gifta sedikit beringsut menjauh, memberi jarak antara punggungnya dan tubuh bagian depan Febe yang menempel. Namun, gerakan Gifta terhenti ketika tangan Febe kembali ia rasakan melingkar di perutnya.

"Kemana?" Tanya Febe dengan suara seraknya. Hembusan napas Febe Gifta rasakan di puncak kepalanya.

"Ke kamar mandi." Jawab Gifta cepat. Terlewat cepat hingga membuat Febe tergelak.

"Mau ngapain?"

"Mau pindah tidur di bathtub." Jawab Gifta kesal. "Biasanya orang ke kamar mandi mau ngapain coba?" Gifta memperbaiki intonasinya.

"Ya kali aja kamu cari-cari alasan karena malu."

"Malu kenapa coba?"

"Malu karena habis kerja keras bareng aku lah." Gifta meremang mendengar kata-kata kiasan Febe.

"Ih, ngapain malu." Gifta tidak terima dengan pernyataan Febe.

"Beneran nggak malu?" Febe mengangkat kepalanya hingga bisa melihat wajah Gifta yang memerah. "Coba balik badan trus kasih liat muka cantiknya ke aku." Goda Febe.

"Nggak ah, Gi mau ke toilet dulu." Tolak Gifta.

"Balik badan dulu, baru boleh ke toiletnya." Febe mempererat pelukannya.

"Ih, lepas. Gi, mau ke toilet dulu." Gifta memberontak. Tangannya berusaha melepaskan tangan Febe yang melingkar di perutnya.

"Setor muka dulu makanya." Tangan Febe bergerak menangkup satu payudara Gifta membuat Gifta berhenti bergerak. "Kasih morning kiss dulu suaminya." Bisik Febe di telinga Gifta.

"Ini kan nggak lagi lagi." Sunggut Gifta. "Lepas ih, Gi beneran mau ke toilet ini."

Febe membalik paksa tubuh Gifta, dan memposisikan tubuhnya di atas tubuh istrinya itu. "Bisa emang ke kamar mandi sendiri? Nggak sakit 'itu' nya?"

"Yang bikin sakit sia.."

"Aku!" potong Febe. "Makanya aku nggak kasih kamu kabur karena aku tau pasti sakit." Ucap Febe lalu mengecup bibir Gifta. "Beneran ini mau ke toilet?" Tanya Febe.

Gifta menganggukkan kepalanya. "Ya udah sini aku gendong." Febe beranjak dari atas tubuh Gifta memposisikan tangannya untuk menggendong istrinya itu.

Gifta meraih selimut yang tadi menutupi tubuh mereka, melingkupi tubuhnya dibagian yang malu akan kondisi tubuhnya tak berani melihat Febe yang duduk di sampingnya.

"Kenapa itu melengos, liat sini dong?" Febe mencolek pipi Gifta.

"Malu tau!"

"Ngapain juga malu. Udah di luar kepala tau." Febe menggoda Gifta.

"Kamu dong harus hapalin aku juga." Panas menjalar di tubuh Gifta mendengar kata-kata Febe. "Sekarang sih nggak bisa aku kan pake boxer." Lanjut Febe lagi.

Mendengar kata-kata Febe helaan lega Gifta rasakan.

"Kenapa tuh napasnya? Kamu pikir aku nggak pake apa-apa?" Tadi setelah Gifta terlelap Febe mengambil boxernya di lemari, dan juga mengambil baju tidur Gifta. Namun niatnya yang akan memakai kan baju untuk Gifta terhenti karena Febe takut mengganggu tidur Gifta. Jadilah ia menutup tubuh polos Gifta dengan selimut -tentu saja setelah ia puas memandang tubuh molek istrinya itu- dan memeluknya untuk memberikan kehangatan.

Febe segera mengendong Gifta yang terlihat hendak turun dari ranjang. "Kan udah dibilang, biar aku yang gendong. Nakal banget sih kamu." Omel Febe sambil menggendong Gifta ke kamar mandi.

"Jangan macam-macam ya." Pinta Gifta yang masih dalam gendongan Febe.

"Iya." Jawab Febe yang paham maksud Gifta.

Ya kali Febe bakal ngelibas istrinya itu di kamar mandi. Ya, walaupun keinginan itu ada, tapi Febe sadar kondisi Gifta, dikasih sekali aja dia udah bersyukur nggak perlu bikin istrinya itu gempor, tapi nanti setelah Gifta terbiasa Febe nggak akan kasih ampun dia akan meminta berkali-kali. Tapi nanti.

***

"Pokoknya yang cepet aja. Terserah deh." Ucap Gifta.

"Ya udah, nasi Padang di depan aja kalau gitu." Usul Febe.

"Pokoknya yang cepet. Terserah kamu mau pesen apa, Gi, udah mau mampus ini."

"Sarapan yang kamu bikin tadi aja kalau gitu." Usul Febe.

"Gi butuh protein banyak. Telur nggak cukup. Pokoknya pesenin Gi makan, buruan." Gifta merengek.

Febe tergelak. Gifta kalau lapar emang ganas ditambah dia kelaparan karena ulah Febe makin ganas lagi jadinya.

"Minum susu itu dulu sembari nunggu orderannya datang." Tunjuk Febe pada segelas susu yang tadi dibuatkannya.

"Gi lemes, nggak bisa gerak, ambilin."

Febe menggelengkan kepala melihat tingkah Gifta, "Serasa punya anak kalau gini." Kekehnya.

Dengan cemberut Gifta meminum susu pemberian Febe. "Yang bikin Gi lemah tak berdaya kan kamu." Sewot Gifta.

"Iya, iya aku yang salah." Febe mengalah.

Febe menarik Gifta yang gegoleran di sofa ke dalam pelukannya. "Makasih ya Gi, udah bikin aku jadi pria yang beruntung." Febe mengecup kening Gifta. Dan dijawab oleh Gifta dengan gumamam.

Gifta yang hampir tertidur dalam dekapan Febe langsung membuka mata begitu mendengar kata-kata Febe. "Gi, makan aja boleh nambah, yang tadi boleh nambah juga nggak?"













Libra ♥️















Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top