22. Ruang Musik
Sudah dua jam pelajaran bahasa Jerman berlalu. Namun, tak ada satu pun penjelasan wanita bersuara lembut itu diserap oleh otak Latisha. Suara bel istirahat yang akhirnya berdering menghentikan penjelasan wanita paruh baya yang kini sedang berdiri di depan papan putih yang melekat di dinding.
"Sekian dulu pelajaran kita. Tßuss."
"Danke, Frau."
Suara ribut terdengar ketika Frau Alin telah ke luar dari kelas. Murid-murid berbondong-bondong ke kantin untuk mengisi perut mereka yang telah meronta.
Ara dan Latisha bergegas ke kantin. Mereka mendapati Garson dan Farrel yang sedang duduk di pojok kantin. Tak perlu berpikir panjang, kedua gadis itu lekas menghampiri Garson dan Farrel.
"Hai!" sapa Ara. Gadis itu duduk tepat di hadapan Garson sehingga Latisha berhadapan dengan Farrel.
"Raffa sama Asyra mana?" Ara mengendarkan pandangannya mencari-cari kedua cowok itu.
"Lagi beli makan," jawab Garson. Garson, Ara, dan Latisha saling bercanda gurau sambil menunggu Raffa dan Asyra. Mereka tertawa bersama. Namun, tanpa mereka sadari, sejak tadi Farrel memperhatikan wajah Latisha. Dia tersenyum--sangat tipis--ketika melihat Latisha tertawa seolah tak ada beban di hidupnya.
Tak berselang lama, Raffa dan Asyra datang dengan nampan yang mereka bawa. Mereka bergabung dengan Ara, Latisha, dan Garson yang tertawa. Sesekali Raffa menceritakan kejadian konyol yang dia lakukan sehingga menciptakan tawa di antara mereka.
Waktu istirahat telah berakhir. Beberapa murid mendesah kecewa karena mereka harus kembali lagi belajar.
"Anjir, ini bel kenapa cepet banget, sih!" gerutu Raffa yang mengundang tawa sahabat-sahabatnya.
"Lo nya aja yang lama kayak siput lari," balas Garson yang mendapatkan acungan jari tengah Raffa.
"Ayolah balik! Sebelum si Doraemon--julukan murid untuk guru Matematikanya yang mirip kucing dari abad 22 itu--masuk," ajak Asyra.
Keenam orang itu bergegas kembali ke kelas masing-masing. Ketika hendak berpisah, Asyra menghentikan langkah Latisha dengan mencengkeram tangan gadis yang telah memikat hatinya.
Latisha memandang bingung Asyra. Gadis itu menatap lekat manik mata hitam pekat Asyra.
"Nanti jangan pulang dulu. Tungguin gue di ruang musik, ya."
Latisha memandang Asyra yang menjauh darinya. Detak jantungnya lagi-lagi menjadi cepat. Pipinya memanas ketika mengingat wajah Asyra tadi dekat dengannya.
"Ayo! Bengong aja lo!" Ajakan Ara menginterupsi khayalannya. Lantas Latisha mengikuti langkah gadis itu untuk menuju kelas.
***
Sudah sepuluh menit berlalu semenjak bel pulang sekolah berdering. Namun, Asyra tak kunjung juga menampakkan batang hidungnya. Gadis itu telah menunggu Asyra di tempat yang dipinta.
Latisha memutuskan untuk duduk di balik piano karena kakinya telah terasa pegal. Sekelebat bayangan Farrel yang bermain piano muncul di benaknya. Tanpa sadar, gadis itu tersenyum tipis ketika mengingatnya.
Suara derit pintu yang dibuka memecahkan lamunan Latisha. Gadis itu terkejut saat orang yang tadi singgah sejenak di benaknya justru saat ini berada beberapa meter dari tempatnya.
"Ngapain?" Pertanyaan singkat Farrel entah kenapa membuat Latisha gugup.
"Nggh, nungguin Asyra. Kalau lo ngapain?" Farrel menatap kosong Latisha, enggan menjawab pertanyaan gadis yang duduk tak jauh darinya. Cowok beriris mata abu-abu itu lantas berjalan ke arah Latisha.
Dia mencondongkan tubuhnya hingga jarak mereka kian menipis. Tanpa Latisha sadari, gadis itu menahan napas sejenak ketika aroma tubuh Farrel tercium olehnya.
"Ini." Farrel menunjukkan jaketnya yang tepat berada di samping Latisha. Spontan Latisha mengangguk mengerti.
Farrel menatap Latisha. Pikirannya berlayar ke sana-ke mari. Dia mengetahui bahwa Asyra akan menyatakan perasaannya kepada Latisha.
Sepintas ide muncul di benaknya. Farrel menarik napasnya dalam-dalam. Kemudian, mengembuskannya secara perlahan. Dia berharap keputusan ini sangat tepat dilakukan, setelah semalaman tidak dapat tidur karena memikirkan hari ini.
"Tish." Panggilan Farrel menghentikan Latisha yang sedang menatap layar ponselnya. Dia antas menoleh ke arah sumber suara. Terdengar helaan napas berat dari Farrel. Cowok itu memejamkan matanya untuk menetralkan gugup yang singgah.
"Gue mau ngomong sama lo." Dengan setia, Latisha menanti cowok berparas tampan yang kini berdiri di sampingnya mengatakan yang dia inginkan.
"Gue suka sama lo, Tish."
***
Jeng jengggg!!!! Apa yang akan terjadi selanjutnya??
Penasaran? Ucapin next sebanyak yang kalian bisa ya!! wkwkwk
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top