21. Saatnya

Latisha terselak tahu yang dia makan. Gadis itu lekas minum untuk meredakannya.

Latisha menatap Asyra bingung. Gadis berparas ayu itu tidak percaya dengan apa yang baru saja didengar.

"Kalau gue suka lo gimana?" Asyra kembali bertanya. Cowok bertubuh jangkung itu menatap iris mata cokelat gelap Latisha.

"Nggh." Latisha gelagapan menjawab pertanyaan Asyra. Dia menatap jalan yang dipadati kendaraan bermotor, enggan melihat iris mata Asyrs. Pikirannya berselancar mencari kata yang tepat, takut perkataannya justru menyakitkan perasaan Asyra.

Karena tak kunjung juga menjawab, Asyra tertawa melihat wajah Latisha yang tampak serius. Dia mengacak-acak lembut rambut Latisha sambil berkata,"Gue bercanda doang, kok. Udah mukanya nggak usah gitu dong."

Latisha tersenyum masam. Hatinya teriris perih ketika mengetahui Asyra hanya bergurau. Di lubuk hatinya, ada rasa yang menginginkan bahwa cowok tampan di sampingnya ini merasakan hal yang sama dengan apa yang dia rasakan.

Latisha memandang kosong punggung Asyra yang sedang membayar makanan. Dirinya lekas tersenyum ketika cowok itu menatapnya.

"Yuk, balik! Nanti keburu malam."

***

Suara bising dari game yang dimainkan Raffa dan Garson bercampur dengan suara gitar yang dipetik Farrel. Keempat cowok tampan itu sedang berkumpul di rumah Raffa.

Raffa dan Garson yang asik bermain FIFA tak sedikit pun merasa terganggu. Begitu pula dengan Farrel yang seolah menikmati dunianya sendiri.

Asyra tiduran di sofa. Dia menatap langit-langit kamar Raffa sambil membayangi wajah Latisha. Tanpa dia sadari, ujung bibirnya terangkat sedikit.

"Kalau gue nembak Latisha gimana?" Perkataan Asyra sukses membuat sahabatnya tercengang. Farrel yang sebelumnya sedang memetik senar seketika memandang Asyra.

"Lo suka sama dia?" Farrel bertanya dengan nada yang entah kenapa terasa sangat dingin.

"Ya, iyalah! Menurut lo gimana?" Kini, Asyra berubah posisi menjadi duduk. Dia menanti jawaban dari sahabat-sahabatnya.

"Ya, baguslah! Jadi sekarang alien keren punya couple deh!" ucap Raffa yang telah menge-pause game-nya.

"Tapi gimana, ya, nembaknya?" Raffa tersenyum miring. Otaknya seketika bekerja lebih baik daripada saat pelajaran Fisika. Cowok itu meminta Asyra mendekat ke arahnya.

"Jadi, besok--" Asyra mulai mendengarkan Raffa yang mengatakan susunan strategi. Senyum keduanya terbit ketika telah berhasil menyusunnya sedemikian mungkin.

"Gokil! Otak lo kadang encer, ya!" puji Asyra sambil menempeleng kepala sahabatnya itu. Tercipta tawa dari ketiga cowok tampan itu, kecuali  Farrel yang memandang kosong lantai keramik kamar Raffa.

"Pokoknya kalau lo udah jadian sama Latisha, lo wajib traktir kita!" ujar Garson penuh semangat. Tawa lagi-lagi mewarnai kamar Raffa.

Asyra melirik jam yang menggantung di kamar Raffa.

"Gue balik dulu, deh! Yuk, Son, cabut! Btw, thanks, ya, Raf, untuk strateginya." Asyra berkata setelah mengetahui jam telah menunjukkan pukul sembilan malam. Dia berjalan mendahului Garson, meninggalkan Raffa dan Farrel di ruang luas itu.

Raffa merapikan playstation-nya. Kemudian, dia menghempaskan dirinya di tempat tidur tepat sebelah Farrel. Cowok itu menatap Farrel. Dia menyelediki gerak tubuh Farrel.

"Kenapa lo? Dari tadi diam aja. Nahan boker?" tanya Raffa tanpa menyaring terlebih dahulu pertanyaannya. Sontak, hal itu justru membuat Raffa mendapatkan hantaman empuk bantal yang dilempar Raffa.

Raffa tertawa terbahak-bahak melihat sahabat dinginnya ini. Dia menatap langit kamarnya.

"Rel," panggilnya tanpa mengalihkan pandangannya.

"Lo suka Latisha?" Pertanyaan Raffa membuat Farrel terlonjak kaget. Cowok beriris mata abu-aby itu mengangkat bahunya. Dia sendiri tidak tahu untuk siapa hatinya saat ini, 'dia' atau Latisha.

"Lo pikirin, Rel. Mungkin udah waktunya lo buat lupain dia." Farrel terdiam. Kini, pikiran dan hatinya mulai menentukan kepada siapa dia akan kembali merasakan yang namanya jatuh cinta.

***

Farrel meletakkan ponselnya di atas nakas. Tepat di samping ponselnya, pigura berisi foto seorang gadis menarik perhatiannya. Farrel meraih pigura itu. Iris mata abu-abunya memandang kosong foto di hadapannya.

"Lo ke mana, Ra?" Farrel tersenyum sedih. Dia masih mengingat dengan jelas kenangan menyakitkan dengan mantan kekasihnya--atau masih dapat dibilang kekasihnya karena tak ada kejelasan di hubungan mereka.

"Kapan lo kembali?"

"Gue udah capek nungguin lo selama tiga tahun ini, Ra. Dan sedikit pun lo nggak ngasih kabar untuk gue." Pandangan Farrel berkabur akibat air mata yang menutup jarak pandangnya. Rasa sakit hatinya hingga saat ini belum juga terobati.

Farrel menarik napasnya dalam-dalam dan mengembuskannya secara perlahan. Dia membuka laci nakasnya. Kemudian, menyimpan pigura itu ke dalamnya. Sebelum menutup lacinya, Farrel menatap foto itu, seorang gadis dengan senyum semanis madu. Cowok itu tersenyum tipis.

"Mungkin ini saatnya gue ngelupain lo."

***
Next?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top