The Mission
Saat itu usianya baru tiga belas tahun. Ketika anak lain seumuran dengannya baru memasuki ujian Chuunin, ia justru telah bergabung dengan ANBU. Satu tahun menjalani latihan, akhirnya kini ia dinyatakan resmi sebagai satu dari anggota terpenting Konoha.
Sebenarnya tidak banyak perbedaan saat ia baru melakukan latihan dengan misi resmi ANBU. Hanya jumlah partner saja yang lain. Ia tidak lagi diikuti oleh senior untuk diawasi.
Misi panjang pertamanya adalah menjaga seorang jinchuuriki. Ia ingat tragedi yang menyerang Konoha empat tahun silam. Di mana monster rubah raksasa mengamuk dan memorak porandakan desa mereka.
Itachi bukan tipe pengeluh. Ia belajar mengolah pembawaan diri dan emosi yang akan dikeluarkan. Bukan karena ia seorang Uchiha, melainkan ada sisi dalam pikiran terdalam yang menuntut hal tersebut.
Seluruh anggota ANBU meremehkan ia yang merupakan termuda di antara mereka. Termasuk beberapa dari keluarga besar Uchiha. Sayang, Itachi sama sekali acuh. Ia memiliki standar tinggi yang dibuat khusus untuk diri sendiri. Pendapat yang lain adalah omong kosong semata.
Saat itu ia kali pertama melihat Naruto. Bocah yang mungkin seusia Sasuke, tengah meringkuk di dalam apartemen yang kosong. Bunyi tangis dan cegukan yang mengiringi di malam hari, sedikit menyentuh hati Itachi.
Ia membayangkan bagaimana jika Sasuke yang ada di posisi anak tersebut.
Tidak mengetahui siapa kedua orang tua. Tinggal sendiri dengan kehadiran Sandaime sebagai penghibur sesekali. Ia tahu betul banyak orang dewasa di Konoha membenci anak itu.
Saat misi pertama turun padanya. Ia langsung mengamati. Bagaimana senior di ANBU hanya diam melihat tangis si bocah. Tidak ada reaksi atas bekas merah yang ada di pipi sang anak.
Itachi mengambil alih pergantian atas penjagaan Naruto. Setelah memastikan tidak ada lagi anggota lain, ia memasuki apartemen kosong tersebut.
Tangis Naruto terhenti sesaat. Bocah yang seumur dengan Sasuke. Bermata sembab, memandang Itachi penuh takut. Ia pun tidak mengatakan apapun. Hanya mendekat dan menghapus air mata yang menuruni pipi.
Secara mengejutkan tangis Naruto makin keras. Bocah pirang itu bahkan melempar diri ke dalam pelukan Itachi. Bercerita panjang lebar mengenai kebingungan atas kekerasan yang dia alami.
Semua tidak peduli. Luka kecil yang Naruto derita selalu hilang dalam semalam. Memberi kesempatan pada penduduk untuk melukai Naruto tanpa mendapat peringatan dari Sandaime.
Sejak hari pertama. Hati Itachi telah tersentuh oleh kesakitan Naruto. Empati yang ia miliki terhubung dengan derita yang dialami sang pirang.
Sejak saat itu juga ia menjaga agar tidak ada yang melukai Naruto lagi.
*****
"Aku mendapat misi khusus! Apa kau percaya? Akhirnya, setelah lama menantikan."
Naruto bercerita semangat pada Itachi yang berdiri di sisi tertutup di mana yang lain tidak dapat melihatnya. Si pirang mengemasi bekal untuk perjalanan esok.
"Siapa yang akan menjadi ketua?" tanya Itachi setelah lama diam. Ia merasa ada yang aneh dengan misi Naruto kali ini.
"Tentu saja, Kakashi-sensei. Sasuke dan Sakura juga ikut."
Naruto membalik tubuh untuk menghadap Itachi. Ia tersenyum lebar.
Mungkin ini hanya intuisi sembarang. Ada Kakashi dalam misi esok. Ia tidak perlu khawatir.
Tetap saja, ada yang ganjal.
Itachi mendekati Naruto. Menarik wajah bergaris agar mendongak, ia menggeser sedikit topeng elang untuk mencium bibir Naruto.
"Aku harus menyelidiki sesuatu. Sakuma akan menggantikanku nanti," ucap Itachi sembari membereskan topengnya.
Dalam sekejap Itachi menghilang.
Naruto mengusap bibirnya sendiri.
*****
Itachi mengambil satu misi untuk keluar Konoha. Selama ayahnya masih menjabat sebagai ketua ANBU, maka mudah bagi ia memilih misi yang diinginkan. Tetap saja ia tidak seenaknya menggunakan posisi sang ayah. Ia lebih senang mendapat misi sesuai perintah.
Sekarang ia terpaksa menggunakan koneksi ayahnya. Mengambil misi yang sekira membutuhkan dua sampai tiga minggu.
Pertama ia mengeksekusi misi yang harus diemban. Mengeleminasi segerombolan ninja bayaran yang mengancam kekuasaan Daimyo mereka. Seharusnya misi ini membutuhkan dua minggu karena keberadaan ninja-ninja tersebut tersembunyi.
Tapi tidak bagi Itachi. Ia hanya perlu menyebarkan isu sebagai perangkap. Meninggalkan beberapa jejak demi menarik keluar mereka. Setelahnya hanya tinggal masalah kesabaran.
Tiga orang tertangkap. Mudah sekali bagi Itachi mengorek informasi pada tawanannya. Siksaan saat interogasi merupakan satu keahlian yang ia miliki.
Hanya dalam waktu tiga hari gerombolan itu berhasil disingkirkan.
*****
Naruto berpura-pura seperti tidak terjadi apapun. Sasuke mengikuti sikap sahabatnya. Hanya Sakura yang berulang kali melirik curiga.
Naruto membenarkan ransel di pundak. Menunggu Kakashi untuk datang dan melangsungkan misi mereka.
Misi kali ini hanya mengantarkan dan menjaga utusan dari seorang saudagar kaya. Sama seperti sebelumnya, hanya saja menurut data yang masuk, ada ninja bayaran yang akan menghadang.
*****
"Nggh."
Entah bagaimana misi ini seperti jebakan. Naruto tengah terkurung dalam ilusi cermin. Ia melihat Kakashi-sensei melawan beberapa shinobi.
Sasuke berusaha memasuki area ilusi, meski Sakura berteriak padanya untuk tetap diam dan menunggu sensei yang melakukan.
Rasa panas menyelimuti. Membakar dari ujung kaki ke puncak kepala. Pria berbadan besar dengan rambut hitam berantakan tengah menarik helaian emas Naruto. Satu tangan lain menekan pada leher, mencekik di mana sebuah segel hasil jutsu temannya tengah mengurung kekuatan Kyuubi.
Ini jebakan. Mereka kemari hanya untuk mengambil alih Jinchuuriki Konoha. Mencegat saudagar hanya kamuflase.
Mulut Naruto membuka dalam jeritan tanpa suara, warna mata biru menghilang. Cekikan mengetat pada leher. Tato segel menyebar hingga ke seluruh tubuh. Berbentuk rantai yang saling menyilang.
"Naruto!" jeritan Sasuke sempat menolong kesadaran sang blonde. Mata yang kosong bersinar kembali.
Pemuda pirang itu meronta, menendang satu kaki ke samping. Mengalihkan perhatian dalam beberapa detik, namun sudah cukup untuk Sasuke memecahkan ilusi cermin dan menembus masuk.
Uchiha muda itu menarik kawannya beberapa meter menjauh. Ia melirik ke arah Kakashi-sensei yang sudah mengurus bawahan penyerangan ini. Sang copy-nin memang pantas mendapat julukan tersebut. Jutsu naga airnya meratakan mereka sekaligus mengukung beberapa.
Naruto terlalu lemas untuk bangun. Ia membiarkan Sasuke menopangnya. Sayang, shinobi itu sudah menyerang sekali lagi. Mengorbankan dirinya, bungsu Uchiha melindungi sang Jinchuuriki.
******
Saat Itachi kembali, ia sangat tertekan. Satu sisi ia harus mendengar jika adiknya tengah tak sadarkan diri dan dalam masa perawatan. Ibu mereka menunggunya sejak tadi.
Sebagai kakak yang menyayangi adik, rasa overprotektif muncul. Sepulang misi, belum sempat ia menulis laporan, pemuda elit ANBU itu segera menuju rumah sakit Konoha.
Tapi, begitu sampai ia bukan hanya melihat Sasuke. Naruto ikut terbaring di ranjang sebelah. Keduanya tengah berisik memaki satu sama lain. Gadis berambut merah muda merespon suara keras sang blonde dengan menyodorkan apel yang sudah dikupas. Menyuapi dengan memaksa. Menutup mulutnya yang sejak tadi berbuat bising.
"Itachi," panggil Sasuke menyadari sang kakak berdiri di dekat pintu kamar inapnya.
Anggota elit ANBU itu segera berdiri di samping sang adik, mata hitam legam menyisir untuk mencari luka yang ada. Tangan kanan diperban dan sepertinya cukup parah. Ada beberapa goresan di wajah, serta memar kebiruan yang mencuat dari celana hitam pendek yang dikenakan Sasuke.
"Aku baik-baik saja," suara khas sang adik terdengar terkesan. Memang salah satu kelemahan Itachi adalah melihat orang yang disayanginya terluka.
"Si bodoh itu melompat masuk dalam jutsu musuh, aku pikir hanya aku saja yang bisa bertindak sembrono," tukas Naruto dari samping. Bibirnya bergerak mengunyah apel yang disodorkan tadi.
"Bersikaplah baik, Naruto, Sasuke-kun yang sudah menyelamatkanmu. Jika dia tidak mengulur waktu untuk Kakashi-sensei, mungkin kau sudah tak ada." Gadis pink itu bersedekap. Manik emerald mendongak ke arah Itachi, semburat merah menghiasi pipi begitu pandangan mereka bertemu.
Sasuke menyeringai kecil saat wajah Naruto ikut menyemburat.
"Kau baru pulang dari misi? Aku baik-baik saja, sore nanti aku sudah diizinkan pulang."
Itachi mengangguk. Ia mengusap dahi Sasuke. Rasa sayang sebagai kakak menghangatkan hubungan mereka. Bungsu Uchiha tersenyum kecil, menarik tangan kakaknya.
Sulung itu mengerti, ia menyentil kening Sasuke. Senyum simpul menyambangi bibir sang prodigi Uchiha. "Jangan berbuat sembrono lagi."
Setelah itu ia berbalik, menyempatkan diri untuk mengangguk pada gadis pink dan Naruto.
Masih ada waktu untuknya memeriksa Naruto. Ketika sudah tidak ada siapapun di sekitar mereka.
*****
"Senior Kakashi mengatakan bahwa penjagaan terhadap Uzumaki Naruto akan diperketat. Hokage tidak ingin hal ini terulang kembali."
Itachi diam di balik topeng. Menunggu informasi yang tertinggal selama ia pergi mengerjakan misi. Padahal, sudah susah payah Naruto menginginkan misi yang tidak mengukungnya pada area Konoha.
Setelah rapat singkat tersebut, Itachi langsung pergi. Menuju rumah sakit di mana Naruto masih harus dirawat karena segel yang menahan kekuatan Kyuubi itu masih tersisa. Semua tahu di Konoha yang ahli dalam segel menyegel adalah Yondaime Hokage. Tapi, Itachi menempati posisi kedua.
Ia menyelinap masuk. Menggantikan Sakuma yang menanti di luar rumah sakit.
Pandangan hitam menginspeksi setiap luka yang mengotori tubuhnya. Ia mendekat, mengamati intrikat segel yang masih membelenggu Naruto. Tangan sang ANBU mengusap bagian leher, di mana tato rantai masih terlihat.
"Hey."
Itachi tidak menjawab.
"Aku tahu kau marah karena aku terluka."
Itachi menyusuri dengan jari telunjuk, mencari titik chakra yang digunakan untuk mengunci segel ini. Pada rahang, menurun ke leher, bergeser pada area di belakang telinga, lalu kembali menyentuh pelan.
Tubuh sang blonde bergedik akan sentuhan kecil yang ia lakukan.
"Aku akan menarik sisa segel yang ada."
Itachi menemukan titik pusat pengunciannya. Ia mengumpulkan chakra pada tiga ujung jari, lalu menekan ke belakang tulang tengkorak sang blonde. Siapapun yang memasang ini tahu bahwa untuk mengendalikan kekuatan sebesar Kyuubi, maka mereka harus bisa mengambil alih pikiran sang jinchuuriki.
Ia menekan, tapi tidak menduga ketika Naruto melempar dirinya sendiri untuk memeluk sang ANBU, menggeser topengnya dengan sangat cepat. Ruang inap yang temaram, cukup melindungi identitasnya. Kedua tangan mengitari pundak berjubah. Mulut hangat membuka dalam kesakitan pelan.
Itachi mengerti, ia menahan leher Naruto. Mulutnya berslot pas dengan milik sang blonde. Konsentrasi yang harusnya terbagi, masih dapat terfokuskan untuk mengambil sisa segel. Ia hanya mendistraksi pemuda pirang dalam pelukannya untuk tidak menjerit kesakitan.
Tenaga dalam sang Ichitaka telah terkuras. Mengambil sebuah segel bukan pekerjaan mudah.
Naruto makin lemas dalam pelukannya. Sisa reaksi dari chakra yang terkungkung, membuatnya pusing sesaat.
Itachi memindahkan tangan dari belakang tulang tengkorak sang blonde. Ia menaruh kepala Naruto ke pundaknya, mencegah pemuda pirang itu mengetahui siapa wajah di balik topeng elang.
Dalam diam ia membenarkan posisi topeng khas ANBU.
"Naruto."
Pemuda pirang langsung menjauhkan diri. Senyum lelah, namun menyiratkan kesenangan dapat terlihat di wajahnya. Itachi baru mengerti jika ia senang karena namanya dipanggil.
Mungkin setelah ini ia akan sering menyebut nama Naruto, demi melihat senyum indah itu merekah.
"Apa kau pernah berpikir untuk mengubah jalur pendidikanmu?"
Pemuda pirang itu meneleng tak paham.
"ANBU."
Satu kata saja sudah menjelaskan sisa ucapan yang akan dikatakan oleh Itachi.
Ia membaringkan Naruto kembali ke ranjang. Membenarkan letak selimut, seperti yang biasa dilakukannya saat mereka masih di kamar sang blonde.
"Tapi, tak semua orang bisa menjadi ANBU," ujar Naruto tak yakin. Setahunya pasukan elit Konoha tidak begitu saja terbentuk. Mereka adalah orang-orang pilihan.
"Tidurlah, kau bisa memikirkannya nanti."
Itachi menyentuh titik penenang dalam tubuh Naruto. Memaksa sang blonde untuk terlelap.
Apa yang diucapkan tadi sangat spontan. Ia tidak berpikir lebih jauh. Ia hanya mengikuti keinginan agar Naruto aman dan selalu di sisinya. Membuat pemuda blonde bagian dari pasukan elit mereka, maka hal tersebut bisa terlaksana.
Lagipula, dalam ANBU ketika kau bergabung, maka kau akan menjadi bagian keluarga.
Bukankah ikatan kuat seperti itu yang dibutuhkan oleh Naruto?
Itachi memilih diam. Menghabiskan satu malam dalam berpikir dan membuat rencana untuk mendapatkan yang ia inginkan.
.
.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top