Bab 8

🥀🥀🥀

Ternyata gak ada yang bisa Lyra percaya termasuk si kupu-kupu biru itu. Semua ngarang. Lyra sadar ternyata selama ini belum benar-benar mendapat petunjuk untuk pulang. Lalu bagaimana dia sekarang? Benar-benar terjebak kah?

Tuk
Tuk
Tuk
Tuk
Tuk

Pintu kamar sempit itu kembali di ketuk brutal. Mona? Atau Mike? Tapi biasanya..

Cklek..

Juan! Bener kan dia.

"Ngapain lu?" Tanya Lyra ketus. Juan malah masuk makin dalam kemudian menutup pintu itu semakin rapat.

Sudahlah.. Kali ini Lyra tak takut. Ethan ternyata lebih mengerikan dari pada dia. Lyra dengan tenang kembali duduk di ranjangnya sambil kembali memikirkan semua ini. Caranya untuk pulang, mantra yang berusaha ia ingat, semua seolah melebur tanpa kejelasan.

"Lu gak nyambut gue gitu? Biasanya girang banget kalau gue ke sini." Julian duduk di tempat yang sama. Masih dengan perban di mana-mana. Kayaknya sekarang gak akan macam-macam kan? Bisa apa dia.

"Gue udah gak tertarik sama lu.." ungkap Lyra benar-benar cuek dan malah meraih sebuah buku untuk ia baca. Semalaman dia memikirkan jalan keluar dari semua ini. Cara apapun akan dia lakukan untuk bisa pulang. Akhirnya dia hanya bisa membaca seluruh buku-buku itu tanpa melewatkan apapun. Setidaknya dia harus tau bagaimana cara Aura berpikir kan? Tapi sayangnya, sejauh ini Lyra masih tidak menemukan apapun. Mungkin otaknya tidak bekerja dalam situasi seperti ini.

"Lu gak gini dulu.. Berkali-kali gue rasa lu berubah Ra.."

Bodoh! Berpikirlah sesukamu Juan! Lyra benar-benar tak peduli sekarang. Eh tapi, gimana caranya dia jadi raja jika Ethan pun tidak menginginkannya? Apa Julian justru yang menginkan tahta itu?

"Lu pengen jadi raja?" Tanya Lyra.

"Gila lu!" Reaksi Julian diluar dugaan. Tak lagi seringai aneh, atau ekspresi penuh misteri lainnya. Kali ini Julian terlihat menepis hal yang tak mungkin dia sentuh.

"Kenapa lu panik? Gak bakal ada yang denger juga." Ungkap Lyra heran.

"Tapi sikap ini bukannya berarti pemberontakan? Bisa-bisanya lu khianatin Ethan."

"Gue cuma nanya lu doang.."

"Cck..sss.." Julian kesal sambil mendesis saking gemasnya kemudian kembali meneliti gerak gerik Lyra yang ia rasa sangat jauh berbeda dengan sebelumnya. "Lu berubah Ra.. Air sungai Yui ada magisnya ya? Bisa-bisanya lu jadi gini?"

"Gini gimana?" Lyra enggan menjelaskan. Bisa-bisa ketahuan kan?

"Lu lebih berani, sekarang so jual mahal sama gue padahal dulu murahan banget. Dan, lu kayaknya punya rahasia.."

"Rahasia apaan.." Elak Lyra. Dia harus menutupinya. Jika semua tau, apa jadinya? Untung kalau Julian gak menghalanginya pulang. Kalau dihalang-halangi juga kayak Ethan? Gimana?

"Tapi gue suka."

Deg!

Lah? Kenapa malah deg-degan? Heh jantung! Gak tau diri yah lu! Ini Juan loh! Julian sama Juan sama aja! Di dunia nyata sana dia ngejar-ngejar lu! Mana boleh lu deg-degan begitu! Atau jangan-jangan jantungnya mulai bermasalah kah? Tapi selama ini jantungnya baik-baik saja kan?

Cup..

Deg!

Bangsatd!

Plakkkk

Julian tiba-tiba mencium bibir Lyra dan berakhir dengan tamparan telak di pipi padahal masih penuh dengan lebam.

Arrghh..

"Sorry.. Sorry.." Lyra merasa bersalah. "Lu bercandanya kelewatan lu.."

"Gue kagak bercanda elah.. Lu kasar banget lu jadi cewek. Udah dua kali yah gue di pukul." Julian malah terlihat semakin lucu. Dia merajuk sambil mengerang kesakitan.

"Ya abis tingkah lu ada-ada aja." Lyra tak membenarkan meski Julian tak terlihat sebagai ancaman lagi sebenarnya. Lyra justru makin nyaman dengannya. Dengan begini, dia lupa bahwa dia sedang berada di dunia yang asing. Setidaknya ada Juan. Ya kan?

"Ra.. Butuh keberanian gede biar gue bisa kayak gini Ra.. Lu gak nyadar ngapa?! Kapan coba gue se-berani ini coba?" Julian merenggut sambil memegang pipi yang tadi ditampar Lyra.

"Ya sorry kali.. lagian lu main cipok-cipok aja. Itu pelecehan namanya!" Jelas Lyra meski lebih terdengar seperti penyesalan sebab wajah Julian yang bonyok itu pasti malah makin perih.

"What?! Come on! Kemarin-kemarin yang ngejar-ngejar gue sambil telanjang siapa? Hah?!"

"Serius gue gitu?" Seketika mata Lyra melotot saking kagetnya. Si kupu-kupu biru emang biadab. Bisa-bisanya murah banget ngumbar tetek cuma buat dia?

"Iya. Lu kenapa si?" Julian terlihat semakin heran.

"Itu bukan gue! Lupain! Gue gak semurah itu ya sorry.." Lyra langsung menyilangkan kedua tangan di depan dada tanda pertahanan diri. Namun bukannya kecewa, Julian malah tersenyum lagi. Deuh.. Otaknya ngeres noh pasti. Lyra bisa menebaknya.

"Kok gue malah makin suka lu yang kayak begini si Ra.."

"Setan lu! Pergi sana!" Lyra mendorong sekuat tenaga. Namun Julian malah makin sumringah.

"Kalau lu maunya main tarik ulur, oke! Gua jabanin! Tunggu aja! Mulai sekarang gue yang bakal ngejar-ngejar lu!" Ancaman Julian dan Juan sama. Apa mungkin bukan takdir Lyra di dunia nyata dan di dunia paralel sama saja? Jika pribadi Lyra tetap sama, artinya dia pun masih memiliki nasib yang sama? Yaitu dikejar-kejar Julian atau Juan. Keduanya sama saja.

"Sana lu!!" Lyra makin brutal mendorongnya keluar dari kamar meski sambil cekakak cekikik gak jelas. Begitupun dengan Julian.

Namun..

Tawa itu berubah suram ketika di depan pintu ternyata sudah ada seseorang yang menunggu.

Ya.

Ethan.

Entah sejak kapan dia berdiri di sana dengan wajah merah padam. Matanya seolah menyala saking marahnya.

"Ngapain di sini?" Ethan terlihat marah dengan suara penuh penekanan.

"Lu liat sendiri.." Julian malah terlihat puas dengan senyuman menyebalkan itu lagi.

"Lyra?" Ethan kini beralih memandangi Lyra. Panggilan yang semula Aura, kini sudah berganti. Artinya yang Ethan panggil benar-benar Lyra dari dunia nyata. Lyra si cinta pertama Ethan di dunia nyata. Bukan Aura yang selalu ingin Ethan lindungi, bukan juga Aura si kupu-kupu biru.

"Kalau lu tetep gak mau ngasih tau caranya, gue bakal kabur sama dia. Dan pikirin caranya sendiri." Kalimat sarat makna itu tiba-tiba meluncur dari mulut Lyra dengan lancar. Lyra setidaknya mulai menggertak Ethan. Siapa suruh menyembunyikan mantra itu dan bersikap mengerikan seperti kemarin. Lyra benar-benar tak menyukainya. Julian sedikit mengerut karena tak terlalu mengerti. Hanya mereka bedua saja yang paham

"Gak gini caranya. Ada banyak yang belum gue jelasin." Ungkap Ethan yang hanya membuat Julian semakin bingung.

"Cerita tentang kehancuran Lumina itu pasti bohong juga kan? Gue mempertanyakan semuanya sekarang. Kalaupun gue harus percaya, gue milih percaya sama diri gue sendiri. Silahkan buat apapun sesuka lu, gue gak peduli. Gue punya jalan sendiri. Dan kalaupun harus selamanya terjebak, gue gak mungkin milih terjebak sama lu.." Hantaman keras itu membuat Ethan mematung di tempat.

Lagi.

Mungkinkah dia harus kehilangan hati Lyra lagi kali ini? Setelah sebelumnya Aura pun sama-sama pergi. Padahal Ethan sudah jungkir balik meneliti peleburan ruang dan waktu ini dengan berbagai cara. Apa semua akan sia-sia? Apa Ethan benar-benar tidak akan bisa pulang ke dunia nyata?

"Kalian lagi ngomongin apa si?" Julian yang tak paham akhirnya bertanya. Memang ini yang betul kan? Kalau malu bertanya nanti sesat di jalan. Iya kan? Tapi tentu saja ini bukan ranahnya. Julian tak seharusnya bertanya sebab tak mungkin dari keduanya ada yang dengan sukarela menjawab.

Ethan malah masuk, kemudian menarik tangan Lyra paksa dan membawanya dengan cepat. Julian tak diberi kesempatan untuk menahan.

"Gak! Mau kemanaa?" Semakin Lyra berontak, cengkraman tangan Ethan justru makin kuat. Ethan menariknya dengan kasar. Arah yang dia tuju pun kali ini sama sekali tak dikenali oleh Lyra. Ethan masuk ke dalam sebuah pintu lalu menuruni tangga yang entah berapa jumlahnya. Yang jelas di sana sangat gelap dan dalam.

Ternyata ada ruangan seperti ini? Ruangan bawah tanah kah? Meski tak lagi berontak, Lyra sudah cukup ketakutan sekarang. Ruangan yang hanya di isi cahaya lampu kuning seadanya itu ternyata adalah ruangan khusus untuk menyimpan wine. Lyra pikir Ethan akan membawanya ke penjara bawah tanah. Ternyata gudang wine?

"Liat!" Ethan mengambil lalu melempar sebuah kotak besar berisi berlembar-lembar kertas usang dalam jumlah banyak. Semakin diperhatikan, semua kertas itu ternyata berisi perhitungan-perhitungan angka. Semua terlihat asing. Lyra tak mengerti sama sekali.

"Ini hasil pemikiran gue selama 18 tahun di sini, gue lalui sendiri untuk mempelajari peleburan ruang dan waktu." Entah mengapa Lyra melihat mata Ethan berkaca-kaca. Wajahnya semakin merah. Lyra pun tak paham kenapa harus se-marah itu.

Apa sih ini? Pikir Lyra.

"Semua perhitungan ini, gue kumpulin dan uji coba berkali-kali. Sampai mantra dan black hole bisa terhubung lagi kayak 18 tahun lalu. Benda yang bisa gue lebur ke dunia nyata adalah hasil perhitungan setiap detik ruang dan waktu, dengan mempertimbangkan keadaan alam, kondisi fisik, juga psikologi. Meski sejauh ini gak ada bukti, tapi gue yakin itu berhasil. Gue bakal coba lagi nanti. Semua gue pertimbangkan dengan cermat.. Liat ini.. Sejauh ini yang paling masuk yang ini..
Misalkan kita ingin buka portal ke dunia paralel, semua aspek ini harus terpenuhi.. Lokasi: 40,7128° LU, 74,0060° BB (Lumina) Waktu: 14 Februari 2024, 14:30 GMT Energi: 10^18 Joule (energi yang dibutuhkan untuk membuka portal) Koordinat: (40,7128, 74,0060, 2024-02-14 14:30) Rumus hipotetis: E = (m * c^2) / (1 - (v^2/c^2)) Dan semua itu harus berbarengan dengan gerhana matahari. Kalau percobaan gue ini berhasil, kita bisa pulang. Ra.."

"Artinya moment kita kembali ke dunia nyata gak bisa sembarangan?" Tanya Lyra memastikan meski tak sepenuhnya paham dengan apa yang Ethan jelaskan tadi.

"Ya."

"Lu teliti semua sendiri?"

Ethan kembali mengangguk yakin. "Gue gak bisa cerita ini ke siapapun. Termasuk Aura. Tapi kali ini gue ada teman bicara." Ethan terlihat lega kala itu. Bayangkan seberapa mendenritanya dia selama ini.

"Artinya yang bikin lubang black hole terbuka dan bikin gue di sini pun elo?"

"Kalau itu bukan. Gue gak ngelakuin apapun. Gue cuma nyuruh Aura baca mantra tanpa mempertimbangkan semua perhitungan ini. Karena itu gue rasa semua ini percuma. Mau dihitung bagaimanapun, lubang black hole gak bisa terbuka hanya dengan mantra itu doang. Entah faktor apa yang mempengaruhi semuanya, gue masih gak paham sampai sekarang." Ethan terlihat makin frustasi.

"Sebenarnya asal lu dari mana?" Tanya Lyra penasaran.

"Dunia nyata." Jawab Ethan yakin.

"Lu terjebak di sini?"

"Ya."

"Sejak?"

"Sejak hari terakhir kita bertemu di depan rumah gue itu. Black hole tiba-tiba terbuka dan gue tersedot ke sini. Sayang, Ethan dunia paralel gak bisa gue temui setelah gue berkali-kali coba hubungi dengan berbagai macam cara. Dan kalau lu berkomunikasi dengan Aura di dunia nyata sana sangat aneh. Gue gak pernah bisa berhubungan sama Ethan dunia paralel sama sekali. Tapi lu kok bisa?" Tanya Ethan.

"Apa karena gue cewek?" Pertanyaan Lyra sungguh dangkal. Ethan tentu memincing tak suka.

"Bisa gak spekulasinya agak bermutu dikit?" Ujar Ethan.

"Bjir! Gue di katain."

"Dikatain apa?" Ethan tak merasa sedang mengatai Lyra kala itu. "Tapi Ra.. Kenapa gue mikirnya lu yang cuma halusinasi gak sih? Itu beneran suara Aura di dunia nyata kan?"

"Ey! Gue belum gila kayak lu yah!" Tunjuk Lyra seolah tak terima.

"Oke.." Ethan sekilas tersenyum melihat reaksi Lyra seperti itu. "Jadi.. Bisa gak lu gak khianatin gue sekarang?" Pinta Ethan kini sedikit ragu.

"Khianatin apa sih maksudnya? Terus lu kayaknya marah banget tadi, kenapa si?"

"Gara-gara lu sama Julian lah!"

"Cemburu? Tapi kan lu sama gue pun gak sedang dalam hubungan kayak begitu. Kenapa harus cemburu?"

"Bukan cemburu. Setidaknya kita harus tetap bersama karena berasal dari dunia yang sama ya kan?" Ungkap Ethan seolah menjelaskan amarahnya tadi. Tapi bukankah tadi itu terlalu berlebihan dan terkesan lebay? Pinter banget dia mengolah ini supaya tidak terlihat terlalu kentara. Artinya fiks. Soal Ethan yang memiliki seribu wajah terverifikasi dengan baik. Lyra mengakuinya sekarang.

"Lu gak suka sama gue kan?" Lyra berusaha memperjelas.

"Suka!"

Deg!

Bjir! Dag-dig-dug jantung Lyra tiga kali lebih cepat dari biasanya. Apalagi melihat Ethan malah semakin mendekat ke arahnya.

"Lu pikir kenapa gue semarah itu tadi?" Tanya Ethan. "Dari pertama gue ketemu sama Lo di depan rumah, gue bener-bener tertarik. Waktu itu sebenarnya sekitar empat atau lima hari lagi, gue bakal sekolah di tempat yang sama bareng lu. Tapi gara-gara tersedot black hole ini, gue gak bisa ketemu Lo selama 18 tahun karena terjebak di sini."

"Artinya lu tersedot ke sini dan langsung lahir gitu? Jadi bayi?"

"Ya. Tapi ingatan tentang kenangan selama 18 tahun di dunia nyata gak pernah hilang sejak gue bisa berpikir dengan baik. Kayaknya karena ini gue disebut gila sama mereka." Kekeh Ethan.

Akhirnya semua jelas. Ternyata alasan kenapa Aura membencinya selama ini. Kenapa Ethan katanya tidak tertebak, dan alasan kenapa Ethan terkesan selalu berubah-ubah. Semua orang di dunia paralel tidak akan paham alasan Ethan sebab tak ada yang bisa menjangkau ini.

"Terus.. Tentang lu yang bawa gue ke sini, maksudnya gimana? Kemarin lu pernah bilang gitu.."

Ethan terlihat tertegun seolah sedang berpikir keras. Dia sedikit kebingungan namun berniat menjawab tanpa menyisakan apapun. Rahasianya sudah boleh diungkap jika itu pada Lyra. Tak masalah. Toh selama ini Ethan menunggunya.

"Diantara titik koordinat yang gue sebut tadi, ada satu moment yang bisa membuka black hole ketika semua berjalan beriringan, dan mantra itu diucapkan bersamaan oleh orang yang sama."

"Artinya gue sama Aura sama-sama baca?"

"Ya. Gue sering nyuruh Aura baca mantra itu dengan berbagai alasan. Dan terakhir di sungai Yui." Jelas Ethan.

Ah.. Semua terjelaskan sekarang. Namun ada banyak alasan untuk Lyra tetap skeptis. Jangan menelannya mentah-mentah. Sejauh ini Ethan masih tidak bisa dipercaya. Gumam Lyra.

"Aura kayaknya gak ingat mantra itu."

"Dia gak mungkin ingat. Gue gak pernah bilang itu kata-kata apa, atau artinya apa. Gue cuma suruh dia baca."

"Kalau Aura si kupu-kupu biru datang lagi, kita bisa pulang dengan perintilan koordinat yang lu sebut itu?"

"Bisa."

🥀🥀🥀

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top