#5 : A Good Boy

My universe will never be the same

I'm glad you came

(The Wanted - Glad You Came)

***

Agak cukup banyak Alaska menyemprotkan parfum di sekujur badannya. Bukan hanya ingin menjadi pria wangi, tapi dia juga harus memastikan indra penciumannya bekerja dengan baik. Karena jika bau setajam musk dengan alkohol ini tidak terhidu berarti dia harus segera menuju rumah sakit untuk melakukan pemeriksaan covid-19.

Setelahnya, dia mengenakan kemeja abu-abu tua dan celana jins hitamnya. Sebelum akhirnya memasang masker menutupi separuh wajahnya. Sekalipun hanya pergi ke supermarket, tapi Alaska memastikan dirinya berpenampilan baik. Bagaimanapun dia pergi dengan bawahannya, jadi harus tetap terlihat berwibawa.

Begitu jam tangan sudah menunjukkan pukul 11 siang, Alaska segera keluar unit apartemen. Dia bergerak menyeberangi lorong, lalu menekan bel unit depan.

"Mbak Btari," panggil Alaska. Sambil menekan bel, tangannya yang lain juga mengetuk pintu. "Mbak, Mbak Btari."

Kening pria itu berkerut. Diraihnya ponsel di saku celana untuk memeriksa jam. Alaska tidak salah, ini sudah pukul sebelas. Padahal Btari sudah berjanji akan menemaninya untuk berbelanja sabtu siang ini, tapi sudah lewat lima menit dari janji temu, pintu apartemen Btari tidak dibuka juga.

Kali ini teror Alaska bertambah dengan menelepon Btari, sedangkan tangannya yang lain tetap menekan bel berkali-kali. Tak lama suara langkah kaki terdengar dari dalam. Pintu terbuka dan Alaska langsung memelotot dengan apa yang dia lihat.

Btari masih mengenakan piama. Rambut wanita itu acak-acakan. Wajahnya agak pucat membuat Alaska khawatir.

"Mbak Btari, baik-baik aja, kan? Kok pucat?" tanya Alaska. Nada panik terdengar jelas dari suaranya.

"Baik, Pak," jawab Btari sambil meringis. "Cuma tadi pagi agak mual-mual aja terus ketiduran sampai kelupaan udah pukul sebelas."

"Kita ke rumah sakit aja kalau gitu, Mbak."

Segera saja Alaska menarik tangan Btari. Namun, wanita itu malah menahan gerakan Alaska. Btari mendengkus geli seraya menggeleng. "Saya baik-baik aja, Pak. Mual-mual buat ibu hamil itu udah hal biasa. Saya sehat. Kalau udah mandi dan dandan, Bapak pasti lebih yakin kalau saya emang nggak apa-apa. Tunggu ya, Pak. Sejam aja."

"Kamu ... bener-bener nggak apa-apa kita keliling supermarket hari ini?" tanya Alaska takut-takut.

Btari mengangguk. Senyum kecil wanita itu mengembang. "Nggak apa-apa. Saya sekalian mau belanja juga, jadi lumayan ada temannya."

"Kalau kamu sangat yakin untuk tetap berangkat, kita pergi. Tapi, Mbak, kalau di tengah-tengah jalan udah nggak enak badan langsung bilang ya. Oke?" pinta Alaska yang langsung dibalas anggukan Btari.

Saat Btari akan menutup pintunya, Alaska dengan cepat menahannya. Pria itu memiliki sebuah ide di kepalanya. "Pintu unit kamu jangan ditutup ya, Mbak. Tolong. Oya, sama nggak perlu buru-buru buat kelarin urusanmu dengan kamar mandi dan juga berdandan. Take your time."

Btari menyunggingkan senyum tipis. Dia mengangguk sambil bergumam, "Thanks, Pak Alaska."

Segera saja Btari memasang ganjal pintunya, sebelum akhirnya wanita itu bergegas memasuki apartemennya. Alaska sendiri tetap berdiri di lorong. Pria itu ragu sejenak, tapi pada akhirnya memilih masuk ke apartemen Btari.

Sesaat pria itu kebingungan di dapur. Ada alat penggorengan dan minyak yang dia lihat. Alaska juga menemukan telur serta roti. Walau tidak pandai masak, setidaknya Alaska pernah menggoreng telur ataupun merebus mi instan.

Dengan sok ahli, Alaska menaruh penggorengan di kompor. Minyak dituangkan nyaris menutupi permukaan wajan. Kemudian, menyalakan kompor. Setelahnya, dia baru mengambil dua telur dari kulkas untuk langsung dia pecahkan di atas minyak.

"Shit, minyak!" omel Alaska saat merasakan percikan panas minyak.

Digorengnya dua buah telur itu dengan cepat, terpenting masih tampak normal. Kemudian, menata dua buah roti di piring. Terakhir dia menaburkan lada hitam dan garam di atas makanan itu.

Alaska tahu, ini sarapan yang terlalu sederhana untuk seorang ibu hamil. Namun, pria itu tidak berani memesankan makanan lewat ojek online, mengingat Btari tidak suka melakukan itu. Jadi, keahlian masaknya yang sangat cupu ini terpaksa dia gunakan sambil berharap Btari tidak keracunan.

Di tengah-tengah Alaska mencuci peralatan masak, terdengar suara langkah kaki mendekat. Pria itu menoleh. Dia tertegun menemukan Btari sudah mengganti piama dengan gaun warna biru muda. Rambut panjangnya hanya diurai dengan bando yang sengaja ditaruh puncak kepalanya agar anak-anak rambutnya tidak menutupi wajah. Masker juga sudah menutupi sebagian wajahnya, menyisakan mata wanita itu yang selalu memberikan sorot kuat atau mungkin dingin.

"Bapak ngapain?" tanyanya dengan alis mengernyit. "Terus ini ... apa?"

"Sarapan kamu, Mbak." Alaska segera mencuci tangan. Ditinggal begitu saja pekerjaannya. "Kamu itu ingetin saya ke kakak saya, Mbak. Dia juga baru aja melahirkan beberapa bulan lalu. Walau saya nggak terlalu memperhatikan kakak saya saat hamil, tapi saya tahu dia selalu berusaha makan yang cukup dan bergizi. Karena saya tebak kamu belum sarapan, jadi saya buatin sarapan. Cuma karena kamu bilang nggak berani pesan makanan di luar, makanya saya bikinkan telur aja dengan roti serta air mineral. Atau mau saya bikinin susu sekalian, Mbak?"

Btari melepaskan maskernya, lalu menyunggingkan senyum. "Terima kasih, Pak Alaska. Padahal saya udah bikin Bapak menunggu cukup lama."

"Saya sama sekali nggak keberatan." Alaska ikut melempar senyum. "Mbak Btari kan lagi hamil, jadi wajar kalau kondisi tubuh yang sering berubah-ubah. Kamu juga bilang mual-mual itu hal lumrah, jadi yang bisa saya lakukan sebagai tetangga adalah memaklumi kondisi, mbak Btari. Lagian kita juga punya waktu seharian untuk mengitari supermarket, saya rasa nggak perlu merasa bersalah."

"Sekali lagi terima kasih untuk pengertian, Pak Alaska."

Keduanya kembali melemparkan senyum, sebelum akhirnya Btari kembali fokus ke piring di mejanya. Alaska sendiri mulai sibuk lagi mencuci piring. Entah mengapa di sudut hatinya, ada rasa bangga, mungkin sekarang dia seperti seorang pahlawan yang menolong seorang wanita hamil yang butuh bantuannya.

***

Pandemi membawa banyak perubahan dalam segala aspek, termasuk supermarket. Ketika sampai di sini, jumlah pengunjung dibatasi. Semua orang yang harus masuk wajib melewati protokol kesehatan yang lumayan ketat, dimulai dari mengenakan masker, cuci tangan, menggunakan hand sanitizer dan terakhir mengukur suhu tubuh.

Belum lagi saat masuk supermarket, tempat sebesar ini terasa sangat lengang. Mungkin kalau Btari dan Alaska masih anak-anak atau remaja yang tidak tahu malu, mereka bisa berlarian di supermarket tanpa takut menabrak orang.

Namun, yang paling terasa perbedaannya adalah persediaan barang dalam supermarket. Bagian yang sangat penting seperti alat kebersihan; masker, hand sanitizer, sabun cuci tangan, dan lain-lain kosong. Kemudian, beberapa produk minuman mengalami penipisan persediaan.

"Panic buying," gumam Btari. "Kadang heran sama orang-orang egois yang beli karena panik. Padahal mereka nggak butuh, tapi karena ada dana lebih jadi habisin persedian yang seharusnya bisa untuk orang lain yang lebih butuh."

"Setuju," balas Alaska sambil manggut-manggut. "Jadi keinget harga masker naik ratusan kali lipat karena ditimbun. Miris banget."

Keduanya saling menatap, sebelum akhirnya Btari kembali fokus pada daftar belanjaan di ponselnya. Wanita itu mulai bergerak di depan dengan Alaska yang mendorong troli belanja.

Selama belanja itu, Alaska banyak memperhatikan Btari. Wanita itu selalu berdiam cukup lama di satu bagian, meneliti satu per satu jenis barang yang sama dengan berbagai merk, varian, dan juga harga. Kemudian, baru mengambil salah satunya.

Alaska yang merasa cukup lama berhenti di bagian deterjen, jadi gemas sendiri. Dilihatnya kemasan dengan warna kesukaannya, biru tua, untuk diambil. Namun, baru akan mengangkatnya tiba-tiba saja punggung tangannya dipukul.

"Sakit, Mbak!" pekik Alaska. Sebenarnya dia cenderung kaget. "Kok tangan saya dipukul sih? Tinggal pilih deterjen aja sampai 5 menit?"

"Saya itu lama karena bandingin harga, Pak Alaska." Btari menunjuk beberapa deterjen di depannya. "Di sini ada yang beli satu gratis satu, ada yang potongan harga, dan ada juga yang beli dan dapat bonus varian lain dengan ukuran kecil. Saya hitung mana yang lebih untung untuk kita. Kalau yang Pak Alaska ambil, dia mahal karena nggak ada gratisan apalagi potongan harga. Sekarang itu pandemi dan kita nggak tahu kapan selesainya, jadi hemat lebih baik daripada buang-buang uang dengan percuma."

Alaska menghela napas dalam. Terkadang dia tidak paham dengan kerumitan isi kepala wanita. "Mbak Btari, kan ini kebutuhan saya jadi nggak apa-apa dong kalau saya beli suka-suka hati."

"Salah, ini kebutuhan kita. Saya nggak mau rugi ikut Pak Alaska putar-putar di supermarket, jadi harus ada yang bisa saya bawa pulang juga. Kalau gitu saya pilih beli satu gratis satu aja, nanti saya hitungkan jumlah uang yang saya bayarkan balik ke Pak Alaska."

Pernyataan Btari sukses membuat Alaska melongo. Untuk kali pertama seseorang ingin mengembalikan uang kepadanya setelah pria itu membelikannya barang. Sekalipun terasa aneh karena tak biasa, Alaska memilih diam.

Ketika mereka hendak menuju area produk segar, seorang ibu-ibu berseragam berteriak, "Susu ibu hamilnya, Bu, Pak. Lagi promo ini, Bu, buat adik di perut. Beli dua dapat tiga dan berlaku kelipatan."

Alaska sih cuek-cuek saja. Pria itu bahkan berniat untuk berbelok menuju area sayuran segar. Namun, Btari malah berbelok menuju deretan susu ibu hamil, jadi mau tak mau Alaska ikut berhenti.

"Pak, ambil aja demi istrinya yang lagi hamil. Bagus loh ini produknya."

Ucapan Ibu-ibu SPG mengalihkan fokus Alaksa. Tahu-tahu saja SPG tersebut berdiri di sebelahnya.

Alaska sudah siap memberi klarifikasi tentang statusnya, tapi Ibu SPG mendahuluinya berbicara, "Saya bilang produk saya ini bagus bukan hanya karena saya penjualnya, Pak, tapi juga ada pengalaman pribadi. Saudara-saudara saya bahkan saya sendiri pakai produk ini. Tumbuh kembang anak-anak kami juga bagus banget di perut. Demi anak di perut istri loh, Pak, harus kasih yang terbaik. Kapan lagi bisa manjain istri sekaligus anak, kan?"

"Bu, saya—"

"Pak, demi anak di perut loh, masa nggak mau sih ambil susu ibu hamil terbaik? Ini nggak demi anak aja, tapi istri juga. Bapak nggak mau kan dianggap nggak perhatiin istri karena nggak beliin susu hamil terbaik untuk istrinya."

SIAL! Harga diri gue diinjak-injak! Dengan kesal Alaska mendekati Btari. Pria itu menarik kotak susu yang tengah Btari pegang.

"Kamu suka cokelat apa vanila?" tanya Alaska dengan nada jengkel.

Btari yang bingung hanya menjawab, "Cokelat. Kenapa, Pak?"

Tanpa Alaska balas, pria itu langsung mengambil enam kotak susu rasa cokelat, kemudian dia taruh di troli. Sebelum dikomentari lagi oleh SPG, Alaska buru-buru melanjutkan tujuannya menuju bahan makanan segar.

"Pak, kok belinya banyak banget? Saya juga nggak biasa pakai yang ini karena kemahalan." Btari menahan lengan Alaska. Namun, pria itu menggeleng. "Dibalikin aja, Pak, saya nggak mau buang-buang uang karena sudah ada anggarannya."

Dengan mata mendelik menatap Btari, Alaska berkata, "Mbak, nggak usah mikirin masalah budget karena semua barang di sini termasuk susu-susu ini saya yang bayarin. Dan satu lagi, saya nggak mau balik ke SPG itu dan kembalikan susu-susu ini karena harga diri saya! Sekarang kita kelarin belanja dan pulang. Saya nggak mau dibantah, Mbak Btari."

Nada suara Alaska yang tegas dan tidak sabaran sukses membuat Btari mengangguk. Wanita itu bahkan menurut dengan cepat mengambil produk-produk yang dibutuhkan.

Salah satu hal yang Alaska kesal adalah diremehkan tidak peduli dengan seorang wanita. Karena bagaimanapun dia sangat diajarkan oleh kakak dan mamanya untuk menghormati wanita. Jadi, ketika dirinya dianggap bukan suami yang baik untuk Btari, Alaska kesal. Harga dirinya tidak boleh diinjak-injak seperti itu.

***

Surabaya, 21 Agustus 2022

hai hai, kuharap masih pada nungguin kisah ini yaaa. Terima kasih juga untuk kalian yang sudah baca sampai bab ini. Semoga ini ada feelnya karena nulisnya agak buru-buru huhuhu.

love,

Desy Miladiana

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top