#29 : Overthinking

Tiba-tiba saja Alaska terjaga. Dan pemandangan pertama adalah wajah seindah malaikat yang tengah terlelap pulas di sebelahnya. Tampak damai dan begitu menangkan hanya dengan melihatnya.

Hanya saja Alaska tidak bisa berbohong bahwa tangan yang tertindih Btari terasa kebas. Jadi, pelan-pelan pria itu menarik tangannya jangan sampai Btari terbangun. Sebelum akhirnya memilih memperhatikan Btari dalam keheningan. Dia tidak menyangka akan ada di titik ini.

Cukup lama Alaska terpaku. Sesekali jemarinya menyentuh titik-titik kerutan di wajah Btari. Sebelum akhirnya ingatan beberapa hari sebelum ini menyentak pria itu.

Sial! Alaska mengerang. Kata-kata Ayahnya mendadak berputar di kepala, tapi karena pernyataan cinta Btari, pria itu seolah mengabaikan peringatan–larangan sang Ayah.

"Ka, secara umur kamu memang sudah mumpuni untuk menikah, tapi Dad nggak yakin secara mental kamu siap jadi ayah apalagi bukan anak kandungmu. Kedua, kalaupun kamu siap, berkencan dengan wanita yang baru ditinggal meninggal suaminya itu bukan perkara mudah. Apa kamu siap bahwa hatinya terbelah antara kamu dan seseorang yang telah tiada? Terakhir, Dad berpikir ketika kamu beneran serius sama wanita single parent, maka itu akan memengaruhi imej kakak iparmu sebagai pemimpin perusahaan dan Aileen dalam dunia artisnya. Dad nggak mau ada ribut-ribut skandal yang bikin kacau di tengah gempuran pandemi mengerikan ini, Alaska."

Tanpa sadar Alaska mengerang. Rasa bersalahnya bukan tertuju pada sang Ayah, tapi lebih banyak kepada sang kakak, Aileen. Kakaknya berada di titik puncak seperti sekarang bukanlah hal mudah. Jatuh bangun, kemudian sukses. Percintaannya juga tidak semulus jalan tol saat bersama dengan Arsan. Apalagi sekarang dengan pandemi yang menggila dan tidak tahu kapan berakhirnya.

"Menyebalkan," omel Alaska. Dia sepertinya harus menelepon Aileen detik ini juga atau tidak bisa melanjutkan tidur malam ini.

Sebelum memulai aksinya, Alaska dengan sengaja menggendong Btari untuk tidur di kamar pria itu. Walaupun karpet di ruang tamu sangat tebal dan nyaman, tapi tetap saja jika terbangun keesokan harinya dengan perut hamil, Btari pasti sakit pinggang. Meski berat tubuh Btari cukup lumayan karena kehamilan, tapi pria itu sukses membaringkan wanita itu di ranjang tanpa terbangun.

Setelahnya Alaska memilih untuk keluar kamar. Kemudian, meraih ponselnya di meja kopi, sebelum akhirnya menelepon Aileen pukul satu pagi di balkon. Ditemani segelas soda kaleng dan malam yang terasa pekat, waktu yang sempurna untuk memikirkan dan mengkhawatirkan banyak hal.

"Alaska." Suara Aileen terdengar lemah di ujung sana. "Semua baik-baik aja kan, Ka? Atau sesuatu terjadi di apartemen lo?"

Seketika Alaska meringis mendengar pertanyaan Aileen. Terkadang dia lupa jika seseorang menelepon di jam-jam tidak biasa terutama saat tengah malam, maka yang dipikirkan oleh penerima penelepon adalah berita buruk. Mungkin berita gue ini memang buruk.

"Gue ... mau minta maaf."

Bukannya bertanya meminta maaf apa, tapi yang Alaska dapati adalah teriakan histeris Aileen. Tak lama dengan penuh nada kekhawatiran, sang kakak menjawab, "Ka, lo habis nabrak? Lo di rumah sakit sekarang? Atau lo kenapa, Ka? Jangan becandain gue. Nggak usah minta maaf karena semua kesalahan lo udah gue maafin. Jangan aneh-aneh, Ka, gue tahu kalau Dad nggak merestui elo sama Btari dan Btari juga nolak lo, tapi mengakhiri hidup bukan jalan keluar."

***

Surabaya, 9 November 2022

hai hai, terima kasih untuk kalian yang sudah baca kisah ini baik di wattpad maupun di KaryaKarsa. Cerita ini sepertinya akan berakhir karena awal bulan depan saya harus mulai cerita baru :p Kalau semisalnya cerita ini kelar lebih dulu sebelum desember, kalian bisa baca cerita gratisku yang berjudul Suddenly Marry The King ya! Ada di wattpad juga lhooo.

Love,

Desy Miladiana

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top