#27 : Welcome Home!
Kamu kapan pulang, Ka?
Sekali lagi Btari membaca isi pesan instan yang dia tuliskan untuk Alaska. Namun, untuk kesekian kalinya pesan itu dihapus dan dia keluar dari aplikasi. Wanita itu seperti tidak bernyali. Banyak ketakutan yang hinggap salah satunya takut mengganggu.
Tanpa sadar dia menghela napas panjang. Sudah tiga hari sejak Alaska pergi, tapi pria itu seolah lenyap. Tidak ada kiriman pesan atau sekadar kiriman video-video lucu di pesan instan Btari. Padahal Alaska sejak dulu selalu mengusahakan komunikasi mereka tidak terputus sekalipun bahasannya hanya sekadar kebodohan video yang pria itu temukan.
"Kamu kenapa sih, Ka?"
Btari mengerang putus asa. Dia menyandarkan punggung ke sandaran kursi kebesaran Alaska. Sekalipun pria itu tidak ada, tapi mereka sudah sepakat untuk berbagi ruangan sampai Btari cuti melahirkan beberapa bulan lagi.
Setelah kepergian Alaska ke Jakarta, kepala cabang Facayu meminta divisi keuangan untuk bekerja di kantor walau hanya separuh tim. Mau tak mau sebagai yang paling senior sekaligus tim tandem Alaska, Btari yang menggantikan pria itu untuk sementara waktu.
"Oke, Btari, kamu harus mengirimkan pesan setidaknya satu pesan," gumam Btari. Sekali lagi dia meraih ponsel di meja kerja, lalu membuka layar. Ruang pesan pribadi kepada Alaska sudah terbuka. "Kita tanya pria itu kapan pulang karena di kantor repot. Oke gitu aja."
Btari menyakinkan dirinya sendiri. Namun, setelah pesan diketik, lagi dan lagi wanita itu keluar aplikasi pesan instan. Dia mengerang. Pesan tak berani dia kirimkan.
Cukup lama berperang dengan diri sendiri, senyum Btari mendadak terbit. Segera saja diraihnya gagang telepon, lalu menghubungi nomor ekstensi Anya di depan.
"Nya, ke kantor Pak Alaska ya. Sekarang."
Kurang dari semenit kemudian terdengar ketukan pintu. Begitu Btari meneriakan kata masuk, sosok Anya pun muncul dari sela pintu. Ekspresinya bertanya gadis itu terpasang seraya memasuki ruangan Alaska.
"Kenapa ya, Bu Btari? Laporan yang Ibu minta tadi masih saya kerjakan, jadi dikumpulin besok, kan?"
Btari mengibaskan tangan. "Bukan bahas itu. Kamu duduk dulu, Nya."
Lambat-lambat Anya menduduki kursi di seberang Btari. Kening gadis muda itu berkerut, "Ada yang bisa saya bantu, Bu?"
"Kamu ... telepon Pak Alaska sekarang, Nya. Tanya ke dia kapan dia pulang ke Surabaya." Perintah Btari yang membuat Anya mendelik saking terkejutnya. "Jangan lupa loudspeaker telepon kalian."
Anya melongo beberapa saat. Meski terlihat bingung karena perintah Btari sangat tak terduga, tapi Anya tetap merogoh saku blazer untuk mengambil ponsel.
Ketika terdengar nada sambung dari ponsel Anya, jantung Btari berdebar. Dan saat nada sambung berubah dengan suara halo lemah di ujung sana, perasaan Btari tidak keruan. Ada kerinduan yang meluap-luap dan butuh dilepaskan.
"Ha—halo, Pak," ucap Anya agak tergagap. Dia melirik Btari sekilas. "Bapak kapan pulang ya ke Surabaya?"
"Ha?" respons Alaska sukses membuat Anya panik. Pria itu pasti heran sekretaris yang nyaris jarang berhubungan langsung dengannya tiba-tiba menelepon dan menanyakan kepulangannya. "Nggak biasanya kamu telepon dan tanya kayak gitu, Anya? Biasanya juga kamu selalu berhubungan sama Bu Btari, bukan saya."
"Bilang aja kantor udah mulai offline, udah mulai sibuk," bisik Btari. Dia membantu Anya—dan dirinya sendiri untuk mendapatkan informasi mengenai Alaska tanpa dicurigai. "Improve, Anya, improve."
Anya mengangguk lambat-lambat, lalu berdehem. "Itu, Pak, ini kan udah mulai kerja di kantor ya setelah berminggu-minggu kerja di rumah, jadi kantor agak ... chaos. Saya ... kasihan Bu Btari kerja sendiri karena kan biasanya ada Pak Alaska yang menemani. Terus ada beberapa dokumen yang minta tanda tangan Bapak."
Ada jeda beberapa saat, sebelum Alaska kembali bertanya, "Bu Btari ... dia baik-baik aja, kan?"
Sekali lagi Anya melirik Btari. Wanita itu langsung memberikan tanda silang. Yang harus Alaska ketahui adalah betapa sulit kehidupan wanita itu di kantor tanpanya.
"Saya nggak baik, kecapekan. Kerjaan kantor nggak bisa saya handle sendiri," terang Btari lirih.
"Kayaknya ... nggak baik, Pak," jawab Anya. "Saya sering lihat Bu Btari kecapekan. Kayaknya kerjaan di kantor nggak bisa beliau handle sendirian."
"Gitu ...." Sekali lagi ada keheningan yang tercipta, sebelum terdengar helaan napas panjang. "Sebenarnya malam ini saya udah pulang kok, Nya, jadi besok udah bisa kerja kayak biasanya. Tolong kamu bantu Bu Btari, jangan sampai dia kecapekan. Kalau masih nggak bisa ditangani, suruh tunggu saya besok. Oke?"
"I—iya, Pak."
Perhatian kecil Alaska sedikit banyak menyelubungi hati Btari dengan kehangatan. Dan ketika mendengar pria itu pulang malam ini, Btari merasa wajib menyambut di bandara.
"Tanya sampai sini jam berapa? Suruh kirim jadwal penerbangannya ya ke saya," perintah Btari.
Anya mengangguk singkat. "Oya, Pak, nanti kirim jadwal penerbangannya ya ke Bu Btari. Soalnya ... soalnya ... katanya ...."
***
Surabaya, 3 November 2022
Terima kasih untuk kamu yang sudah baca kisah ini ya! Terima kasih sudah vooment juga hihi. Kelanjutan chapter ini bisa kamu baca di Karyakarsa. Link akan saya bagikan di beranda Wattpad.
Btw, jangan lupa special order UTKT masih dibuka lho! Terakhir besok bangetttt.
Love,
Desy Miladiana
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top