#24 - Terikat dan Terpikat

Alaska menyadari dirinya sedikit terjaga saat membalikan badan ketika tidur. Masih memejamkan mata dia tertegun. Telinganya mendengar suara dengkuran halus dan napas teratur. Bukan miliknya tentu saja, tapi seseorang yang tengah berbagi ranjang bersamanya.

Perlahan Alaska membuka mata. Senyum pria itu langsung tersungging saat menemukan Btari tidur sangat lelap. Terlihat damai dan tidak ada lagi ekspresi menahan sakit dengan wajah pucat seperti beberapa hari silam.

Cukup lama Alaska diam sambil memperhatikan, tiba-tiba pria itu tersentak ketika mendengar Btari meracau. Tangannya bergerak-gerak seperti ingin menggapai sesuatu. Kepalanya menggeleng-geleng.

Sontak Alaska terduduk. Tangannya dengan cepat mengguncang badan Btari, lalu memanggilnya, "Mbak Btari, bangun, Mbak. Bangun."

Berkali-kali dia membangunkan Btari, akhirnya wanita itu membuka mata. Tatapannya nyalang ke langit-langit kamar. Napasnya sedikit tersengal.

"Mimpinya buruk banget, Mbak?"

Pertanyaan Alaska membuat Btari menoleh. Saat mata mereka beradu di udara, tiba-tiba saja wanita itu menitikkan air mata.

"Mbak, kamu ... nggak apa-apa?" tanya Alaska. Hatinya mencelus karena menemukan Btari terbangun dengan meneteskan air mata.

Di luar dugaan, bukannya menjawab pertanyaan Alaska, Btari malah mengangkat tangannya tinggi-tinggi. Alaska yang seperti paham maksud wanita itu langsung mendekatkan kepala. Dan ketika merasakan tangan Btari menyentuh pipinya dengan lembut, lalu mengusapnya pelan, hati pria itu langsung diselubungi kehangatan.

"Alaska," panggil Btari lemah. "Kamu ... baik-baik aja, kan?"

Senyum kecil Alaska tersungging. Pria itu mengangguk. "Nggak selemas kemarin, tapi saya merasa lebih baik. Thanks to you, Mbak."

"Syukurlah," balas Btari sambil berbisik.

Mereka terus menatap satu sama lain cukup lama. Sampai akhirnya, Btari yang lebih dulu membuang muka. Wanita itu juga telah menarik tangannya kembali dan Alaska merasa sangat kehilangan, tapi tidak bisa protes.

"Maaf bikin kamu kebangun, Ka." Btari kembali menoleh. Senyum kecilnya terpasang. "Padahal kamu lagi sakit. Kita tidur lagi, Ka. Malam."

Alaska mengangguk. Dia bergumam, "Malam."

Sejujurnya Alaska masih ingin lebih lama menatap mata Btari. Dia juga masih ingin lebih lama mengobrol sekalipun ini sudah dini hari. Hanya saja pria itu tahu, keinginan itu hanya sekadar keinginan yang sulit direalisasikan dengan kondisi mereka dan juga status hubungan keduanya.

Pada akhirnya, Alaska kembali membaringkan badannya ke ranjang. Dia mencoba memejamkan kembali matanya. Napas diatur sedemikian rupa agar bisa lebih tenang, lalu kembali tidur.

Hanya saja baru beberapa detik sedikit terlelap, gerakan tidak nyaman di sebelah menarik Alaska kembali ke dunia. Pria itu menoleh. Seketika dia terbelalak menemukan Btari tengah menatapnya lekat-lekat.

"Mbak," panggil Alaska. Pria itu mati-matian berusaha bersikap tenang. Padahal jantungnya sudah tak keruan debarannya. "Kamu ... nggak bisa tidur?"

Btari mengangguk. Ekspresinya sedih. "Saya ganggu kamu tidur lagi ya, Ka?"

Bukannya membalas pertanyaan Btari, Alaska malah balik bertanya, "Kenapa kamu nggak bisa tidur?"

Sekali lagi mata mereka bertemu dan kali ini baik Alaska maupun Btari, mereka tak berusaha untuk memutuskan kontak yang terjadi. Cukup lama saling menatap, Btari akhirnya bersuara, "Saya ... takut mimpi buruk."

Jawaban Btari mengukir senyum geli Alaska. Tanpa sadar tangan pria itu bergerak, lalu mengelus puncak kepala Btari. "Nggak usah takut, Mbak. Seperti yang orang-orang bilang kalau mimpi itu bunga tidur karena mimpi selamanya hanya akan menjadi memori dalam kepala yang nggak akan pernah menjadi nyata. Jadi, tidur lagi, oke? Berdoa lagi biar bisa tidur."

Btari mengangguk. Sebelum kembali bersuara, "Boleh nggak, Ka, kamu ... peluk saya? Setidaknya sampai saya ketiduran?"

Mata Alaska melebar. Mulutnya melongo. Ekspresi pria itu membuat Btari meringis. Wanita itu melanjutkan, "Eh ... kalau kamu keberatan nggak usah nggak apa-apa kok, Ka. Permintaanku emang lagi aneh banget. Lupakan, lupakan."

Sekalipun Btari menyuruh lupa, tapi pria itu tidak akan pernah bisa lupa. Dan pria itu memilih mengikuti perasaannya. Dia bergerak perlahan merapatkan diri pada Btari. Satu tangannya memeluk badan Btari dan juga perut buncit wanita itu. Sedangkan tangannya yang lain dia jadikan bantalan untuk kepala Btari.

"Tidur, Mbak," bisik Alaska. Tangannya bergerak dengan sendiri mengusap perut Btari. "Kamu nggak perlu takut karena saya akan selalu nemenin kamu."

Btari mengangguk. Mata wanita itu terpejam begitu pula Alaska. Walaupun Btari mengatakan pelukan itu hanya sampai dia terlelap saja, tapi kenyataannya Alaska tidak pernah melepaskan pelukannya hingga pagi datang.

***

Surabaya, 23 Oktober 2022

Kisah lengkap Btari dan Alaska bisa kalian baca di KaryaKarsa ya. link bakal saya share di beranda wattpad yey!

Love,

Desy Miladiana

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top